Niyta Ade Doktor IPB Termuda Asal Sragen, Sekolah Itu Asik

Ngaku gak ada waktu hiling

Nitya Ade Santi menjadi perbincangan baru-baru ini, pasangan Purwoto dan Sriyanti asal Dukuh Secang, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah tersebut berhasil meraih prestasi yang gemilang.

Di usianya yang ke 25 tahun, Nitya sudah meraih gelar doktor dari Istitut Pertanian Bogor (IPB).

Baca Juga: Masih Umur 25 Tahun, Nitya Ade Raih Gelar IPH IPB University Termuda

1. Tak pernah bermimpi jadi doktor.

Niyta Ade Doktor IPB Termuda Asal Sragen, Sekolah Itu AsikNitya Ade Santi lulusan doktor IPB termuda. (Dok/Istimewa)

Kepada IDNTimes Nitya menceritakan awal mula pendidikannya, ia mengatakan sejak masih duduk di bangku sekolah hingga SMA ia bersekolah di kota kelahirannya. Tercatat Nitya merupakan alumus di SDN Jetis 2 Sragen, SMPN 1 Sragen, dan SMAN 2 Sragen.

Berbeda dengan anak lainnya, Nitya mengaku masuk SD saat dirinya berusia 5 tahun kemudian ia lulus di usia 11 tahun. Kemudian Nitya mengambil kelas akselerasi di SMPN 1 Sragen dan lulus di usia 13 tahun. Dijenjang SMA Niyta sendiri lulus di usia 16 tahun dan langsung melanjutkan sekolah di IPB dengan mengambil program studi S1 Manajeman Hutan.

Ia mendapatkan beasiswa dari Toronto Foundation dan berhasil lulus S1 di usia 20 tahun, Nitya kemudian mengambil program S2 dan S3.

"Jadi di umur 21 aku lanjut S2 di umur 23 lulus S2, dan di umur 25 aku lulus S3. Nah mulai S2 ini karena sebelumnya aku gak ada kepikiran untuk S2 tapi dapat beasiswa jadi aku lanjut S2 dan ternyata sekolah itu asyik gitu," ujarnya saat dihubungi IDNTimes, Senin (25/07/2022).

2. Baru menemukan ritme belajar mulai masuk S2.

Niyta Ade Doktor IPB Termuda Asal Sragen, Sekolah Itu AsikNitya Ade Santi saat melakukan penelitian di Bouven Digoel, Papua. (Dok/Istimewa)

Nitya mengatakan, jika sejak dirinya duduk di bangku SD hingga S1 dirinya tidak pernah memiliki jam belajar yang pasti. Terlebih orang tuanya dulu tidak pernah menuntut dirinya untuk harus giat belajar dengan membaca buka dan lainnya.

"Aku tuh dulu waktu sekolah biasa itu jarang belajar, S1 juga jarang belajar. Tapi karena kan dulu aku memaknai konsep belajar itu ya pegang buku baca yang kayak gitu," ujar anak kedua dari dua bersaudara tersebut.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Namun, sejak dirinya masuk ke jenjang S2, Nitya baru menyadari metode belajar untuk dirinya sendiri. Ia kemudian membuat planning dan time schedule setiap harinya, hal ini dirasa Nitya membantu untuk memenuhi target belajar. Terlebih ia memiliki target untuk membaca 100 journal sebelum lulus S3.

"Jadi aku tuh selalu bikin planning untuk satu hari, jadi contohnya gini kemarin malam itu aku udah bikin konsep plan dari jam sekian sampai jam sekian itu ngapain, dari jam sekian ke jam sekian itu aku ngapain. Jadi ada time schedule sama aku berikrar men-challenge dari dosen juga aku harus baca 100 jurnal sebelum lulus," ujar Niyta yang sempat mengikuti pendidikan singkat di University of Gottingen Jerman.

3. Mengaku tak sempat hiling.

Niyta Ade Doktor IPB Termuda Asal Sragen, Sekolah Itu AsikNitya Ade Santi doktor termuda IPB. (Intagram @nityaad)

Mengejar target sebagai lulusan doktor, Nitya mengaku tidak memiliki waktu untuk berlibur. Bahkan saat memiliki waktu luang pun ia tetap memikirkan pekerjaan yang belum ia selesaikan.

"Jadi aku sering pakai remainder note gitu. Ada target sendiri jadi selalu punya time line baik itu time line harian mauapun time line bulanan, jadi gak ada waktu hiling nya, bahkan kalau hiling aja yang dipikirin tetap kerjaan," ungkap wanita yang hobbi bermain game tersebut.

4. Bercita-cita jadi guru besar.

Niyta Ade Doktor IPB Termuda Asal Sragen, Sekolah Itu AsikNitya Ade Santi saat melakukan penelitian di Jambi. (Dok/Istimewa)

Saat ini, Niyta bekerja sebagai tenaga ahli Indonesia Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Nitya menekuni bidang Geographic Informatioan System (GIS), Remote Sensing, Perencanaan Hutan, serta Pemantauan dan Inventarisasi Hutan.

Linier dengan bidangnya, Nitya ternyata bercita-cita menjadi guru besar atau profesor di usianya ke 35 tahun. Ia juga berkeinginan meneliti soal remote sensing. Yakni program citra satelite yang mempermudah untuk melakuakan monitoring suatu wilayah.

"Aku spelisasinya di citra salelit gitu jadi pengen kayak kegiatan-kegiatan monitoring yang dilakukan di hutan itu bisa dilakukan dengan jauh lebih mudah gitu jadi gak perlu monitoring harus ke Kalimantan gitu, jadi bisa dilihat dari citra satelit," jelasnya.

"Seumpama ada kebakaran, longsor, banjir gitu gak perlu harus datang dulu baru tahu yang terjadi itu apa, kan kita bisa tau memanfaatkan teknologi-teknologi yang sudah ada, sebenarnya dasarnya udah ada tapi perlu dioptimalkan dan lebih diimprove," imbunya.

Doktor termuda IPB asal Sragen itu juga berpengalaman sebagai asisten profesor dalam mengampu mata kuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Analisis Citra Digital untuk Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Perencanaan Hutan, Pengambilan Keputusan untuk Kehutanan.

Baca Juga: Cerita Nitya Ade Santi, Dari Sragen Raih Gelar Doktor Kehutanan IPB Usia 25 Tahun

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya