TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Santri At Tauhid: Giat Berdzikir untuk Lepas dari Jeratan Narkoba

Hilangkan sakaw dengan manakiban

IDN Times/Fariz Fardianto

Semarang, IDN Times - Berada sejauh puluhan kilometer dari pusat Kota Semarang, suasana Jalan Gayamsari Selatan, Sendangguwo, Tembalang, terlihat lengang.

IDN Times yang menyusuri jalanan kampung tersebut menemukan sebuah plang nama besar bertuliskan Ponpes At Tauhid tepat di ujung jalan. 

Seorang pria menyapa ramah di dalam pondok. Singgih Yongkie Nugroho, nama pria tersebut merupakan pengelola Ponpes At Tauhid. Tak seperti pondok pesantren pada umumnya. Sekelebat mata memandang, Ponpes At Tauhid hanya berupa beberapa bangunan kamar, sebuah rumah dan ruangan kelas.

"Mari masuk, Mas. Kebetulan saya juga menunggu klien yang dirujuk sama Polda Jateng," kata Yongkie sapaan akrabnya kepada IDN Times, Selasa (22/10).

Baca Juga: Hari Santri Nasional, 6 Film yang Gambarkan Kehidupan di Pesantren

1. Ponpes At Tauhid mayoritas dihuni pecandu narkoba

IDN Times/Fariz Fardianto

Berbeda dengan santri lainnya, para penghuni Ponpes At Tauhid kebanyakan berasal dari para pecandu obat-obatan terlarang alias narkoba.

Semula pengelola pondok tergerak membantu orang-orang yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan narkoba. Lalu, lambat-laun upaya mereka mendapat sambutan positif dari sejumlah pihak untuk bekerjasama dalam bidang rehabilitasi sosial.

"Tahun 2004 kita diajak kerjasama dengan BNN. Lalu kegiatan kita semakin aktif karena pas 2013, Kemensos menunjuk kita sebagai lembaga rehabilitasi sosial (rehabsos). Sejak itulah kita dapat anggaran untuk membantu pecandu agar lepas dari ketergantungan narkoba," tuturnya.

Pihaknya kini giat menampung para pecandu narkoba yang ingin bertaubat. Saat memutuskan nyantri di Ponpes At Tauhid, setiap pencandu menjalani berbagai program. Mula-mula yang harus dilakukan ialah menjalani assessment untuk memeriksa tingkat ketergantungan pada narkoba.

Selanjutnya, setiap santri dimasukan ke dalam kamar taubat untuk dikarantina selama tujuh hari. Kemudian berturut-turut santri harus menjalani ragam rutinitas mulai salat lima waktu, sarapan bersama, belajar kewirausahaan, dzikir maiyah serta mengaji yang dilakukan tanpa putus selama 40-100 hari.

Baca Juga: Hari Santri Nasional, Siswa MI di Kudus Kirab 22 Bendera Merah Putih

2. Agar dapat menghilangkan sakaw, setiap santri diajak manakiban

pixabay.com / Mohamad Trilaksono

Untuk menghilangkan rasa ketergantungan pada narkoba, setiap santri wajib terapi manakib yang diawali dengan ritual mandi malam tepat pukul 00.00 WIB dini hari. 

Selanjutnya, mereka juga wajib ikut prosesi salawatan nariyah dengan membaca dzikir sebanyak 4.444 kali dan alfatehah sebanyak 100 kali.

"Agar kegiatannya berjalan maksimal, kita kerjasama dengan sejumlah dokter, psikolog, puluhan konselor dan para advokat," cetusnya.

3. Pecandu berat diberi terapi detok magnetik. Setiap racun keluar dari keringat sehingga tubuh jadi lebih bugar

IDN Times/Fariz Fardianto

Tak berhenti di situ saja, bagi para pecandu stadium sedang dan berat, ada sebuah metode khusus untuk menghilangkan racun pada tubuhnya. "Bagi pecandu berat, mereka kita ikutkan terapi elektromagnetik. Dari situ, mereka didetok untuk melancarkan peredaran aliran darah dalam tubuh. Lalu mereka harus minum air seribu rasa yang telah didoakan secara khusus," terangnya.

"Dengan detok magnetik itulah, atas seizin Allah SWT mengurangi sakaw, sehingga efeknya tubuh jadi banyak berkeringat dan akan terasa enteng dan bugar. Itu mereka jalani ketika nyantri di bulan pertama dan kedua," sambungnya.

Ia mengatakan, dengan ragam kegiatan psyco religius yang dijalani selama mondok, setiap santri diharapkan bisa mengubah perilakunya menjadi lebih baik. "Setelah proses mengaji selesai dijalani, santri-santri di sini kita bekali keterampilan kewirausahaan. Makanya di sini kan ada pilihan apakah mau belajar di bengkel motor, packing bumbu, belajar mengecat mobil maupun mereparasi handphone," akunya.

4. Sudah ada 1.200 santri yang dinyatakan bebas narkoba

journal.sociolla.com

Saban bulan jumlah pecandu yang ikut nyantri di Ponpes At Taubah selalu meningkat seiring banyaknya anak-anak muda yang terjerat narkoba dengan berbagai masalah. Terhitung sejak enam tahun terakhir, katanya kini terdapat 1.200 santri yang telah bebas dari narkoba. 

Gus Dipta, seorang program manajer di pondok tersebut menerangkan bahwa para santrinya datang dari ragam daerah. Mulai Palembang, Tegal, Pemalang, Pati, Surabaya, Kudus, Lampung, Semarang, Purwokerto.

Dalam sebulan terdapat empat santri yang mondok di tempatnya. Saat ini yang menjalani rawat jalan ada 50 orang. Sedangkan yang rawat inap terdapat 30 orang. 

"Kita sediakan ruangan reguler dan ruangan subsidi bagi warga tidak mampu. Cukup bawa SKTM dari kelurahan, mereka bisa ikut nyantri di sini,".

Dengan ragam layanan di atas, ia berharap pondoknya bisa ikut menyelamatkan generasi muda dari bahaya peredaran narkoba. Ini karena Indonesia bukan lagi sebagai tempat transit peredaran narkoba. Melainkan sudah jadi lokasi perdagangan narkoba terbesar kedua setelah Australia. 

Baca Juga: Panti Rehabilitasi MAB, Eks Pecandu Narkoba Dilatih Beternak Jangkrik 

Berita Terkini Lainnya