“Mumpung lagi di rumah terus, kenapa gak melakukan sesuatu yang produktif?”
Pemikiran tersebut pastinya selalu terbesit di kepalamu. Bahkan sering terjadi apalagi pada masa pandemik COVID-19 yang sudah hampir lebih dari satu setengah tahun. Jadi, kamu selalu merasa, ketika kamu berleha-leha di rumah, banyak waktu malah justru terbuang sia-sia. Ya, gak? Makanya, kamu memilih untuk melakukan hal-hal produktif dalam satu hari sekaligus. Kayak belajar bahasa asing, mengerjakan berbagai macam project, atau meeting terus tanpa henti.
Dengan begitu, kamu mengira apa yang kamu lakukan itu produktif? Belum tentu, lho. Sebab, batasan yang jelas antara menjadi produktif dan toxic productivity--dan barangkali, kamu mengalami jenis produktivitas yang kedua itu--.
Ingat, kamu harus mengetahui dan memahami tanda-tanda kalau kamu mengalami toxic productivity. Umumnya, toxic productivity sebenarnya istilah lain dari overworking, workaholic, dan kata-kata yang menggambarkanmu sebagai pribadi yang terlalu banyak bekerja sehingga mengesampingkan istirahat.
“Toxic productivity itu memunculkan rasa bersalah kalau tidak mengerjakan sesuatu. Ujung-ujungnya, mengalami burnout yang membahayakan kesehatan, dan itu harus dihindari,” kata Psikolog dari aplikasi Riliv, Graheta Rara Purwasono, M.Psi dalam keterangan tertulisnya.
Pada kondisi tersebut, kamu akan merasa tidak ada quality time bersama teman dan keluarga buatmu—apalagi, waktu untuk me-time—karena terlalu sibuk untuk bekerja setiap saat. Jangan khawatir! Selalu ada solusi untuk segala permasalahan, termasuk toxic productivity. Simak 3 caranya berikut ini.