Perceraian tidak hanya membawa kesedihan yang mendalam bagi kedua pihak yang memutuskan untuk berpisah, namun juga bagi anaknya. Bahkan anak yang mendapat dampak yang paling besar akibat perceraian dari orangtuanya.
Perlu diketahui bahwa perceraian yang terjadi pada orangtua, bisa memengaruhi kondisi psikologis anak. Sebab pasca perceraian orangtuanya, anak-anak cenderung mengalami tekanan, kemarahan, kecemasan, dan ketidakpercayaan pada orang-orang di sekitarnya, termasuk orangtuanya sendiri, sebagai dampak dari perceraian tersebut.
Menurut penelitian, anak-anak paling banyak berjuang selama satu atau dua tahun pertama pasca perceraian, untuk bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru di keluarganya. Akan tetapi, anak-anak yang lain tampaknya tidak benar-benar bisa kembali ke ''normal''. Mengutip laman Psychology Today, sekitar 25 persen hingga 33 persen anak mengalami masalah yang signifikan pasca orangtua bercerai, termasuk masalah kesehatan mental, perilaku seksual berisiko, tantangan akademis, dan penggunaan zat terlarang yang bisa berlangsung hingga dewasa.
Bahkan perceraian bisa berdampak signifikan pada kesehatan mental anak, yang sering kali menyebabkan konsekuensi jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia antara 7 dan 14 tahun yang orangtuanya bercerai, memiliki kemungkinan 16 persen lebih besar untuk mulai mengembangkan masalah kesehatan mental termasuk kecemasan dan depresi. Masalah-masalah tersebut bisa berlangsung hingga dewasa, dengan anak-anak dari orangtua yang bercerai, dua kali lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang parah, dan 14 persen lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri.
Masalah yang terjadi pada kondisi mental anak pasca perceraian orangtuanya, bisa terjadi karena kurangnya dukungan sosial dari orangtua dan persepsi anak-anak tentang kerusakan akibat konflik antar orangtua. Nah, kerusakan akibat konflik antar orangtua ini meliputi agresi fisik dan verbal, permusuhan, dan ancaman.
Peneliti berpendapat bahwa anak-anak yang merasa sangat terancam dan tidak mampu mengatasinya saat konflik perkawinan terjadi, bisa mengembangkan kecemasan, jika konflik tersebut sering terjadi. Perlu diketahui juga bahwa anak-anak yang cenderung menyalahkan diri sendiri seperti beranggapan bahwa dirinya adalah penyebab atau pemicu perceraian orangtuanya, bisa mengalami defisit dalam harga diri atau gejala depresi.
Kabar baiknya, orangtua bisa mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak psikologis perceraian terhadap kesehatan mental anaknya. Beberapa strategi pengasuhan yang mendukung bisa sangat membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang disebabkan oleh perceraian.
Nah, berikut ini beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental anak pasca perceraian, yang perlu orangtua ketahui.