ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)
Nitin ikut mendorong jurnalis mencari blind spot—isu penting yang sering luput dari perhatian. Ia mencontohkan dalam konteks krisis iklim yang baru mendapat sorotan 50 tahun setelah revolusi industri.
“Semua orang sibuk menulis tentang pertumbuhan PDB, tapi buta pada dampak lingkungan. Itulah blind spot yang seharusnya diangkat,” ucapnya.
Lalu di sektor teknologi finansial, misalnya, ia menyebut kebanyakan tulisan para jurnalis fokus pada investasi besar dan unicorn. Padahal, data menunjukkan 70--80 persen dana justru terserap ke pinjaman dan payment gateway, bukan inklusi finansial.
“Itu cerita yang lebih relevan dan berbeda,” tambahnya.
Meski berita negatif lebih sering mendapat perhatian, Nitin menyatakan pentingnya menyajikan perspektif positif berbasis data.
“Isu menua (aging), misalnya, jangan hanya dilihat sebagai beban (negara dan semua orang), tapi juga aset. Itu bukan memutarbalikkan fakta, melainkan membingkai ulang dengan perspektif yang tetap benar,” jelasnya.
Di akhir paparannya, Jaiswal mengingatkan bahwa jurnalisme data bukan sekadar mengutip angka, melainkan seni mengolah informasi agar kredibel, relevan, dan berdampak.
“Mari kita (jurnalis) terus berlatih agar jurnalisme berbasis data makin kredibel, relevan, dan membawa manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.