Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang yang sedang marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Detak jantung meningkat drastis saat marah, karena hormon stres membuat jantung memompa darah lebih cepat untuk persiapan melawan atau melarikan diri.

  • Marah menyebabkan ketegangan otot dan sakit kepala, yang bisa mengganggu aktivitas harian jika sering terjadi.

  • Reaksi tubuh saat marah juga memengaruhi sistem pencernaan, fungsi otak rasional menurun, dan menyebabkan ledakan hormon stres.

Emosi marah bukan hanya sekadar luapan perasaan. Di balik ekspresi wajah yang tegang atau suara yang meninggi, tubuh mengalami serangkaian reaksi biologis yang cukup kompleks. Marah sebenarnya merupakan bentuk respons alami dari tubuh terhadap ancaman atau ketidakadilan.

Ketika perasaan marah muncul, tubuh segera memobilisasi energi untuk bersiap menghadapi situasi yang dianggap mengganggu. Ini dikenal sebagai respons "fight or flight", yang secara biologis dirancang untuk melindungi diri dari bahaya. Berikut lima respon tubuh ketika seseorang sedang marah.

1. Detak jantung meningkat drastis

ilustrasi sakit di bagian dada (pexels.com/freestocks.org)

Salah satu reaksi paling cepat yang terjadi saat marah adalah meningkatnya detak jantung. Ketika otak mengenali pemicu kemarahan, kelenjar adrenal melepaskan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol. Hormon ini membuat jantung memompa darah lebih cepat untuk mendistribusikan oksigen ke otot-otot besar, sebagai persiapan untuk bertindak. Ini adalah bagian dari mekanisme tubuh yang mempersiapkan seseorang untuk melawan atau melarikan diri.

Peningkatan detak jantung yang sering atau terlalu lama bisa berdampak buruk bagi kesehatan jantung. Jika kondisi ini terjadi berulang dalam jangka panjang, risiko tekanan darah tinggi, gangguan irama jantung, dan bahkan penyakit jantung koroner bisa meningkat. Inilah alasan mengapa mengelola emosi dengan baik juga penting untuk menjaga kesehatan kardiovaskular.

2. Ketegangan otot dan sakit kepala

ilustrasi leher tegang (pexels.com/Kindel Media)

Marah memicu sistem saraf simpatik untuk aktif, yang menyebabkan otot-otot tubuh menegang secara otomatis. Otot di bagian leher, bahu, rahang, dan punggung biasanya paling terpengaruh karena tubuh secara naluriah bersiap untuk menghadapi “ancaman.” Ketegangan ini sering kali terjadi tanpa disadari, tetapi efeknya bisa sangat terasa. Bahkan ketika amarah sudah mereda, otot-otot tersebut bisa tetap kaku, menciptakan rasa tidak nyaman yang menetap.

Salah satu dampak umum dari ketegangan otot akibat marah adalah sakit kepala tipe tegang (tension headache). Kondisi ini muncul ketika otot-otot yang menegang memberi tekanan pada pembuluh darah dan saraf di sekitar kepala. Rasa sakitnya bisa menjalar dari leher ke pelipis atau dahi, menciptakan sensasi seperti kepala sedang terikat kuat. Jika sering terjadi, jenis sakit kepala ini bisa mengganggu aktivitas harian.

3. Sistem pencernaan terganggu

ilustrasi sakit perut (pexels.com/cottonbro studio)

Reaksi tubuh saat marah juga memengaruhi sistem pencernaan. Ketika emosi memuncak, aliran darah dan energi diarahkan ke bagian tubuh yang diperlukan untuk respons cepat, sementara fungsi pencernaan justru melambat. Hal ini menyebabkan perut terasa tidak nyaman, mual, atau bahkan mulas.

Jika kemarahan menjadi kebiasaan atau sering terjadi, gangguan pencernaan bisa menjadi lebih serius. Beberapa orang mengalami masalah seperti irritable bowel syndrome (IBS), sembelit, atau gangguan asam lambung yang dipicu oleh stres emosional. Pencernaan sangat sensitif terhadap kondisi emosional, dan marah adalah salah satu pemicu utamanya.

4. Fungsi otak rasional menurun

ilustrasi seseorang yang sedang marah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Ketika seseorang marah, bagian otak yang bernama amigdala menjadi sangat aktif. Amigdala bertanggung jawab terhadap respons emosional. Dalam kondisi marah, amigdala cenderung mengambil alih kontrol dari bagian otak lain yang lebih rasional, yaitu prefrontal cortex. Inilah sebabnya mengapa seseorang yang sedang marah sering kesulitan berpikir jernih atau membuat keputusan logis.

Akibatnya, tindakan yang diambil saat marah sering kali impulsif dan penuh penyesalan di kemudian hari. Kemampuan menimbang konsekuensi atau merespons secara proporsional menjadi terganggu. Ini membuktikan bahwa marah bukan hanya soal emosi, tapi juga kondisi neurologis yang kompleks.

5. Ledakan hormon stres

ilustrasi pria yang merasa stres (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Saat marah, tubuh mengalami lonjakan hormon stres, terutama adrenalin dan kortisol, yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal. Adrenalin bekerja cepat, meningkatkan detak jantung, mempercepat napas, dan memicu pelepasan energi agar tubuh siap untuk bereaksi. Sementara itu, kortisol bekerja lebih lambat, tetapi efeknya lebih tahan lama, seperti meningkatkan tekanan darah, menekan sistem kekebalan, dan memengaruhi metabolisme.

Kombinasi kedua hormon ini membuat tubuh terasa panas, tegang, dan tidak nyaman. Jika marah terjadi hanya sesekali, tubuh biasanya bisa kembali seimbang setelah hormon stres menurun. Namun, jika kemarahan sering muncul atau dipendam dalam waktu lama, kadar kortisol bisa terus tinggi. Kondisi ini berisiko menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti insomnia, tekanan darah tinggi, penambahan berat badan (khususnya di area perut), serta penurunan fungsi daya tahan tubuh.

Respons fisik terhadap kemarahan sebenarnya dirancang untuk melindungimu dalam situasi darurat sesaat. Memahami perubahan tubuh saat marah membantu kamu mengenali tanda-tanda awal dan mengambil langkah menenangkan diri sebelum reaksi ini menjadi tidak terkendali. Oleh karena itu, mengelola emosi dan amarah dengan baik sangat diperlukan untuk melindungi dan menjaga kondisi tubuh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team