Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

7 Alasan Ultra Processed Food Sebaiknya Dihindari

ilustrasi burger dan kentang goreng (pexels.com/Daniel Reche)
Intinya sih...
  • Ultra processed food (UPF) adalah makanan dengan tambahan bahan seperti pemanis buatan dan lemak terhidrogenasi.
  • Konsumsi UPF dikaitkan dengan risiko lebih dari 30 kondisi kesehatan, termasuk penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan gangguan mental.
  • UPF mengandung gula, garam, lemak jenuh tinggi yang berkontribusi pada obesitas dan penyakit kronis. Nutrisi rendah dalam UPF juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan gizi.

Ultra processed food (UPF) merujuk pada makanan yang melalui proses industri dengan tambahan bahan seperti pemanis buatan, pengawet, dan emulsifier. Menurut NOVA classification, UPF memiliki kandungan yang jarang ditemukan di dapur rumah tangga, seperti lemak terhidrogenasi dan perisa sintetis.

Beberapa contoh UPF yang sering dikonsumsi antara lain sereal sarapan, roti kemasan, makanan beku siap saji, dan minuman bersoda. Meski menawarkan kepraktisan, makin banyak penelitian mengungkap dampak buruknya bagi kesehatan.

Studi yang dipublikasikan di British Medical Journal (BMJ) pada 2024 mengaitkan konsumsi UPF dengan peningkatan risiko lebih dari 30 kondisi kesehatan, termasuk penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan gangguan mental. Selain itu, sebuah penelitian di Australia menunjukkan bahwa konsumsi UPF dalam jumlah tinggi meningkatkan risiko tekanan darah tinggi sebesar 39 persen.

Dengan makin banyak bukti ilmiah yang mengarah pada efek negatif UPF, penting bagi kita untuk memahami alasan mengapa makanan ini sebaiknya dibatasi. Berikut 7 alasan mengapa sebaiknya kita menghindari makanan UPF.

1. Kandungan gula, garam, dan lemak yang berlebihan

ilustrasi garam yang tumpah (pixabay.com/Bru-nO)

UPF sering kali mengandung gula tambahan, garam, dan lemak jenuh dalam jumlah tinggi yang dapat berkontribusi pada obesitas dan penyakit kronis. Konsumsi gula berlebih telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan peradangan kronis. Sementara itu, asupan garam yang tinggi dapat menyebabkan hipertensi dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

Lemak jenuh dalam UPF juga berdampak buruk bagi kesehatan pembuluh darah karena dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL). Efek jangka panjang dari konsumsi tinggi lemak jenuh dan gula adalah peningkatan risiko stroke dan serangan jantung. Oleh karena itu, mengurangi konsumsi makanan olahan tinggi gula, garam, dan lemak jenuh bisa menjadi langkah awal untuk menjaga kesehatan jantung.

2. Kurangnya nutrisi esensial

ilustrasi tabel nutrisi (freepik.com/freepik)

Meskipun UPF memiliki rasa yang lezat dan menggoda, kandungan gizinya sering kali rendah. Proses pengolahan yang panjang menyebabkan hilangnya serat, vitamin, dan mineral yang esensial bagi tubuh. Sebagai contoh, roti kemasan dan sereal sarapan sering kali kehilangan kandungan serat alaminya akibat proses pemurnian tepung yang digunakan.

Minimnya nutrisi dalam UPF dapat menyebabkan ketidakseimbangan gizi, meningkatkan risiko defisiensi mikronutrien seperti zat besi dan kalsium. Akibatnya, konsumsi makanan ini dalam jangka panjang bisa berdampak pada kesehatan tulang, sistem kekebalan tubuh, dan metabolisme. Mengganti UPF dengan makanan segar dan utuh seperti buah, sayuran, dan protein alami dapat membantu menjaga keseimbangan gizi tubuh.

3. Berpotensi mengganggu kesehatan usus

ilustrasi sedang sakit perut (pexels.com/cottonbro studio)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa UPF dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus akibat tingginya kandungan zat aditif dan rendahnya serat. Zat aditif seperti emulsifier dan pemanis buatan telah dikaitkan dengan perubahan komposisi bakteri baik dalam usus, yang dapat menyebabkan peradangan dan gangguan pencernaan.

Kesehatan usus sangat penting karena berhubungan langsung dengan sistem kekebalan tubuh dan produksi hormon. Gangguan mikrobiota usus akibat konsumsi UPF dapat meningkatkan risiko sindrom iritasi usus, penyakit autoimun, dan gangguan metabolisme. Oleh sebab itu, mengganti makanan olahan dengan makanan kaya serat seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran segar bisa membantu menjaga kesehatan usus.

4. Meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke

ilustrasi serangan jantung (pixabay.com/Tumisu)

UPF dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke, sebagaimana ditemukan dalam analisis yang melibatkan lebih dari 325.000 partisipan. Studi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan konsumsi UPF sebesar 10% dapat meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 6%.

Kombinasi kandungan lemak jenuh, garam tinggi, dan kurangnya nutrisi dalam UPF dapat merusak kesehatan jantung dalam jangka panjang. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa cara tubuh mencerna makanan ultra-processed berbeda dibandingkan dengan makanan alami, yang dapat berkontribusi pada akumulasi plak di arteri dan meningkatkan tekanan darah.

5. Berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas

ilustrasi mengukur lingkar perut (pixabay.com/Bru-nO)

UPF sering kali dibuat agar memiliki rasa yang sangat menggoda dan tekstur yang membuat ketagihan, sehingga lebih mudah dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Faktor ini berkontribusi pada peningkatan risiko obesitas, terutama karena makanan ini biasanya padat kalori tetapi rendah serat dan protein yang membuat kenyang lebih lama.

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa individu yang mengonsumsi lebih banyak UPF cenderung memiliki pola makan yang tidak seimbang, dengan asupan serat yang rendah dan lemak jenuh yang tinggi. Obesitas sendiri merupakan faktor risiko utama berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.

6. Mengandung zat aditif yang berpotensi berbahaya

ilustrasi makanan UPF dan minuman berwarna (pexels.com/Valeria Boltneva)

UPF mengandung berbagai zat aditif seperti pengawet, pemanis buatan, pewarna sintetis, dan emulsifier yang fungsinya untuk meningkatkan daya tahan dan tampilan makanan. Beberapa studi menunjukkan bahwa zat aditif tertentu dapat berdampak negatif pada kesehatan, seperti pemanis buatan yang dikaitkan dengan gangguan metabolisme dan peningkatan risiko diabetes.

Beberapa emulsifier juga telah ditemukan berpotensi menyebabkan peradangan dalam tubuh serta mengganggu keseimbangan bakteri usus. Meskipun masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan efek jangka panjangnya, menghindari konsumsi UPF dengan kandungan zat aditif tinggi bisa menjadi langkah preventif yang baik untuk kesehatan.

7. Berhubungan dengan gangguan kesehatan mental

ilustrasi kesehatan mental (unsplash.com/Giulia Bertelli)

Penelitian terbaru juga mengungkapkan bahwa konsumsi UPF dapat berdampak pada kesehatan mental. Sebuah studi yang melibatkan hampir 10 juta partisipan menunjukkan bahwa konsumsi tinggi UPF berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi.

Kaitan ini mungkin terjadi karena rendahnya kandungan nutrisi penting seperti omega-3, vitamin B, dan antioksidan dalam UPF. Selain itu, lonjakan kadar gula yang drastis akibat konsumsi makanan olahan juga dapat mempengaruhi keseimbangan hormon dan neurotransmitter dalam otak, yang berkontribusi terhadap gangguan suasana hati.

Meskipun UPF menawarkan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, risikonya terhadap kesehatan tidak bisa diabaikan. Kandungan tinggi gula, garam, lemak jenuh, serta zat aditif dalam makanan ini berkontribusi terhadap berbagai masalah kesehatan, mulai dari obesitas hingga gangguan mental.

Sebagai langkah preventif, mengurangi konsumsi UPF dan beralih ke makanan alami yang minim proses adalah pilihan terbaik. Memasak sendiri di rumah dengan bahan segar, membaca label makanan dengan cermat, dan memilih camilan sehat seperti buah dan kacang bisa membantu menjaga kesehatan jangka panjang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us