5 Macam Reduplikasi dalam Bahasa Jawa, Pernah Dengar?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Reduplikasi merupakan proses pengulangan kata atau unsur kata. Dalam bahasa Indonesia dikelompokan menjadi tiga macam yaitu, reduplikasi utuh, reduplikasi sebagian, dan reduplikasi variasi. Reduplikasi penuh itu jika bentuk dasar dan bentuk pengulangannya sama, misalnya jalan-jalan.
Kalau bentuk pengulangannya sebagian dari bentuk dasarnya dasarnya itu reduplikasi sebagian, misal tumbuh-tumbuhan. Reduplikasi variasi apabila bentuk pengulangannya mengalami perubahan vokal dari bentuk dasarnya, seperti kesana-kemari.
Sementara itu, dalam bahasa Jawa reduplikasi atau pengulangan disebut dengan istilah tembung rangkep. Jenis reduplikasi dalam bahasa Jawa yaitu, dwilingga, dwipurna, dan dwiwasana. Untuk rinciannya lebih lanjut simak penjelasan di bawah ini.
1. Tembung rangkep dwilingga
Dwilingga merupakan istilah untuk menyebutkan reduplikasi kata ulang penuh. Kalau dalam bahasa Jawa misalnya adalah siji-siji (satu-satu), nyeluk-nyeluk (manggil-manggil), rasan-rasan (menggunjing), podo-podo (sama-sama), dan seterusnya.
Baca Juga: 10 Sebutan Penyakit dalam Bahasa Jawa, Tahu Encok?
2. Tembung rangkep dwilingga salin swara
Tembung rangkep dwilingga salin swara merupakan bentuk pengulangan kata dimana huruf vokalnya berubah. Misalnya adalah mongan-mangan (selalu makan), bola-bali (bolak-balik), bengak-bengok (teriak-teriak), mesam-mesem (senyum-senyum), klera-kleru (selalu salah), dan lainnya.
3. Tembung rangkep dwipurna
Editor’s picks
Tembung rangkep dwipurna proses pengulangan yang hanya bagian depan saja yang diulang, sehingga kata dasarnya tidak diulang seluruhnya, contoh sesepuh (yang dituakan), tetamba (obat), tetuku (membeli), reresik (membersihkan), lelunga (pergi), lelara (penyakit).
4. Tembung rangkep dwiwasana
Pengulangan yang terjadi hanya pada bagian akhir kata disebut dengan dwiwasana. Misalnya, cengingis (tertawa), nyenyuwek (menyobek), jebubug (tampak besar), pethenteng (terlihat sombong). Untuk penggunaaanya bentuk kata ulang dwiwasana ini jarang sekali digunakan oleh penutur.
5. Dwilingga semu
Dwilingga semu merupakan pengulangan yang asli atau murni, jadi bentuk dasarnya diulang secara murni.Tembung rangkep ini akan membentuk makna yang baru. Misalnya, orong-orong (nama binantang), andeng-andeng (tahi lalat), undur-undur (nama binatang), ali-ali (cincin), aling-aling (penutup).
Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa reduplikasi dalam bahasa Jawa pun terdapat tembung rangkep dwilingga, tembung rangkep dwilingga salin swara, tembung rangkep dwipurna, tembung rangkep dwiwasana, dan dwilingga semu.
Demikian untuk penjelasan mengenai jenis tembung rangkep disertai dengan contohnya. Semoga dapat memperluas wawasan, ya.
Baca Juga: 10 Bagian Tubuh Unggas dalam Bahasa Jawa, Pernah Dengan Suwiwi?
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.