Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Penyebab Orang yang Salah Malah Marah-marah, Berharap Kamu Takut?

ilustrasi marah (pexels.com/Craig Adderley)
Intinya sih...
  • Orang marah karena tidak tahu harus berbuat apa saat kesalahannya terbongkar
  • Kemarahan juga bisa muncul sebagai cara menutupi rasa malu atas kesalahan yang diketahui orang lain
  • Seseorang yang salah bisa memarahi orang lain untuk menakut-nakuti mereka agar tidak melaporkan kesalahannya

Pernahkah kamu punya pengalaman yang tidak menyenangkan terkait kesalahan seseorang? Seperti dia yang salah tak membayar utang tepat waktu. Tapi dirimu yang dimarahinya ketika menagih hakmu.

Mungkin juga kamu pernah melihat berita tentang orang yang mengamuk pada kurir gara-gara belanjaan online yang diterimanya tak sesuai pesanan. Padahal selain kesalahan toko, ia sendiri gak paham aturan pengembalian barang. Memang tidak semua orang mudah mengakui kesalahannya.

Bukannya mereka dengan rendah hati menyadari kekeliruan diri dan berterima kasih pada orang yang memberi tahu, malah emosional. Sikap begini dapat dijelaskan dalam poin-poin berikut. Di banyak kasus kemarahannya memang menambah daftar kesalahan. Namun, ada pula ledakan emosi yang bisa dimaklumi.

1. Tidak tahu harus berbuat apa, marah saja dulu

ilustrasi marah-marah (pexels.com/Gustavo Fring)

Tidak semua orang sengaja merencanakan perbuatan yang salah. Terkadang mereka yakin sekali apa yang dilakukannya benar. Atau, mereka sengaja melakukan kesalahan tapi optimis gak bakal ada orang yang mengetahuinya.

Alhasil, mereka kaget ketika terdapat orang yang membuka kesalahan itu. Tidak mudah bagi mereka menentukan apa yang perlu dilakukan bila situasinya begini. Namun, mereka juga tahu bahwa dirimu menunggu responsnya.

Dalam keadaan bingung, orang lebih mudah memunculkan reaksi marah. Hanya orang-orang dengan pengendalian diri amat baik yang bisa cukup tenang dan bereaksi tepat dengan buru-buru minta maaf. Orang yang mendahulukan kemarahan berharap mereka dapat mengulur waktu untuk berpikir dan menentukan sikap yang lebih bijak.

2. Menutupi rasa malu

ilustrasi marah-marah (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Orang dengan watak rendah hati mudah menerima kenyataan bahwa dirinya bersalah. Tetap ada sedikit rasa malu ketika kesalahannya diketahui. Akan tetapi, marah jelas bukan caranya merespons fakta.

Paling-paling dia menjadi tergagap-gagap dan wajahnya memerah. Tapi orang yang merasa harga dirinya runtuh gara-gara ketahuan salah bisa bereaksi berlebihan. Selembut apa pun kamu memberitahukan kesalahannya, ia tetap mendadak emosi.

Kalau orang yang malu cenderung berbicara pelan-pelan, dia justru mengencangkan suaranya. Ia membentakmu dan berharap gantian membuatmu malu. Apabila dirimu berhasil dibuat lebih malu darinya, dia akan merasa lebih baik.

Ini sebabnya terdapat nasihat agar kamu menegur orang lain secara pribadi. Jangan di tempat umum sebab meningkatkan rasa malu seseorang. Nanti respons orang yang ditegur dapat tidak terkontrol.

3. Ingin menakut-nakuti kamu

ilustrasi dimarahi banyak orang (pexels.com/Yan Krukau)

Seseorang yang gak ingin kesalahannya diketahui akan berusaha balik menekanmu. Terbongkarnya kesalahan itu barangkali membahayakannya. Seperti teman kerja yang memanipulasi laporan keuangan.

Dengan dirimu mengetahuinya, perbuatan itu dapat dilaporkan ke atasan. Sanksinya akan berat sekali bahkan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan. Sebetulnya, dia juga sudah hampir putus asa.

Ia tidak berkutik dihadapkan pada bukti-bukti yang dimiliki olehmu. Namun, tetap saja dia merasa mesti membela diri mati-matian. Ledakan kemarahannya menjadi senjata terakhir.

Ia berharap kamu ketakutan lalu meralat tuduhanmu. Atau, dirimu tetap yakin dia bersalah. Hanya saja kamu urung membawa persoalan ini pada atasan. Ia ingin mengamankan diri sendiri dengan membuatmu kehilangan keberanian.

4. Kesal atas kecerobohan diri

ilustrasi marah besar (pexels.com/DANIEL GOMEZ)

Kemarahan seseorang bisa terlihat terarah padamu meski maksudnya tidak begitu. Bukannya ia sedang memarahi kamu. Boleh jadi sebetulnya dia malah lagi jengkel ke diri sendiri. Beberapa orang dapat dengan jelas mengutuk diri sendiri.

Seperti dengan ucapan, "Ah, betapa bodohnya aku!" Namun, banyak juga orang yang gak mampu sejujur ini dalam mengkritik diri. Akibatnya ia marah-marah tanpa jelas siapa yang dituju.

Lantaran di situ cuma ada kalian berdua, kamu merasa menjadi sasaran kemarahannya. Agar dirimu tidak baper, perhatikan caranya marah. Selama dia gak menyebut kamu, menunjuk-nunjuk ke arahmu, atau memelototimu mungkin memang bukan dirimu yang dimarahinya. Dia hanya sedang mengomeli diri sendiri.

5. Memang bukan dia yang salah

ilustrasi memarahi teman (pexels.com/Yan Krukau)

Kamu tentu gak nyaman mendengar seseorang marah-marah selepas dinyatakan bersalah. Emosimu juga bisa ikut terpancing. Akan tetapi, waspadai kemungkinan telah terjadi kekeliruan di sini.

Yaitu, dia sebetulnya tidak bersalah. Ia menjadi merasa sembarangan dituduh. Apabila tadi dia telah mencoba menjelaskan tapi tidak juga didengar, kesabarannya habis.

Ia tidak mau telanjur dicap sebagai orang yang bersalah. Ada rasa gak terima yang kuat. Sekaligus dia berharap dengan tidak menahan emosinya, dirimu lebih mau mendengarkan.

Ini sebabnya, kamu harus berhati-hati sekali saat hendak mengatakan seseorang berbuat salah. Buktinya kudu kuat. Jangan gegabah menyalahkan orang kalau persoalannya belum terang betul.

Kemarahan orang yang bersalah mesti disikapi dengan santai sekaligus tetap waspada. Terkadang orang cuma mengeluarkan energinya sebentar lalu tenang sendiri. Akan tetapi, ada pula orang yang sehabis marah-marah malah berbuat nekat seperti melakukan penyerangan fisik. Kuatkan mental dalam menghadapinya sembari tetap berhati-hati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us