4 Dialek Khas Semarang yang Nyaris Punah, Wis Ngerti Durung?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kota Semarang selain mahsyur sebagai Ibu Kota Jawa Tengah, juga termasuk wilayah yang dihuni oleh beragam etnis. Mulai warga pribumi Jawa, Melayu, Arab hingga Tionghoa tumplak jadi satu di Kota Lunpia. Keberadaan mereka yang homogen juga memunculkan kosakata baru yang menjadi bahasa khas Semarangan.
Wah, ada apa saja itu? Daripada penasaran langsung cek 4 dialek khas Semarang berikut ini yang nyaris punah. Keep scrolling!
1. Sketeng
Jangan ngaku orang Semarang kalau gak tahu artinya sketeng. Bagi orang-orang zaman baheula termasuk anak 90'an, sketeng menjadi logat yang sering diucapkan untuk mengganti kata depan gang atau depan kampung.
Baca Juga: Cerita Ryan, Dukun Lampu Tumpuan Harapan Warga Semarang saat COVID-19
2. Ndak he'eh
Nah logat yang satu ini benar-benar sangat khas Semarangan. Ndak he'e dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan kata "Apa iya".
Orang Semarang sering mengucapkan ndak he'eh untuk mempertanyakan sesuatu yang belum benar faktanya.
3. Honda
Editor’s picks
Honda yang kita tahu selama ini merupakan merek sepeda motor buatan Jepang. Tapi kalau di Semarang, kata-kata Honda dipakai untuk menyebut segala jenis sepeda motor.
Honda lanang untuk menyebut sepeda motor dua tak macam Kawasaki Ninja, Tiger, RX King dan sejenisnya. Sedangkan Honda wedok untuk menyebut sepeda motor bebek macam merek Astrea, Suzuki maupun Yamaha.
4. Dayatsu atau Datsu
Orang asli Semarang sering menyebut angkutan kota (angkot) dengan nama Dayatsu atau Datsu. Entah dari mana logat itu pertama kali muncul.
Tapi yang jelas, jika merujuk pada merek pabrikan angkot yang beroperasi di Semarang, banyak orang Semarang mengamini bahwa Dayatsu kepanjangannya adalah Daihatsu.
Misalnya, "Yuk numpak Dayatsu lungo galwareng! Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia berarti " Ayo naik angkot pergi ke Tegalwareng,".
Seiring perkembangan zaman, 4 dialek khas Semarangan tadi nyaris punah. Yuk lestarikan lagi dan jangan malu pakai logat termasuk kosakata daerahmu!
Baca Juga: Merawat Kenangan Manis Pensiunan KAI Semarang, Hidup di Bekas Stasiun