Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
lukisan Kematian Socrates oleh Jacques-Louis David, 1787 (thearkofgrace.com)

Intinya sih...

  • Socrates, pendiri filsafat Barat, dihukum mati karena pemikirannya yang dianggap merusak moral pemuda.
  • Hypatia dari Alexandria, kontributor besar dalam matematika dan astronomi, dibunuh secara brutal karena ilmunya dianggap ancaman oleh gereja.
  • Nietzsche mengalami gangguan mental parah dan meninggal di rumah sakit jiwa setelah pemikirannya disalahgunakan oleh Nazi.

Saat mendengar kata 'filsuf', hal spontan yang terlintas di pikiran kamu pastinya orang-orang jenius yang sibuk merenung tentang makna hidup. Memang betul, tapi jadi filsuf itu bukan berarti hidup enak dengan pikiran bebas. Beberapa dari mereka justru harus menghadapi nasib tragis, diusir, dipenjara, bahkan dihukum mati karena pemikiran mereka dianggap berbahaya. Ironis, ya? Orang-orang yang justru mencoba mencari kebenaran malah dianggap musuh oleh zamannya sendiri.

Dalam sejarah, ada banyak filsuf yang akhir hidupnya tidak seindah pemikiran mereka. Mulai dari minum racun karena dianggap merusak pandangan masyarakat, sampai dibakar karena menentang keyakinan mayoritas. Kali ini, akan dibahas lima filsuf yang harus menghadapi akhir hidup paling tragis. Siap-siap kaget dan mungkin bakal menggelitik rasa simpati kalian!

1. Socrates

ilustrasi Socrates (commons.wikimedia.org/ C messier)

Siapa yang tidak kenal Socrates? Beliau lah guru besar di balik nama Plato yang mendunia. Sayangnya, Socrates tidak pernah mendokumentasikan pikirannya dalam bentuk buku atau tulisan, jadi cerita tentang kebajikan Socrates hanya bisa kamu nikmati di tulisan-tulisan muridnya.

Sebagai pendiri filsafat Barat, kejeniusan Socrates tidak perlu diragukan lagi. Filsuf asal Yunani ini terkenal dengan metode bertanya, yang sekarang kamu kenal sebagai metode Socratic, di mana beliau suka banget mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam yang bikin orang mikir keras. Terkadang jawabannya tampak begitu jelas sehingga membuat lawan Socrates tampak bodoh. Karena hal ini, metode Socratic dikagumi oleh sebagian orang dan dicemooh oleh sebagian lainnya.

Karena pemikirannya dianggap terlalu 'mengganggu' dan merusak moral pemuda, alih-alih dipuja sebagai guru besar, dia malah diadili dan divonis bersalah. Hukumannya? Minum racun hemlock. Yang lebih gila, Socrates menerimanya dengan tenang dan tetap berdiskusi sampai detik terakhir sebelum minum racun itu. 

2. Hypatia

ilustrasi Hypatia yang diseret masyarakat (greekcitytimes.com)

Kalau Socrates dihukum mati karena pemikirannya, Hypatia mengalami nasib yang lebih mengerikan. Hypatia dari Alexandria adalah wanita pertama yang memberikan kontribusi substansial bagi perkembangan matematika. Bukan hanya itu, beliau juga jenius di bidang astronomi dan filsafat. Tidak jarang orang-orang bepergian ke Alexandria hanya untuk diajari olehnya, termasuk gubernur Alexandria kala itu, Orestes, pun kerap meminta nasihatnya. 

Sayangnya, di zaman itu (awal abad ke-5 M), perempuan yang pintar sering kali dianggap ancaman, apalagi jika ilmunya bertentangan dengan keyakinan mayoritas. Dan siapa sangka, kedekatannya dengan Orestes justru membawanya kepada tragedi.

Orestes merupakan pejabat yang kontra dengan gereja, karena Hypatia berhubungan baik dengannya jadi mereka dianggap sebagai komplotan. Pada suatu hari di tahun 415 atau 416 di Alexandria, Mesir, sekelompok fanatik Kristen yang dipimpin Peter sang Lector menyeret Hypatia dari keretanya ke sebuah gereja. Di sana, mereka menelanjanginya, memukulinya dengan pecahan genteng hingga tewas, lalu mencabik-cabik dan membakar tubuhnya.

3. Friedrich Nietzshe

ilustrasi Nietzshe saat sakit (bigthink.com)

Nietzsche terkenal dengan pemikirannya tentang nihilisme dan konsep 'Tuhan telah mati'. Sederhananya, nihilisme itu pandangan yang percaya kalau hidup tidak punya makna atau tujuan yang pasti. Nilai-nilai seperti moral dan agama sebenarnya cuma buatan manusia, bukan sesuatu yang benar-benar mutlak. Makin heboh lagi ketika Nietzsche bilang, "Tuhan telah mati." Bukan maksudnya Tuhan benar-benar mati, tapi lebih ke masyarakat yang mulai meninggalkan keyakinan lama karena sains dan pemikiran rasional makin berkembang.

Ide-ide Nietzsche yang kontroversial membuatnya dianggap radikal oleh banyak orang. Tapi tahukah kamu? Akhir hidup Nietzsche juga tidak kalah tragis dari pemikirannya.

Nietzsche mengalami gangguan mental parah. Penyebab pastinya masih belum diketahui, tapi para sejarawan menduga itu bisa karena sifilis, penyakit bawaan, tumor, atau efek samping obat penenang. Beliau menghabiskan sisa hidupnya di rumah sakit jiwa hingga meninggal pada tahun 1900. Tragisnya, setelah dia wafat, pemikirannya justru disalahgunakan oleh Nazi untuk kepentingan politik mereka.

4. Boethius

ilustrasi Boethius (britannica.com)

Boethius adalah seorang filsuf, negarawan, matematikawan, dan teolog Romawi yang hidup di akhir abad ke-5 hingga awal abad ke-6 M. Awalnya, Boethius dipercaya sebagai pejabat penting di bawah pemerintahan Raja Theodoric yang Agung dari Ostrogoth. Namun, nasibnya berubah saat dituduh berkhianat dan berkonspirasi dengan Kekaisaran Bizantium. Tanpa pengadilan yang adil, Boethius dijebloskan ke dalam penjara.

Saat itulah Boethius menulis The Consolation of Philosophy. Dalam buku ini, beliau merenungkan tentang kebahagiaan, nasib, serta keadilan, dan mencoba memahami kenapa seseorang yang berbuat baik justru bisa mengalami penderitaan.

Menjelang akhir hayatnya, Boethius disiksa habis-habisan, dicekik, dan dipukul sampai mati pada tahun 524 M. Meski hidupnya berakhir tragis, pemikirannya tetap berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan, terutama dalam memahami hubungan antara kebebasan manusia dan kehendak Tuhan.

5. Niccolo Machiavelli

ilustrasi Machiavelli (engelsbergideas.com)

Machiavelli, seorang filsuf Firenze abad ke-16, mungkin dikenal sebagai bapak politik modern. Gagasan ini dibuktikan lewat dua bukunya The Prince dan Discourses on Livy yang baru dipublikasi setelah kematiannya. Mengapa demikian? Karena pada masanya buku ini ditolak oleh masyarakat karena dianggap mendukung pemimpin yang licik dan kejam. Padahal, banyak yang salah paham tentang hal itu.

Machiavelli lantas dijebloskan ke penjara dan disiksa. Setelah itu, beliau hidup dalam keterasingan dan kemiskinan. Tapi siapa sangka, karya yang dulu dianggap sebagai sampah, nyatanya kini dianggap sebagai mahakarya brilian yang dibaca banyak orang.

Kisah-kisah para filsuf di atas membuktikan bahwa berpikir terlalu jauh kadang bisa berbahaya, apalagi kalau ide-ide mereka dianggap mengancam kekuasaan atau kepercayaan yang sudah ada. Meski akhir hidup mereka tragis, pemikiran mereka justru terus hidup dan menginspirasi banyak orang hingga sekarang. Semoga tulisan ini bermanfaat!

Editorial Team