Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Jurnalisme berbasis data menjadi kebutuhan penting di era media sosial dan keterbukaan data.

  • Nitin Jaiswal, pemimpin senior di Bloomberg, menekankan peran jurnalis dalam membentuk persepsi global terhadap suatu negara.

  • Nitin membagikan kerangka STORY untuk menulis berita berbasis data dan mendorong jurnalis mencari blind spot serta menyajikan perspektif positif berbasis data.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times – Jurnalisme berbasis data kini menjadi kebutuhan penting di tengah banjir informasi. Hal itudisampaikan pemimpin senior di Bloomberg, Nitin Jaiswal saat berbicara dalam workshop Voice of Tomorrow bertemakan Jurnalisme Data: Menemukan Cerita dalam Angka yang diadakan India News Desk bersama Kedutaan India untuk Indonesia, Sabtu (27/9/2025) secara daring.

Menurutnya, di era media sosial dan keterbukaan data, tantangan terbesar jurnalis bukan lagi soal sulitnya mengakses data, melainkan bagaimana mengolah dan menyajikannya secara relevan.

1. Jurnalis berperan membentuk persepsi

Head of Asia Pacific External Relations Bloomberg, Nitin Nitin Jaiswal. (IDN Times/Dhana Kencana)

Untuk diketahui, Nitin Jaiswal adalah seorang profesional media dengan lebih dari 25 tahun pengalaman di bidang jurnalisme, pasar keuangan, dan kebijakan publik. Ia memulai kariernya pada awal 1990-an sebagai jurnalis bisnis di India, sebelum bergabung dengan Bloomberg pada tahun 1997. Selama perjalanannya di Bloomberg, ia pernah menduduki sejumlah posisi penting, di antaranya:

  • Head of India Business

  • Head of Asia Data Analytics and Product Development

  • Head of FX Electronic Trading

Saat ini, Nitin menjabat sebagai Head of Asia Pacific External Relations. Peran tersebut menempatkannya sebagai jembatan antara media global, pemerintah, regulator, dan para pemimpin industri di kawasan Asia Pasifik.

Dalam workshop itu, Nitin menekankan pentingnya peran jurnalis dalam membentuk cara pandang dunia terhadap sebuah negara, termasuk Indonesia.

“Jurnalislah yang akan mengomunikasikan cerita tentang negara dengan cara yang benar. Cara mereka berkomunikasi sangat berpengaruh pada bagaimana para pemangku kepentingan global melihat apa yang terjadi,” katanya.

Ia mencontohkan perbedaan istilah angka di India yang kerap membingungkan audiens global.

“Di India, kami memakai istilah lakh dan crore. Bagi orang India itu wajar, tapi bagi investor global tidak ada artinya. Jadi, kita harus menyesuaikan cara menyampaikan data sesuai audiens,” katanya.

2. Kekuatan angka dalam cerita jurnalistik

Ilustrasi jurnalis (IDN Times/Lia Hutasoit)

Lebih lanjut, Nitin mengatakan, angka menjadi alat paling universal untuk menjembatani komunikasi, termasuk dalam sebuah laporan pemberitaan Meski demikian, jebolan Harvard University itu mengingatkan agar jurnalis tidak menjejalkan terlalu banyak angka dalam satu tulisan berita.

“Saya selalu rekomendasikan fokus pada satu hingga tiga data poin saja. Aristoteles sejak awal sudah bilang otak manusia hanya bisa memahami tiga poin utama. Kalau lebih dari itu, orang tidak akan ingat,” jelasnya.

Ia juga membagikan prinsip komunikasi efektif yang ia sebut 3F, yakni:

  • First (menjadi yang pertama)

  • Fast (cepat)

  • Factual (faktual).

“Kalau ingin jadi yang pertama, cepat, dan faktual, hanya bisa dilakukan dengan sedikit data poin. Kalau terlalu banyak, jurnalis bisa tergelincir,” tegasnya.

3. Panduan menulis berbasis data

ilustrasi jurnalis (pixabay.com/StockSnap)

Untuk memudahkan jurnalis, Nitin memperkenalkan kerangka STORY untuk bisa diadopsi oleh jurnalis sehingga produk laporannya bisa lebih berdampak, sebagai berikut:

  • S (Source): pastikan sumber data resmi dan dapat dipercaya.

  • T (Trend): cari pola, naik atau turun.

  • O (Outlier): perhatikan data yang menyimpang drastis.

  • R (Relevance): hubungkan dengan kepentingan pembaca.

  • Y (Your View): sertakan analisis atau sudut pandang jurnalis.

“AI bisa membantu mengakses data, tapi yang membuat jurnalis bernilai adalah ‘Your View’. Pandangan Anda (jurnalis) tidak bisa digantikan mesin,” katanya.

4. Cari blind spot dari sebuah cerita

ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)

Nitin ikut mendorong jurnalis mencari blind spot—isu penting yang sering luput dari perhatian. Ia mencontohkan dalam konteks krisis iklim yang baru mendapat sorotan 50 tahun setelah revolusi industri.

“Semua orang sibuk menulis tentang pertumbuhan PDB, tapi buta pada dampak lingkungan. Itulah blind spot yang seharusnya diangkat,” ucapnya.

Lalu di sektor teknologi finansial, misalnya, ia menyebut kebanyakan tulisan para jurnalis fokus pada investasi besar dan unicorn. Padahal, data menunjukkan 70--80 persen dana justru terserap ke pinjaman dan payment gateway, bukan inklusi finansial.

“Itu cerita yang lebih relevan dan berbeda,” tambahnya.

Meski berita negatif lebih sering mendapat perhatian, Nitin menyatakan pentingnya menyajikan perspektif positif berbasis data.

“Isu menua (aging), misalnya, jangan hanya dilihat sebagai beban (negara dan semua orang), tapi juga aset. Itu bukan memutarbalikkan fakta, melainkan membingkai ulang dengan perspektif yang tetap benar,” jelasnya.

Di akhir paparannya, Jaiswal mengingatkan bahwa jurnalisme data bukan sekadar mengutip angka, melainkan seni mengolah informasi agar kredibel, relevan, dan berdampak.

“Mari kita (jurnalis) terus berlatih agar jurnalisme berbasis data makin kredibel, relevan, dan membawa manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.

Editorial Team