Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi narsistik (pexels.com/Ferdinand Studio)

Intinya sih...

  • Narsisme ditandai dengan perasaan superioritas, kebutuhan pengakuan, dan kurangnya empati.
  • Orang narsistik sering manipulatif dan kurang membangun hubungan yang sehat dalam pertemanan dan profesional.
  • Narsisistik empatik cenderung hanya menunjukkan kepedulian demi keuntungan pribadi, bukan ketulusan.

Memahami hubungan antara sifat narsistik dan empati dapat membantu kamu mengenali pola interaksi sosial yang sering kali membingungkan. Orang dengan sifat narsistik sering kali menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap perasaan orang lain, tetapi dalam beberapa kasus, mereka tetap memiliki pemahaman terhadap emosi orang lain.

Nah, ini dia 5 aspek utama dari keterkaitan antara narsisme dan empati, serta bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Yuk simak! 

1. Apa itu narsisme dan pengaruhnya terhadap empati?

ilustrasi menyombongkan diri (pixabay.com/10634669)

Narsisme, terutama dalam bentuk gangguan kepribadian narsistik (NPD), ditandai dengan perasaan superioritas, kebutuhan akan pengakuan, dan kurangnya empati. Orang dengan NPD sering kali kesulitan memahami dan merespons emosi orang lain dengan cara yang tulus.

Dalam kehidupan sosial, orang dengan sifat narsistik mungkin tampak percaya diri dan karismatik, tetapi mereka cenderung memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi. Kurangnya empati ini membuat mereka sulit membangun hubungan yang sehat, terutama dalam pertemanan dan hubungan romantis. Seiring waktu, pola perilaku ini dapat menyebabkan konflik, rasa sakit emosional bagi orang lain, dan bahkan kesulitan dalam lingkungan profesional.

2. Perbedaan antara empati kognitif dna empati afektif pada narsistik

ilustrasi membangun empati (unsplash.com/Etienne Boulanger)

Empati terbagi menjadi 2 jenis utama: empati kognitif, yaitu kemampuan memahami perasaan orang lain secara intelektual, dan empati afektif, yaitu kemampuan untuk benar-benar merasakan emosi orang lain. Orang dengan sifat narsistik sering kali memiliki empati kognitif, tetapi kurang dalam empati afektif.

Mereka mungkin dapat membaca ekspresi wajah dan memahami situasi emosional seseorang, tetapi tidak benar-benar peduli dengan penderitaan orang lain. Hal ini memungkinkan mereka untuk bersikap manipulatif, menggunakan pemahaman mereka tentang emosi untuk keuntungan pribadi tanpa merasa bersalah. Misalnya, seorang narsistik dapat menunjukkan perhatian ketika ingin mendapatkan sesuatu, tetapi begitu tujuannya tercapai, mereka kembali bersikap dingin dan tidak peduli.

3. Mungkinkah narsistik memiliki empati?

ilustrasi komunikasi (unsplash.com/Mimi Thian)

Meskipun terdengar kontradiktif, ada beberapa orang yang memiliki sifat narsistik tetapi tetap menunjukkan empati dalam batas tertentu. Mereka bisa memahami emosi orang lain dengan baik dan bahkan bisa menunjukkan kepedulian, tetapi hal ini lebih sering dilakukan karena ada manfaat bagi mereka, bukan karena ketulusan.

Tipe ini disebut sebagai narsistik empatik, mereka tampak perhatian dan memahami orang lain, tetapi sering kali hanya untuk membangun citra positif atau mempertahankan kendali dalam hubungan. Dalam banyak kasus, kepedulian mereka bersifat transaksional. Misalnya, mereka mungkin bersikap baik dan mendukung ketika ingin mendapatkan kepercayaan seseorang, tetapi ketika tidak lagi membutuhkannya, sikap itu akan menghilang.

4. Hubungan antara narsistik dan empati dalam kehidupan sehari-hari

ilustrasi badmood (unsplash.com/christopher lemercier)

Orang yang memiliki empati tinggi sering kali tertarik pada orang narsistik, terutama karena mereka merasa bisa membantu atau menyembuhkan mereka. Namun, hubungan ini sering kali menjadi tidak sehat. Narsistik cenderung mengambil tanpa memberi, sementara orang yang empatik terus mengorbankan dirinya.

Dalam hubungan romantis, ini bisa menjadi pola yang beracun. Empath (orang yang sangat peka terhadap perasaan orang lain) berusaha memahami dan mendukung pasangannya yang narsistik, tetapi sering kali hanya mendapatkan perlakuan dingin dan manipulatif. Akibatnya, banyak empati yang akhirnya merasa kelelahan, kehilangan harga diri, dan mengalami stres emosional yang berkepanjangan.

5. Bisakah narsistik belajar menjadi lebih empatik?

ilustrasi komunikasi (pixabay.com/scronfinixio)

Banyak yang bertanya apakah seseorang dengan kepribadian narsistik dapat mengembangkan empati yang lebih tulus. Jawabannya bergantung pada tingkat narsisme yang mereka miliki. Dalam kasus ringan, dengan terapi dan introspeksi, seseorang dengan sifat narsistik dapat belajar untuk lebih memahami dan menghargai perasaan orang lain.

Namun, bagi mereka yang memiliki gangguan kepribadian narsistik yang lebih parah, perubahan ini jauh lebih sulit. Karena sifat narsistik sering kali berakar dalam dan menjadi bagian dari identitas mereka, dibutuhkan usaha besar untuk mengubahnya. Terapi perilaku dan teknik psikologis tertentu dapat membantu, tetapi hasilnya tidak selalu konsisten.

Hubungan antara narsisme dan empati sangat kompleks. Meskipun narsistik sering kali tampak tidak peduli terhadap orang lain, mereka tetap bisa memahami emosi orang lain dalam batas tertentu. Namun, pemahaman ini lebih sering digunakan untuk keuntungan pribadi daripada sebagai bentuk kepedulian yang tulus. Memahami pola ini dapat membantumu mengenali dan menghindari hubungan yang tidak sehat. Jika kamu berada dalam interaksi dengan seseorang yang memiliki sifat narsistik, penting untuk menetapkan batasan yang jelas dan menjaga kesejahteraan emosionalmu sendiri.

Editorial Team