ilustrasi pria yang merasa stres (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Saat marah, tubuh mengalami lonjakan hormon stres, terutama adrenalin dan kortisol, yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal. Adrenalin bekerja cepat, meningkatkan detak jantung, mempercepat napas, dan memicu pelepasan energi agar tubuh siap untuk bereaksi. Sementara itu, kortisol bekerja lebih lambat, tetapi efeknya lebih tahan lama, seperti meningkatkan tekanan darah, menekan sistem kekebalan, dan memengaruhi metabolisme.
Kombinasi kedua hormon ini membuat tubuh terasa panas, tegang, dan tidak nyaman. Jika marah terjadi hanya sesekali, tubuh biasanya bisa kembali seimbang setelah hormon stres menurun. Namun, jika kemarahan sering muncul atau dipendam dalam waktu lama, kadar kortisol bisa terus tinggi. Kondisi ini berisiko menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti insomnia, tekanan darah tinggi, penambahan berat badan (khususnya di area perut), serta penurunan fungsi daya tahan tubuh.
Respons fisik terhadap kemarahan sebenarnya dirancang untuk melindungimu dalam situasi darurat sesaat. Memahami perubahan tubuh saat marah membantu kamu mengenali tanda-tanda awal dan mengambil langkah menenangkan diri sebelum reaksi ini menjadi tidak terkendali. Oleh karena itu, mengelola emosi dan amarah dengan baik sangat diperlukan untuk melindungi dan menjaga kondisi tubuh.