5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru Islam

Masyarakat di Jawa kerap hidangkan selama bulan Hjiriyah

Semarang, IDN Times - Perayaan Tahun Baru Hijriyah atau Tahun Baru Islam 1 Muharam tidak lepas dari tradisi turun temurun. Salah satu yang sampai saat ini masih langgeng dilakukan oleh warga di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta adalah memasak serta menyantap bubur suro. 

Hidangan ini memiliki sarat makna yang dipercaya oleh masyarakat. Setiap menu pelengkap yang ada di bubur suro juga memiliki arti dan filosofi yang mendalam. Ingin tahu fakta menarik hidangan tradisional khas Tahun Baru Hijriyah? Simak ulasan berikut. 

1. Lambang syukur sejak zaman Sultan Agung

5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru Islam

Hidangan bubur suro ini sudah ada sejak zaman Sultan Agung bertahta di Kerajaan Mataram. Setiap hari pertama dalam kalender Jawa atau 1 Muharam kalender Hijriyah, bubur suro selalu hadir sebagai lambang syukur kepada Tuhan atas berkah dan rezeki yang diberikan. 

2. Peringatan keselamatan Nabi Nuh AS

5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru Islamilustrasi penyajian bubur suro/ phinemo.com/bubur-asyura

Ada kepercayaan tradisi jika makan bubur suro saat bulan Muharam akan mendapatkan keselamatan setahun ke depan.

Ternyata tradisi ini tidak lepas dari cerita asal-usul bubur suro di zaman Nabi Nuh AS. Hidangan bubur suro konon tercipta untuk memperingati keselamatan Nabi Nuh AS setelah 40 hari mengarungi banjir besar. Seperti yang tertulis dalam kitab kuno.

Saat mengarungi banjir besar, Nabi Nuh AS menanyakan apakah masih ada bahan makanan di dalam kapal. Ternyata di sana tersisa kacang poi, kacang adas, ba'ruz, tepung dan kacang hinton. Bahan itu lalu dimasak bersamaan hingga menjadi bubur.

Baca Juga: Resep Bubur Merah Putih, Makanan Jadul yang Selalu Bikin Kangen Lidah

3. Bubur suro di Semarang berwarna kuning

5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru IslamIlustrasi Bubur Suro. IDN Times/Anggun Puspitoningrum

Meski memiliki nama sama, warna bubur suro di setiap daerah berbeda-beda. Khusus di Semarang, bubur suro yang terbuat dari beras dan santan ini berwarna kuning. Saat memasak beras, santan dan rempah-rempah juga dicampur dengan kunyit untuk memberi warna kuning.

4. Disajikan dengan berbagai pelengkap

5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru IslamIlustrasi Bubur Suro hidangan tradisi saat Tahun Baru Hijriyah (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Bubur suro yang khas berwarna kuning tidak dihidangkan begitu saja. Ada berbagai macam pelengkap yang disandingkan saat penyajian. Lauk pauk pelengkap yang biasanya menjadi pendamping bubur antara lain, sambel goreng, kering tempe, irisan telur, kacang goreng, kacang kedelai hitam, serundeng kelapa, suwiran ayam, dan empal kelem.

Ada yang mempercayai jumlah lauk pelengkap harus berjumlah tujuh untuk memaknai dalam seminggu ada tujuh hari.

5. Setiap lauk pauk pelengkap memiliki arti

5 Fakta Tradisi Bubur Suro, Sajian untuk Rayakan Tahun Baru IslamBubur suro (instagram.com/tanihub)

Setiap lauk pauk pelengkap yang mendampingi bubur suro ternyata memiliki arti dan makna tersendiri. Seperti kedelai hitam goreng memiliki makna watak yang mituhu atau senantiasa setia dan berbuat baik dengan menaati anjuran sesepuh.

Kemudian, telur ayam kampung yang diiris pun melambangkan hidup yang kesinambungan dan bermasyarakat. Lalu, serundeng kelapa merupakan petunjuk agar kita semua mengikuti filosofi pohon kelapa yang pandai beradaptasi dan berguna untuk masyarakat.

Wah, menarik juga ya ternyata sepiring bubur suro berisi banyak harapan dan makna bagi yang menyantapnya. Gimana, apakah kamu penasaran untuk mencicipinya?

Baca Juga: Resep Bubur Suro, Hidangan Khas Jateng Saat Memasuki Tahun Baru Islam 

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya