Kisah Menyembuhkan Trauma Anak-anak Korban Perang Dengan Jarlistung
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Sang surya mulai terbenam saat anak-anak memasuki sebuah ruangan di Gedung Wisma Husada, Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat.
Beberapa anak terlihat bergegas memasuki gedung sambil menenteng buku serta sebuah kursi lipat. Tak butuh lama bagi mereka untuk menata kursinya berjejer di depan papan tulis.
Tiara pun menyambut kedatangan IDN Times saat menengok suasana belajar anak-anak pengungsi di dalam Wisma Husada. "Mari, Mas ikut nimbrung ke dalam. Kita lagi ada pelajaran berhitung sama bahasa Inggris khusus anak-anak yang tinggal di sini," kata Tiara, Kamis (20/2).
Baca Juga: Korban Konflik, 65 Imigran di Semarang Nunggu Pindah ke Negara Ketiga
1. Anak-anak pengungsi gemar belajar berhitung. Salah satu anak bercita-cita jadi dokter
Selepas adzan Maghrib, Tiara pun mulai mengumpulkan sekelompok anak pengungsi. Jumlahnya tak banyak. Kurang lebih ada 10 anak tekun belajar berhitung angkanya bersama Tiara.
Maryam, seorang anak pengungsi asal Afghanistan sangat antusias dengan apa yang diajarkan oleh Tiara. Ia yang sudah duduk di kelas 5 SD itu mengaku matematika jadi pelajaran favoritnya. Les berhitung yang diberikan oleh Tiara cukup membantunya ketika bersekolah di pagi hari.
"Saya kalau pagi sekolah, malamnya baru belajar di sini. Enak banget kalau diajari sam teacher Tiara. Saya jadi gampang ngerjain matematika," kata Maryam yang fasih bahasa Indonesia tersebut.
Tinggal di sebuah tempat penampungan bersama para pengungsi dari berbagai negara, bukanlah perkara mudah bagi Maryam. Sedari kecil ia telah ditempa agar dapat membaur dengan teman sebahayanya. "Orang-orangnya begitu baik kepada saya," ujarnya.
Walau tampak asyik belajar di wisma, namun tak sedikit di antara mereka yang masih memendam trauma. Khadijah salah satunya. Perjalananya mengungsi dari kampung halamannya di Mogadishu, Somalia hingga ke Indonesia, selalu membekas di ingatannya.
Ia beruntung bisa ditampung di Wisma Husada oleh Rudenim. Paling tidak hidupnya kini lebih aman. Kala itu Khadijah mengungsi bersama keluarganya ke Indonesia.
"Kalau sudah besar nanti, saya kepengin jadi dokter. Biar bisa menolong banyak orang," kata Khadijah yang diamini oleh Maryam.
2. Beberapa anak menyatakan tak mau balik ke negaranya. Terutama takut jadi korban
Sedangkan Alisyah, bocah pengungsi asal Afghanistan secara terang-terangan tak mau lagi pulang ke negara asalnya. Selain keamanan yang kacau balau, Ali juga terbayang mengenai tragedi pembunuhan di jalanan.
Editor’s picks
Seingatnya, banyak anak-anak seperti dirinya yang kerap diculik. Lalu dipaksa ikut perang. "Kamu tahu, di Afghanistan, anak kecil seperti saya diculik, dipaksa ikut perang. Saya gak mau balik ke sana. Orangnya kejam. Enakan di Indonesia, orangnya yang baik. Juga ramah-ramah," kata bocah tambun tersebut.
Sementara Muhammad Abdulkader, sudah lima tahun tinggal di Indonesia. Semua itu ia lalui berkat jasa dari IOM yang bernaung dibawah UNHCR. "Di sini, saya bisa belajar sama teman-teman lainnya. Ini ada ibu dan dua adik saya," ujar penggemar berat Cristiano Ronaldo ini.
Baca Juga: Banyak Imigran Ilegal, Bagaimana Pemerintah RI Harus Bersikap?
3. Kegaitan les yang diberikan PKBI sudah berlangsung beberapa tahun terakhir
Nasiri, pengajar lainnya mengatakan les matematika yang diadakan di Wisma Husada jadi kegiatan rutin dari PKBI Kota Semarang untuk menyiapkan anak-anak pengungsi masuk ke sekolah.
"Ini nama programnya migran care. Biar mereka gak ketinggalan pelajaran di sekolah," cetusnya.
Nasiri dan Tiara sudah baberapa tahun mengajari anak-anak pengungsi di Semarang. Keduanya kompak bekerjasama dengan IOM untuk mengentaskan pendidikan bagi anak pengungsi.
Mulai bulan ini, terdapat 8 anak yang berhasil mendaftar ke sekolah. Mereka tiap hari sekolah di SD Yayasan Bina Putra dan SD Islam Nudia, di Karangayu.
"Kita bantu mereka kalau sulit mengerjakan PR. Atau kalau materi di sekolah tidak paham, pasti kita ajari sampai bisa," terangnya.
4. Anak pengungsi menempati Wisma Husada sejak 2018
Retno Mumpuni, Kepala Rudenim Semarang, mengungkapkan banyak anak pengungsi telah menempati Wisma Husada sejak 2018 silam. "Kita gak bisa batasi jumlah anaknya. Tapi sesuai Perpres Nomor 125, Kota Semarang sudah tidak menambahkan jumlah imigran lagi. Tahun ini kita menunggu penempatan ke negara ketiga," terangnya.
Anak pengungsi yang masuk ke Semarang, ujarnya kebanyakan merupakan korban konflik antar suku, korban perang di Timur Tengah maupun kekerasan karena sentimen etnis.
"Baru tahun ini kita menjalin kerjasama dengan pemerintah kota untuk menyekolahkan mereka lewat pembiayaan dari IOM. Sekarang anak imigran bisa mudah mempelajari bahasa Indonesia, matematika dan bahasa Inggris," tandasnya.
Baca Juga: Kisah Para Pengungsi di Tanah Jakarta, Berkarya Bebaskan Rasa Pilu