Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Menikmati Cimplung Sawangan, Khas Banyumas, Jajanan Favorit Wisatawan

idntimes.com
Singkong, ubi, dan kelapa muda yang diolah warga desa Sawangan, Ajibarang, Banyumas menjadi Cimplung, Selasa (26/6/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno)
Intinya sih...
  • Nikmati kearifan lokal, dari dapur ke halaman rumah
  • Tradisi kuliner yang berkelanjutan
  • Kuliner yang menjembatani desa dan kota

Banyumas, IDN Times - Di tengah gempuran tren kuliner modern dan makanan instan yang menjamur, Desa Sawangan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, menyimpan kekayaan rasa sekaligus tradisi dalam bentuk sederhana yakni Cimplung, kombinasi makanan berbahan dasar singkong, ubi, pisang, dan kelapa yang dimasak dalam rebusan air nira.

Makanan tersebut kini kembali digemari masyarakat, bahkan menjadi buah tangan favorit bagi wisatawan yang datang dari luar kota.

Olahan tradisional ini dibuat dengan cara merebus bahan bahan alami sebagian besar hasil panen sendiri dalam air nira kelapa yang diperoleh dari penyadapan manggar yang berasal dari tangkai bunga kelapa. Hasilnya, kombinasi makanan bertekstur lembut dengan rasa manis alami yang menggoda.

“Saya suka sekali yang cimplung ubi, apalagi disini cimplungnya masih panas karena kita bisa ambil langsung dari dapur, jadi nostalgia masa kecil makan Cimplung langsung dari pawon (tungku) mas," tutur Indah Pangastuti (50), warga Purwokerto, yang datang bersama tiga rekannya kepada IDN Times, Selasa (26/6/2025).

1. Nikmati kearifan lokal, dari dapur ke halaman rumah

idntimes.com
Menikmati Cimplung beramai ramai di salah satu pembuat cimplung bernama Tasirin yang eksis mengangkat kuliner tradisional, Selasa (26/6/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno/

Pengalaman menikmati cimplung tak berhenti di rasa. Pengunjung diajak menyusuri lorong lorong kecil Desa Sawangan menuju rumah warga, seperti kediaman Tarisin (53), yang menjadi sentra cimplung sejak puluhan tahun lalu. Disinilah pengalaman otentik itu dimulai.

Rumah sederhana Tasirin dikelilingi pohon kelapa yang rindang. Di depan rumahnya, tersedia bangku panjang dari kayu dan meja sederhana, tempat pengunjung menikmati suguhan cimplung sambil menyeruput teh panas atau air nira hangat. “Kami masih pakai tungku kayu bakar agar rasa cimplung tetap seperti dulu,” kata Tasirin sambil menyungging senyum.

Uniknya, pengunjung juga diberi kesempatan ikut terlibat dalam proses pembuatan cimplung. Mereka bisa mencuci sendiri bahan-bahannya, memasukkan ke dalam panci besar berisi air nira, lalu merebus di atas tungku selama sekitar satu jam hingga matang.

2. Tradisi kuliner yang berkelanjutan

idntimes.com
Pengrajin Cimplung, Tasirin sebut produksi cimplung masih dilakukan secara manual dan terbatas.(IDN Times/Foto : Sartono Wiryosumarno)

Tasirin mengungkapkan, meningkatnya minat terhadap cimplung bahkan membuat banyak pengunjung dari luar kota melakukan pemesanan terlebih dahulu. Pasalnya, produksi cimplung masih dilakukan secara manual dan terbatas, menyesuaikan ketersediaan bahan serta waktu memasak.

Untuk oleh oleh, cimplung mampu bertahan 4 hinga 5 hari dalam lemari es dan bisa digoreng ulang jika diinginkan. Harga per paket berkisar antara Rp30.000–Rp45.000, tergantung jenis dan banyaknya isi.

“Banyak yang pesan untuk dibawa ke Jakarta atau Semarang. Kami bungkus dengan daun dan plastik agar tetap alami dan awet,” tambah Tasirin.

3. Kuliner yang menjembatani desa dan kota

idntimes.com
Warga Banyumas saat menikmati Cimplung Sawangan, Selasa (26/6/2025).(IDN Times/Cokie Sutrisno/

Di tengah dunia yang semakin cepat, cimplung hadir sebagai pengingat tentang cara hidup yang lebih sederhana, alami, dan penuh makna. Tak sekedar makanan, cimplung adalah jembatan antara generasi tua dan muda, antara alam dan manusia, antara desa dan kota.

Kehadiran kuliner seperti cimplung di Desa Sawangan bukan hanya memperkaya khazanah kuliner Banyumas, tapi juga menjadi peluang besar bagi pengembangan wisata berbasis budaya dan kearifan lokal.

Di sana, di dapur sederhana milik warga, kita tidak hanya mencicipi makanan tetapi juga cerita, kenangan, dan kehangatan yang tak tergantikan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us