Seorang petugas konservasi saat mengecek kondisi relief Candi Borobudur. (IDN Times/Dok Humas Pemprov Jateng)
Berdasarkan berbagai literatur Chattra memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat mendalam di dalam Buddhisme. Chattra atau payung memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat mendalam di dalam Buddhisme, di Candi Borobudur relief yang menggambarkan adanya payung atau chattra salah satunya yakni pada relief Gandawyuha. Dan pemasangan chattra oleh van Erp kemungkinan terinspirasi dari Relief Gandawyuha di lorong 2 Candi Borobudur.
Relief Gandawyuha pada Candi Borobudur merupakan teks keagamaan yang merepresentasikan puncak spiritual seorang peziarah dalam mempelajari pengetahuan tertinggi. Relief tersebut dipahatkan pada dinding dan pagar langkan Candi Borobudur. Sebanyak 460 panil yang dimulai pada dinding lorong II dan berakhir pada dinding lorong IV.
Penggunaan kata Payung di dalam Kitab Gandawyuha Sutra yang terpahat di Candi Borobudur mengisahkan Sudhana yang berkelana demi belajar kepada lebih dari 50 orang guru untuk mengejar pencapaian Pencerahan Sempurna. Dalam kisah tersebut, Sudhana digambarkan sebagai seorang pemuda yang selalu memiliki sebuah payung yang melindunginya. Gambaran payung tersebut terukir dalam 332 keping relief di Candi Borobudur.
Lebih jauh diterangkan oleh Dirjen Bimas Buddha Supriyadi penggunaan kata payung ditemukan berkali-kali di dalam Kitab Lalitawistara Sutra. Kitab Lalitawistara ini juga terukir dalam 120 keping relief di badan Candi Borobudur.
Sutra ini, menceritakan riwayat Buddha mulai dari sebelum lahir hingga mencapai Penerangan Sempurna dan memutar Roda Dharma untuk pertama kalinya. Pada sutra itu digambarkan kualitas-kualitas Buddha kepada Bodhisatwa Maitreya, Buddha memiliki kualitas layaknya seorang anggota keluarga kerajaan karena Buddha adalah sang pembawa payung permata.
Selain tertuang dalam Kitab Lalitawistara Sutra dan Gandawyuha Sutra, kata Chatra (payung) juga ditemukan dalam kisah-kisah Jataka, Awadana dan Karmawibhangga Sutra. Kisah-kisah Jataka dan Awadana terukir dalam 720 keping relief di Candi Borobudur.
Payung tersebut tergambar di mana para brahmin dilindungi oleh payung di atas kepalanya. Selanjutnya di dalam Karmawibhangga Sutra yang menghiasi 160 keping relief di kaki Candi Borobudur, diajarkan bahwa salah satu cara menghimpun kebajikan yang luar biasa adalah dengan mempersembahkan payung kepada objek-objek suci.
Melalui persembahan payung akan membawa hasil dapat terlahir sebagai orang yang berwibawa, berlimpah kekayaan, bisa terus bersama-sama dengan para Buddha dan Bodhisatwa, bahkan hingga bisa membawa pada pencapaian pembebasan.
Pemaknaan chattra dalam filosofi Buddhisme yakni sebuah objek persembahan surgawi, sebagai pelindung, dan sebagai penanda anggota keluarga kerajaan. “Sangat penting memaknai Chatra tidak hanya dari disiplin Arkeologi semata, namun juga dalam perspektif spiritualitas agama Buddha. Chatra atau payung memiliki makna filosofi sebagai objek persembahan surgawi dan sebagai sebagai pelindung,” kata Supriyadi.