Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menyindir teman (pexels.com/Tim Douglas)
ilustrasi menyindir teman (pexels.com/Tim Douglas)

Intinya sih...

  • Suka memberi pujian yang diselipi kekurangan

  • Menyindir lewat cerita atau contoh orang lain

  • Menggunakan nada suara yang menurunkan harga diri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kadang, orang yang kelihatannya ramah ternyata menyimpan komentar yang menusuk dari balik senyum. Sindiran halus sering terdengar seperti obrolan santai, tapi dampaknya bisa bikin rasa percaya diri terkikis perlahan. Gak jarang, orang yang melontarkan sindiran semacam ini melakukannya dengan sengaja supaya pihak lain merasa kecil hati tanpa perlu adu argumen langsung. Situasi ini memang tricky, apalagi kalau pelakunya pintar memilih kata.

Perilaku seperti ini biasanya muncul dari sifat iri, rasa insecure, atau sekadar ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih baik. Masalahnya, sindiran halus sering sulit dibantah karena terdengar seperti “candaan” atau “masukan”. Kalau gak peka, lama-lama bisa ikut terpengaruh dan mulai meragukan diri sendiri. Makanya, penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku orang yang gemar menjatuhkan lewat sindiran, supaya bisa menjaga jarak dan gak terjebak permainan mereka.

1. Suka memberi pujian yang diselipi kekurangan

ilustrasi teman jalan bareng (pexels.com/Gustavo Fring)

Pujian memang terdengar manis, tapi kalau diiringi embel-embel yang menyoroti kekurangan, efeknya jadi berbeda. Misalnya, “Bajumu bagus, sayang warnanya gak cocok sama kulitmu.” Kalimat seperti ini terlihat seperti apresiasi, padahal isinya sindiran yang membuat penerima merasa ragu dengan penampilannya. Orang yang sering memberi pujian model begini biasanya paham cara menyamarkan niat aslinya supaya terdengar wajar di telinga orang lain.

Mereka akan memanfaatkan teknik ini untuk memengaruhi rasa percaya diri orang yang jadi targetnya. Pujian berbalut kritik terselubung membuat korban terjebak antara merasa senang atau tersinggung. Kalau didiamkan, dampaknya bisa membuat target mulai mempertanyakan banyak hal dalam dirinya. Lama-lama, hubungan sosial pun jadi terasa gak nyaman karena selalu ada komentar yang menusuk di balik senyum.

2. Menyindir lewat cerita atau contoh orang lain

ilustrasi obrolan teman (pexels.com/Samson Katt)

Salah satu cara sindiran halus yang sering digunakan adalah bercerita tentang orang lain padahal maksudnya mengarah ke lawan bicara. Contohnya, “Temanku itu malas banget mandi, jadinya gak ada yang betah dekat dia,” sambil melirik seseorang. Teknik ini membuat mereka terlihat seperti sedang berbagi pengalaman, tapi sesungguhnya menembakkan kritik terselubung.

Perilaku ini sulit dihadapi karena kalau ditanya, mereka bisa saja menyangkal dan bilang hanya sedang bercerita. Dampak psikologisnya cukup besar, sebab target sindiran akan merasa terserang meski tak ada nama yang disebut. Apalagi jika dilakukan di depan banyak orang, rasa malu bisa semakin membebani. Pada akhirnya, pola komunikasi seperti ini hanya merusak rasa nyaman dalam interaksi sosial.

3. Menggunakan nada suara yang menurunkan harga diri

ilustrasi obrolan teman (pexels.com/Mental Health America (MHA))

Bukan cuma kata-kata, nada suara juga bisa menyampaikan sindiran halus yang menjatuhkan. Orang seperti ini biasanya memanjangkan intonasi di bagian tertentu atau memberikan tekanan suara yang terdengar meremehkan. Contohnya, saat seseorang bercerita tentang pencapaiannya, mereka menanggapi dengan “Ooh… hebat, ya…” dalam nada datar yang terkesan sarkastis.

Nada suara yang mengandung sindiran sering kali membuat penerima merasa direndahkan meski kalimatnya terlihat netral. Efeknya bisa membuat target merasa pencapaiannya gak berarti. Lebih parah lagi kalau dilakukan di depan orang banyak, karena rasa malu akan bercampur dengan perasaan diremehkan. Sikap seperti ini memang susah dihadapi karena penilaiannya sangat bergantung pada kepekaan perasaan.

4. Memberi komentar dengan perbandingan tidak seimbang

ilustrasi obrolan teman (pexels.com/Gary Barnes)

Membandingkan satu orang dengan orang lain adalah trik sindiran yang sangat umum digunakan. Misalnya, “Dia aja baru kerja tiga bulan udah bisa punya motor, kamu gimana?” Komentar seperti ini terdengar seperti fakta, tapi sebenarnya bertujuan untuk membuat lawan bicara merasa tertinggal dan gak berharga.

Perbandingan tidak seimbang akan membuat seseorang merasa tertekan, apalagi kalau dibandingkan dengan orang yang kondisinya jauh berbeda. Ini bisa memicu rasa minder dan mengikis rasa percaya diri secara perlahan. Orang yang suka melakukan hal ini biasanya ingin menonjolkan keunggulan pihak lain untuk mempermalukan targetnya secara halus. Kalau gak waspada, situasi ini bisa mengganggu kesehatan mental dan hubungan sosial.

5. Menyembunyikan sindiran di balik humor

ilustrasi obrolan teman (pexels.com/Tim Douglas)

Humor sering dijadikan tameng untuk melontarkan komentar pedas yang sulit dibantah. Kalimat seperti, “Wah, kamu kaya banget sih, tapi kok gak kuat beli ini,” diucapkan sambil tertawa mungkin terdengar lucu bagi sebagian orang. Namun, di balik tawa itu, ada sindiran yang mengarah pada kebiasaan atau penampilan target.

Masalahnya, sindiran lewat humor sering dianggap wajar karena dibungkus dalam suasana bercanda. Korban pun biasanya kesulitan membalas tanpa dianggap terlalu sensitif. Padahal, kalau terus dibiarkan, pola ini bisa membentuk lingkungan sosial yang toksik. Orang yang benar-benar peduli seharusnya bisa bercanda tanpa harus menjatuhkan orang lain secara terselubung.

Mengenali perilaku orang yang gemar menjatuhkan lewat sindiran halus penting untuk menjaga kesehatan mental. Lingkungan sosial yang sehat seharusnya diisi oleh orang-orang yang saling mendukung, bukan saling meremehkan. Jadi, kalau mulai menemukan tanda-tanda seperti ini, lebih baik jaga jarak dan tetap teguh dengan harga diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team