Oleh karena itu, perlu inovasi untuk menekan penyebaran dan penularan DBD, khususnya menekan angka kematian sehingga dapat mempercepat target eliminasi mencapai nol kematian akibat Demam Berdarah (Zero Dengue Death) pada tahun 2030. Salah satunya melalui inovasi teknologi Nyamuk Wolbachia.
Teknologi tersebut pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang hidup simbiotik pada 60 persen di sel-sel serangga dan artropoda. Bakteri tersebut dimasukkan ke dalam nyamuk Aedes aegypti, hingga menetas, dan menghasilkan nyamuk Aedes aegypti yang ber-Wolbachia.
Dengan begitu, secara perlahan, populasi nyamuk Aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk Aedes aegypti yang ber-Wolbachia. Alhasil, kondisi tersebut mampu mengurangi penularan virus Dengue penyebab penyakit Demam Berdarah di suatu wilayah atau daerah.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Kemenkes, Akhmad Saikhu mengatakan, hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia mampu menurunkan kasus DBD sebesar 77 persen pada suatu kelompok atau daerah.
"Lebih dari itu, angka kunjungan rumah sakit akibat Demam Berdarah di daerah tersebut menurun hingga 86 persen," katanya kepada IDN Times.
Melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022, metode Wolbachia diimplementasikan di lima kota di Indonesia. Yakni Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Bontang, dan Kota Kupang.
B2P2VRP yang berkantor di Salatiga, Jawa Tengah mendapatkan tugas khusus dalam Pilot Project Implementasi Wolbachia bersama tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut. Tugas khusus meliputi untuk bidang teknologi dan penjaminan mutu, dalam pemenuhan kebutuhan telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.
IDN Times mendapatkan kesempatan untuk melihat secara langsung aktivitas pemeliharaan dan penjaminan mutu yang dilakukan oleh B2P2VRP berikut ini.