Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen Perang

Kisah heroik Tentara Pelajar saat perang kemerdekaan 

Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus rutin dirayakan dengan suka cita oleh segenap lapisan masyarakat. 

Selain menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia, momentum tersebut juga menjadi pengingat atas jasa para pejuang yang turut merebut kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Dari sekian banyaknya pejuang republik yang turut mengusir para penjajah, ada segelintir yang masih hidup hingga saat ini. Salah satunya adalah Meini Hartoso.

Ketika disambangi di rumahnya, Jalan Arjuna Nomor 35, Pendrikan Lor, Semarang Tengah, Meini sedang dipapah oleh anak kesayangannya menuju beranda rumah.

Usianya yang telah menapaki angka 91 tahun membuat kondisi kesehatannya menurun. Saat ditemui IDN Times, Meini tampak berjalan tertatih-tatih memakai tongkat.

Sigit, salah seorang anaknya mengaku ibundanya belakangan ini sering sakit-sakitan lantaran usianya yang semakin menua.

"Sudah dua bulan terakhir ibu saya sakit. Kalau jalan seringnya pakai tongkat. Pendengarannya juga sudah berkurang," kata Sigit saat berbincang dengan IDN Times, Kamis (12/8/2021).

 

1. Meini Hartoso ajarkan kedisiplinan kepada anak-anaknya

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangMeini Hartoso saat dipapah anaknya menuju beranda rumahnya di Jalan Arjuna Nomor 35. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sigit mengaku bersyukur ibundanya diberi umur panjang oleh Allah SWT hingga saat ini. Dirinya bangga ibunya sebagai mantan pejuang kemerdekaan masih bisa memberikan nilai-nilai keteladanan yang baik bagi keluarganya.

Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, Sigit mengaku memegang teguh apa yang sudah diajarkan oleh ibunya. Salah satu yang ia pelajari mengenai sikap disiplin ibunya dalam berbagai hal.

"Dia kalau soal disiplin itu nomor satu. Pergi kemana-mana pasti tepat waktu. Mau antre berobat juga datangnya paling gasik. Dan ibu saya itu menerapkan pola hidup yang keras sama anak-anaknya. Dia sangat galak. Tapi itu yang bikin kita kuat menjalani hidup berumah tangga," kata lelaki berusia 61 tahun ini.

Sigit bilang sikap ibunya yang keras mungkin sudah mendarah daging sejak masih menjadi seorang gerilyawan. Sigit menjelaskan ibunya merupakan mantan gerilyawan Tentara Pelajar yang masuk dalam personel Brigade 17 Detasemen II Kompi 1 Kota Solo.

"Dari ceritanya ibu, dia dulu seorang Tentara Pelajar yang tugasnya di Solo. Komandan kompinya waktu itu Mayor Achmadi. Sebagai gerilyawan wanita, ibu saya yang ditugasi menyimpan dokumen-dokumen rahasia milik para tentara republik," kata Sigit.

Baca Juga: Mantan Pejuang Dwikora Jadi Murid Kesayangan Maestro Pelukis Dullah

2. Meini Hartoso jadi gerilyawan tentara pelajar yang bertugas simpan dokumen perang

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangMeini Hartoso menunjukan fotonya saat memakai topi legiun veteran. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Ketika mengenang kembali masa lalunya, Meini Hartoso masih memiliki memori yang tajam tatkala mengingat kembali agresi militer Belanda di Solo.

Meini yang kala itu berusia 14 tahun tergerak ikut bergerilya ke desa-desa. Di usianya yang  belia, ia bertugas mengumpulkan dokumen-dokumen rahasia milik para pejuang laki-laki yang terlibat pertempuran di medan perang.

"Semua kertas-kertas yang saya anggap penting, mulai peta wilayah perbatasan, strategi gerilya sampai urusan surat menyurat, semuanya saya simpan rapi. Tugas saya waktu itu ya khusus menyimpan dokumen milik para pejuang," ujar Meini.

Meini mengatakan dokumen perang tak kalah pentingnya dengan nyawa para pejuang. Meini mengisahkan banyak dokumen perang sengaja disimpan oleh para wanita agar tidak terendus oleh musuh. 

3. Meini sering terabas sungai dan menyelinap di hutan-hutan

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangIlustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Di dalam tugasnya juga menyimpan kisah yang heroik. Ia kerap membawa dokumen sampai berjalan menerobos sungai dan menyelinap di hutan-hutan. "Kita masuk keluar hutan. Mulai dari hutan Weleri, Pekalongan dan sekitarnya. Pas menyeberang sungai yang dalam, sering ditolong warga desa. Niat mereka benar-benar murni membantu perjuangan bangsa Indonesia," katanya.

Tak jarang ia juga menyimpan surat cinta milik para pejuang yang sudah gugur. Saking rapatnya pergerakannya, teman-temannya sesama wanita tak tahu jika dirinya yang bertugas menyimpan dokumen perang. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ketika pertempuran mereda, dokumen tersebut sebagian besar diserahkan kepada pemerintah Indonesia untuk disimpan di kantor arsip nasional. "Bung Karno pada akhirnya memberikan tanda jasa gerilya kepada saya. Perhatian pemerintah provinsi kepada saya juga cukup baik. Saya pernah diberi bantuan sembako oleh Pak Bibit (Gubernur Jateng periode 2008-2013). Rumah saya juga diperbaiki oleh pemerintah," bebernya.

4. Meini juga tercatat sebagai pensiunan Dinsos Jateng

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangRumah Meini Hartoso di Jalan Arjuna Nomor 35 Semarang terpasang logo satuan dari kompi tentara pelajar. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Setelah masa pergolakan, Meini menikah dengan seorang anggota angkatan laut. Dari hasil perkawinannya, ia dikaruniai tiga anak dan lima cucu. 

