7 Dampak Negatif dari Toxic Gratitude yang Jarang Orang Sadari

Intinya sih...
- Bersyukur yang dipaksakan mengabaikan emosi negatif yang sebenarnya perlu diatasi, seperti kesedihan dan kekecewaan.
- Toxic gratitude membuat orang merasa harus bersyukur dalam situasi buruk, menghambat perubahan yang lebih baik.
- Rasa syukur yang dipaksakan membuat seseorang lupa memperhatikan kebutuhan diri sendiri dan menekan emosi negatif secara berlebihan.
Bersyukur memang kebiasaan baik yang harus diterapkan dalam hidup. Tapi, apa jadinya kalau rasa syukur itu malah dipaksakan hingga kamu gak bisa jujur dengan perasaan sendiri? Inilah yang sering disebut sebagai toxic gratitude.
Toxic gratitude terjadi saat kamu merasa harus terus bersyukur, bahkan dalam situasi yang sebenarnya gak sehat atau bikin kamu terluka. Alih-alih membawa ketenangan, ini justru bisa merugikanmu. Yuk, kenali dampak negatifnya supaya kamu gak terjebak terlalu jauh!
1. Menyembunyikan emosi negatif yang perlu diakui
Bersyukur memang penting, tapi kalau dipaksakan, kamu jadi mengabaikan emosi negatif yang sebenarnya perlu dirasakan dan diatasi. Misalnya, saat kamu merasa sedih atau kecewa, kamu malah bilang, ‘Ya udah, yang penting masih ada ini’.
Padahal, mengakui kesedihan itu penting supaya kamu bisa memprosesnya dengan sehat. Bagaimanapun juga, ada saat dimana suatu hal gak terjadi sesuai keinginanmu, kan
2. Bikin kamu bertahan dalam situasi yang gak sehat
Toxic gratitude sering bikin orang merasa harus bersyukur dalam situasi buruk, seperti hubungan yang toxic atau lingkungan kerja yang gak sehat. Kamu mungkin berpikir, harusnya kamu bersyukur punya pekerjaan, meskipun tempat kerjamu penuh tekanan dan gak menghargai kontribusimu.
Hati-hati, ini bisa menghambatmu mencari perubahan yang lebih baik. Padahal, bisa jadi kamu layak mendapatkan yang lebih dari ini.
3. Mengabaikan kebutuhan diri sendiri
Rasa syukur yang dipaksakan bisa bikin kamu lupa memperhatikan kebutuhan diri sendiri. Kamu jadi terlalu fokus pada bersyukur saja, sehingga mengesampingkan hal-hal yang sebenarnya kamu butuhkan untuk berkembang.
Misalnya, kamu merasa gak enak minta bantuan karena berpikir orang lain pasti punya masalah lebih besar, padahal kebutuhanmu juga penting.
4. Merasa bersalah karena emosi yang dianggap negatif
Toxic gratitude sering memunculkan rasa bersalah ketika kamu marah, sedih, atau kecewa. Kamu merasa bahwa emosi itu salah, sehingga terus menekannya dan mencoba terlihat bahagia.
Padahal, emosi negatif itu manusiawi dan bagian penting dari proses healing. Kalau terus ditekan, itu justru bisa memengaruhi kesehatan mentalmu.
5. Meningkatkan tekanan untuk selalu terlihat bahagia
Saat kamu terjebak dalam toxic gratitude, kamu merasa harus selalu terlihat bahagia di depan orang lain. Ini bisa menambah beban emosional karena kamu harus berpura-pura meskipun sebenarnya sedang gak baik-baik saja.
Tekanan ini bikin kamu capek secara mental, dan lama-lama bisa memicu kelelahan emosional.
6. Menghambat proses penyelesaian masalah
Toxic gratitude juga bikin kamu cenderung pasrah dengan keadaan. Alih-alih mencari solusi, kamu malah fokus pada bersyukur saja dan mengabaikan masalah yang sebenarnya perlu diselesaikan.
Misalnya, kamu menghadapi konflik dengan teman, tapi bukannya mencari jalan keluar, kamu bilang, Gak apa-apa, yang penting aku masih punya teman. Masalahnya tetap ada, tapi gak pernah diselesaikan.
7. Bikin kamu lupa bahwa rasa syukur itu harus seimbang
Rasa syukur yang sehat adalah yang datang dari kesadaran, bukan paksaan. Kalau kamu terus memaksakan gratitude, kamu jadi lupa bahwa bersyukur juga butuh keseimbangan.
Kadang, kamu perlu jujur dengan perasaanmu dan mengakui bahwa ada hal-hal yang memang perlu diubah, bukan cuma diterima mentah-mentah.
Bersyukur itu baik, asal gak dipaksakan. Rasa syukur adalah hal yang positif, tapi jangan sampai jadi alasan untuk mengabaikan emosi dan kebutuhan diri sendiri. Dengan mengenali toxic gratitude, kamu bisa belajar untuk bersyukur dengan cara yang lebih sehat dan tetap jujur pada dirimu sendiri.