4 Perbedaan Tantrum dan Sensory Meltdown pada Anak, Pahami!

- Tantrum disebabkan oleh keinginan yang tidak terpenuhi, sementara sensory meltdown disebabkan oleh rangsangan sensorik yang berlebihan.
- Pada tantrum, anak akan tenang jika permintaannya dipenuhi, sedangkan pada sensory meltdown, anak tetap kewalahan meskipun permintaannya dituruti.
- Anak masih sadar dalam tantrum dan mencari perhatian, sedangkan dalam sensory meltdown mereka kehilangan kendali dan fokus pada bertahan dari kondisi yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Menjadi orangtua berarti harus siap menghadapi berbagai reaksi emosional dari anak. Salah satu yang paling umum adalah ledakan emosi, seperti menangis, berteriak, atau mengamuk tiba-tiba. Tapi tahukah kamu? Tidak semua ledakan emosi itu sama. Ada yang disebut tantrum, ada pula yang disebut sensory meltdown.
Keduanya terlihat mirip, sama-sama membuat orangtua kewalahan dan kadang merasa malu di tempat umum. Namun penyebab, cara mengatasinya, dan bahkan konsekuensinya sangat berbeda. Sayangnya, banyak yang masih sering menyamakan keduanya, padahal pemahaman yang salah bisa membuat anak makin stres dan orangtua makin bingung.
Agar tidak keliru dalam merespons, yuk bahas empat perbedaan utama antara tantrum dan sensory meltdown!
1. Penyebab: tantrum karena keinginan ditolak, sensory meltdown karena overstimulasi sensorik

Tantrum biasanya muncul saat anak tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Misalnya, ingin dibelikan mainan tapi ditolak, atau mainannya diambil oleh temannya. Anak merasa kesal, marah, lalu mengekspresikannya melalui tangisan, teriakan, atau aksi-aksi dramatis lainnya.
Sedangkan sensory meltdown bukan disebabkan oleh keinginan yang tidak terpenuhi. Ledakan ini terjadi karena sistem saraf anak menjadi kewalahan akibat terlalu banyak rangsangan sensorik, bisa berupa suara bising, cahaya terang, keramaian, tekstur pakaian yang tidak nyaman, dan sebagainya. Anak dengan gangguan pemrosesan sensorik atau autisme sangat rentan mengalami ini karena otak mereka memproses informasi sensorik secara berbeda dari anak pada umumnya.
Jadi, kalau tantrum lebih bersifat emosional karena keinginan pribadi, maka sensory meltdown lebih merupakan respons neurologis terhadap kondisi lingkungan yang tidak dapat ditoleransi tubuhnya.
2. Respons terhadap keinginan: tantrum berhenti jika dituruti, sensory meltdown tidak

Ciri lain yang membedakan adalah bagaimana anak bereaksi saat keinginannya dituruti. Pada tantrum, jika orangtua akhirnya memberikan apa yang diminta, misalnya, permen atau mainan, anak akan mulai tenang, bahkan langsung berhenti menangis.
Namun pada sensory meltdown, meskipun orangtua memberikan apa yang awalnya memicu ledakan tersebut, anak tidak langsung tenang. Mengapa? Karena yang sebenarnya terjadi bukan sekadar masalah "tidak dapat sesuatu", tapi akumulasi dari berbagai beban sensorik yang tak tertahankan. Hal kecil seperti ditolak permintaan hanyalah pemicu terakhir dari tumpukan stres yang sudah menggunung di dalam diri anak.
Jadi, mengalah atau "menyerah" tidak akan menyelesaikan sensory meltdown. Yang dibutuhkan anak adalah lingkungan yang tenang dan waktu untuk menstabilkan diri.
3. Dampak fisik: tantrum terlihat dramatis tapi aman, sensory meltdown bisa menyakiti anak

Saat tantrum, anak mungkin terlihat berguling-guling, berteriak, bahkan memukul diri sendiri atau orang lain. Tapi sebenarnya, mereka masih cukup sadar untuk tidak benar-benar menyakiti diri sendiri. Misalnya, mereka akan menahan tubuh saat menjatuhkan diri, atau memukul tanpa benar-benar keras.
Namun dalam kondisi sensory meltdown, anak bisa benar-benar kehilangan kendali atas tubuhnya. Jika mereka jatuh, mereka bisa terbentur keras. Jika memukul diri sendiri, itu bisa menyakitkan. Bahkan mereka bisa mencakar, menggigit, atau memukul benda di sekitarnya tanpa menyadari konsekuensinya.
Hal ini terjadi karena tubuh anak sedang mengalami respons "fight or flight" (lawan atau lari) yang ekstrem. Ini bukan akting, bukan drama, tapi reaksi tubuh yang nyata terhadap beban sensorik yang tidak tertangani.
4. Tujuan: tantrum mencari perhatian atau kendali, sensory meltdown tidak

Salah satu ciri khas tantrum adalah adanya unsur kesadaran. Anak tahu bahwa dengan berteriak dan menangis, ia mungkin bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Mereka sering melirik orangtua untuk melihat apakah usahanya berhasil. Tantrum bisa jadi bagian dari "negosiasi" anak dan sebuah cara untuk menarik perhatian dan menguji batas.
Berbeda dengan itu, sensory meltdown bukan usaha untuk mencari perhatian atau memanipulasi situasi. Anak yang sedang mengalami ini tidak peduli siapa yang sedang melihat, bahkan bisa tidak menyadari keberadaan orang lain di sekitarnya. Mereka benar-benar sedang kewalahan dan kehilangan kendali. Fokus mereka bukan pada hasil, tetapi pada bertahan dari kondisi yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Mengetahui perbedaan antara tantrum dan sensory meltdown bisa mengubah caramu merespons anak. Saat anak tantrum, kamu bisa memberikan batas yang konsisten dan mengajari mereka cara mengelola emosi. Tapi saat mereka mengalami sensory meltdown, yang mereka butuhkan adalah tempat aman, ketenangan, dan waktu untuk memulihkan diri.