Berkat bantuan dari pemerintah, Meini pun bisa bekerja sebagai pegawai negeri di Dinas Sosial Jawa Tengah. Sampai pensiun sekitar tahun 1980, terakhir kali ia memegang jabatan sebagai kepala bagian. 

"Jabatan ibu pas pensiun kira-kira setara kepala bagian. Atas didikan ibu juga, kita sebagai anaknya beruntung bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Kakak dan adik saya jadi sarjana. Sedangkan saya juga lulusan sarjana ekonomi di Undip. Sekarang saya dipasrahi ngurus ibu di rumah," sahut Sigit. 

Di hari tuanya, Meini Hartoso mengandalkan hidup dari jatah tunjangan uang veteran sebesar Rp1,8 juta per bulan. Ia mengungkapkan rahasianya bisa panjang umur karena selalu rutin mengonsumsi makanan yang sehat, menjauhi zat kimia serta berusaha berpikiran positif.

Ia mengatakan yang patut dicontoh oleh keluarganya adalah komitmen ibunya yang selalu melestarikan tradisi saat menyambut hari kemerdekaan Indonesia.

"Ibu saya memang punya kemauan yang keras. Sebelum sakit, ia jalan sendiri ke kamar mandi. Bahkan sebelum pandemik, dia ikut upacara tujuh belasan di Simpang Lima," terangnya. 

5. Warga dan teman-temannya kenal Meini sebagai orang yang aktif bergaul

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangMeini Hartoso dengan dibantu tongkat berjalan menuju kamarnya. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sejumlah warga Jalan Arjuna mengakui keluarga Meini Hartoso mudah bergaul dan kerap mengikuti acara-acara kampung. "Kalau pas kerja bakti, anak-anaknya juga sering ikut bersih-bersih dengan warga sekitar," kata Sujirman warga setempat. 

Sedangkan bagi para koleganya di komunitas legiun veteran Kota Semarang, sosok Meini merupakan wanita yang berpendirian kuat. Herman Joseph Soejani, teman yang didampuk sebagai Ketua Legiun Veteran Semarang menyatakan Meini Hartoso merupakan segelintir mantan pejuang yang masih eksis di Semarang.

"Dia salah satu mantan tentara pelajar. Setiap kita mengadakan acara, dia cukup aktif ikut berpartisipasi. Orangnya punya pendirian yang kuat sehingga dia selalu menonjol dari sekian banyak mantan pejuang yang masih aktif," tuturnya. 

6. Sejumlah anak mantan tentara pelajar masih sering bersilaturahmi

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangIlustrasi perang/konflik. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Marlien Masiroen, Ketua Keluarga Besar Tentara Pelajar Semarang mengatakan dirinya masih sering menggelar pertemuan dengan keluarga besar anggota Tentara Pelajar di Semarang untuk saling bersilaturahmi sekaligus memperkuat hubungan pertemanan.

"Rata-rata anggota kita berasal dari anak keturunan mantan Tentara Pelajar. Jumlahnya ada ratusan orang. Ayah saya yang bernama Masirun juga turut berjuang menjadi anggota tentara pelajar," paparnya.

Marlien saat ini menjadi salah satu ahli waris yang mengurusi Monumen Peluru di Kampung Tegal Kangkung Semarang.  Ia membenarkan bahwa di tempat itu menjadi saksi bisu pertempuran antara tentara pelajar dengan pasukan Belanda. Akibat peristiwa itu, seorang Tentara Pelajar bernama Moecharom gugur di Kali Kangkung. 

7. Tentara Pelajar jadi cikal bakal terbentuknya TNI

Meini, Kisah Pejuang Gerilya Indonesia Sembunyikan Dokumen PerangIlustrasi TNI. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Terpisah, Ketua Masyarakat Sejarahwan Jawa Tengah, Prof Wasino kepada IDN Times menyampaikan sebenarnya anggota tentara pelajar saat masa revolusi kemerdekaan menjadi bagian terpenting dalam perjuangan bangsa Indonesia. Sehingga banyak mantan tentara pelajar yang berjasa bagi Indonesia akhirnya diangkat menjadi pasukan militer secara resmi. Anggota tentara pelajar yang berasal dari siswa SMP dikenal punya tingkat kewibawaan tinggi. 

"Unsur Tentara Pelajar jadi segmen terpenting sebagai cikal bakalnya Tentara Nasional Indonesia. Selain itu, TNI juga dibentuk dari unsur anggota PETA, KNIL dan laskar-laskar masyarakat," terangnya.

Keberadaan Tentara Pelajar sebagai cikal bakal TNI itulah yang memunculkan jargon yang kerap disebut TNI dari rakyat bersama rakyat. Selepas revolusi kemerdekaan, katanya posisi anggota Tentara Pelajar punya kedudukan strategis di pemerintahan. Mereka ada yang jadi pangdam, bupati hingga walikota.

"Jargon TNI dari rakyat bersama rakyat tercetus karena ada unsur tentara pelajar yang menggerakan taktik gerilya. Maka banyak mantan anggota tentara pelajar yang jadi bupati sampai pangdam termasuk ada monumennya di Tugu Tentara Pelajar Mrican. Kebanyakan mereka punya jiwa korsa yang kuat. Mereka suka saling membantu satu sama lain," pungkasnya.

Baca Juga: Ditemukan di Barang Loak Semarang, Koran Terbitan Perang Dunia I Dijual Rp300 Ribu

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya