Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bubur putih

Bagi sebagian masyarakat Jawa, malam 1 Suro bukan hanya penanda awal bulan dalam kalender Jawa, tapi juga momen sakral untuk berintrospeksi dan menata hidup.

Banyak tradisi dilakukan, mulai dari tirakat, doa bersama, hingga ritual budaya yang sarat makna. Di balik kekhidmatannya, ada satu unsur yang tak pernah absen: sajian makanan khas yang penuh simbol dan filosofi. Makanan-makanan ini bukan sekadar pengisi perut, tapi bagian dari doa, harapan, dan penghormatan pada leluhur.

Meski sebagian tradisi mulai jarang ditemui di kota besar, beberapa makanan khas 1 Suro masih tetap dilestarikan hingga kini. Disajikan dalam bentuk tumpeng, bubur, atau jenang, setiap makanan punya arti tersendiri dan jadi simbol keselamatan, tolak bala, atau harapan baik di awal tahun Jawa.

Nah, kalau kamu penasaran apa saja makanan yang biasa hadir di malam 1 Suro, berikut tujuh di antaranya yang penuh makna dan sarat pesan kehidupan.

1. Bubur suro, lambang kesucian dan awal yang baru

ilustrasi bubur (freepik.com/vecstock)

Bubur suro adalah salah satu makanan wajib dalam tradisi malam 1 Suro. Biasanya terdiri dari bubur putih yang disajikan dengan berbagai lauk seperti telur rebus, abon, dan sambal goreng.

Warna putih pada bubur melambangkan kesucian hati dan niat baik di awal tahun baru Jawa. Sajian ini juga sering dihias dengan tujuh macam lauk sebagai simbol harmoni dan keseimbangan hidup.

Selain jadi hidangan keluarga, bubur suro kadang juga dibagikan ke tetangga sebagai bentuk sedekah dan doa keselamatan bersama. Ritual ini mencerminkan nilai kebersamaan dan kepedulian sosial.

Meski sederhana, bubur suro punya makna mendalam dan mengajak kita untuk memulai hidup dengan niat yang bersih dan hati yang tenang.

2. Tumpeng, doa penuh rasa syukur

ilustrasi nasi tumpeng (unsplash.com/Inna Safa)

Tumpeng selalu hadir dalam acara-acara penting masyarakat Jawa, termasuk malam 1 Suro. Bentuknya yang kerucut melambangkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.

Lauk pauk yang melingkari tumpeng juga tidak sembarangan ada ayam, tempe, telur, sayur urap, dan lainnya semua memiliki makna masing-masing tentang kehidupan, kesederhanaan, dan keberkahan.

Tumpeng 1 Suro biasanya dibawa ke tempat doa bersama atau ditaruh di ruang tengah sebagai simbol persembahan.

Setelah didoakan, tumpeng akan dibagikan kepada keluarga atau tetangga. Proses membagi dan menikmati tumpeng ini jadi momen reflektif sekaligus rasa syukur atas hidup yang sudah dijalani.

3. Jenang abang-putih, simbol kehidupan dan keseimbangan

Ilustrasi jenang (unsplash.com/@theocrazzolara)

Jenang abang-putih adalah bubur yang disajikan dalam dua warna: merah (abang) dan putih (putih). Warna putih melambangkan niat suci dan kemurnian hati, sementara warna merah menyimbolkan keberanian dan semangat hidup. Kombinasi keduanya mengajarkan pentingnya keseimbangan antara pikiran jernih dan semangat bertindak.

Makanan ini sering dijadikan sesaji dalam upacara adat atau doa malam 1 Suro. Rasanya manis dan lembut, memberi kesan hangat dan menenangkan.

Lebih dari sekadar kudapan, jenang abang-putih jadi pengingat untuk hidup selaras antara hati dan tindakan, antara niat baik dan perjuangan nyata.

4. Nasi gurih, harapan akan kehidupan yang lezat dan penuh berkah

ilustrasi nasi gurih (freepik.com/freepik)

Nasi gurih jadi pelengkap penting dalam tradisi makan malam 1 Suro. Dibuat dari beras yang dimasak dengan santan dan daun salam, aromanya wangi dan rasanya lembut di lidah.

Nasi gurih dipercaya sebagai simbol kemakmuran dan harapan hidup yang lezat, dalam arti penuh keberkahan dan kebahagiaan.

Biasanya nasi gurih disajikan bersama lauk khas seperti ayam ingkung atau opor telur. Selain untuk disantap bersama keluarga, nasi ini juga bisa jadi bagian dari sedekah untuk orang sekitar. Di balik kesederhanaannya, ada doa yang menyatu dalam setiap butir nasi: semoga tahun ini lebih baik dari sebelumnya.

5. Ayam ingkung, tunduk dan pasrah pada kehendak ilahi

ilustrasi ayam ingkung utuh (pixabay.com/Wow Phochiangrak)

Ayam ingkung adalah ayam utuh yang dimasak dengan bumbu khas dan dimatangkan secara perlahan. Dalam filosofi Jawa, ayam ingkung melambangkan kepasrahan total kepada Tuhan.

Posisi ayam yang tertelungkup dianggap sebagai bentuk simbolik manusia yang bersujud memohon perlindungan.

Dalam tradisi 1 Suro, ayam ingkung biasanya jadi menu utama dalam tumpeng atau makan bersama keluarga. Rasanya gurih dan khas, sering kali dimasak dengan santan dan rempah yang kaya. Makanan ini jadi pengingat bahwa manusia, sekuat apapun usahanya, tetap harus berserah pada kuasa Tuhan.

6. Ketan hitam, kekompakan dan harapan yang lengket

ilustrasi ketan hitam (pixabay.com/Phương Nam Gạo)

Ketan hitam sering disajikan dalam bentuk jenang atau tape saat malam 1 Suro. Teksturnya yang lengket dan rasanya yang manis menggambarkan harapan agar hubungan antar anggota keluarga tetap kompak dan harmonis. Warna hitam juga dipercaya bisa menyerap energi negatif dan jadi simbol perlindungan.

Disajikan dalam piring kecil atau pincuk daun pisang, ketan hitam jadi kudapan manis penuh filosofi. Masyarakat percaya, menyantap ketan hitam bersama bisa mempererat ikatan dan menolak bala. Di saat yang sama, ia mengajarkan nilai kebersamaan dan kesetiaan dalam menghadapi tahun baru yang belum pasti.

7. Sayur asem, kesederhanaan yang menyegarkan

ilustrasi sayur asam (freepik.com/jcomp)

Sayur asem mungkin terdengar biasa, tapi kehadirannya di malam 1 Suro punya makna tersendiri. Rasa asam yang segar mencerminkan harapan akan kehidupan yang jujur dan apa adanya. Isian sayurnya yang beragam juga menggambarkan keberagaman kehidupan yang bisa bersatu dalam satu harmoni.

Sayur ini biasanya disajikan sebagai pelengkap nasi tumpeng atau nasi gurih. Dengan rasa yang ringan tapi penuh cita rasa, sayur asem jadi simbol penting dari kesederhanaan yang menyegarkan jiwa. Ia mengingatkan kita bahwa kebahagiaan tidak harus rumit cukup dari hati yang ikhlas dan hidup yang sederhana.

Makanan khas 1 Suro bukan hanya tentang mengenyangkan perut, tapi juga tentang memberi makna pada setiap gigitan. Di balik bubur, ketan, atau ayam ingkung, tersimpan filosofi hidup yang mengajarkan kesucian, kesederhanaan, dan kepasrahan. Lewat makanan, tradisi dan nilai-nilai leluhur bisa tetap hidup dan memberi arah dalam menjalani tahun baru Jawa. Jadi, yuk mulai 1 Suro dengan perut kenyang dan hati yang tenang!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team