Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pelukan Suami dan Rujukan BPJS Kesehatan: Jalan Pulang Murni dari Jurang Depresi

Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental.jpeg
Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental. (Dok. IDN Times)
Intinya sih...
  • Murni mengidap bipolar disorder dan depresi sejak tinggal di Malang tahun 2016.
  • Keterbatasan asuransi swasta membuatnya sulit untuk berobat, namun suaminya memotivasi Murni untuk memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan.
  • Setelah mendapatkan layanan kesehatan mental dari BPJS Kesehatan, kondisi Murni membaik signifikan dan ia kembali menjalani hidup dengan semangat.

Suara mesin jahit berdentum pelan dari rumah kontrakan mungil di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Di dalam, Murni Nurani Atmawati(38) sedang fokus menyelesaikan pesanan busana muslim untuk pelanggan setianya. 

Siang itu, jemarinya yang terampil meluncur lembut di atas kain katun berwarna hijau daun, membentuk siluet gamis yang anggun.

Senyum tipis mengembang di wajahnya yang tenang. Sebuah pemandangan yang sulit ia bayangkan tiga tahun lalu, ketika pertama kali pindah dari Malang, Jawa Timur ke Jakarta.

"Dulu saya seperti zombie hidup. Bangun tidur sudah merasa lelah, makan tidak ada rasa, bicara dengan suami pun malas. Saya pikir itu hal biasa karena stres pindahan," kenang Murni sambil melipat kain hasil jahitannya.

Sejak tinggal di Malang tahun 2016, Murni mengaku mengidap gangguan bipolar (bipolar disorder) disertai episode depresi. Hari-harinya diwarnai kecemasan berlebih, emosi yang naik turun, dan pikiran kalut. 

Kala itu, Murni menganggapnya sebagai kelelahan mental biasa yang akan hilang dan bisa pulih dengan sendirinya.  

Puncaknya terjadi saat ia dan suaminya, Rizky Zakaria (41), pindah ke Jakarta pada pertengahan 2022 karena tuntutan pekerjaan.

Alih-alih sembuh, Murni justru makin terpuruk. Tiga bulan setelah menetap di ibu kota, gejala mentalnya kembali muncul dengan intensitas yang lebih tinggi. 

Ia kesulitan tidur, mudah tersinggung, kehilangan minat pada hal-hal yang dulu ia sukai, dan mulai mengisolasi diri dari lingkungan sosial--termasuk dari keluarga.

"Suami saya sampai bingung. Saya yang biasanya cerewet tiba-tiba diam. Diajak ke mal atau jalan-jalan, saya tolak. Bahkan keluarga sendiri saya jauhi dan saya marahi," katanya lirih kepada IDN Times, Selasa (10/6/2025).

Sebagai ibu rumah tangga, tekanan emosi tersebut makin terasa berat. Keinginannya untuk berobat pun terbentur pada keterbatasan asuransi swasta yang dimilikinya tidak mengakomodasi layanan kesehatan mental. 

Di sisi lain, ia menyimpan stigma terhadap layanan BPJS Kesehatan.

"Dulu saya pikir BPJS itu untuk orang miskin. Antrenya panjang, dokter seadanya, pelayanannya seadanya juga. Saya malu kalau harus pakai BPJS," tuturnya jujur.

Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental.jpeg
Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental. (Dok. IDN Times)

Menjelang tutup tahun 2022, kondisi Murni mencapai titik nadir. Ia mengalami serangan kecemasan (anxiety disorder), gangguan panik (panic attack), dan gejala bipolar yang makin mengganggu. Bahkan, ia sempat memiliki dorongan untuk menyakiti diri sendiri.

Melihat istrinya makin terpuruk, Rizky tidak tinggal diam. Ia berusaha mencari tahu lebih jauh mengenai layanan BPJS Kesehatan untuk pengobatan penyakit mental. Tujuannya hanya satu, ingin istrinya, Murni sembuh.

"Saya browsing, tanya teman kantor. Ternyata banyak yang bilang BPJS Kesehatan sekarang bagus dan bisa untuk layanan kejiwaan. Untuk penyakit mental, klaimnya tidak dibatasi, bisa konsultasi ke psikiater, terapi, dan obat pun ditanggung," akunya yang bekerja sebagai abdi negara.

Rizky terus memotivasi istrinya untuk mencoba memanfaatkan BPJS Kesehatan. Murni pun mulai mempertimbangkan permintaan tersebut.

"Suami saya bilang, 'Kita bayar iuran tiap bulan, kenapa tidak dimanfaatkan? Kesehatan mental itu penting.' Dia terus meyakinkan saya, kalau sekarang layanan BPJS sudah menyeluruh," cerita Murni.

Dorongan cinta Rizky akhirnya meluluhkan hati Murni. Tepatnya pada 13 Desember 2022, dengan langkah ragu, ia mendatangi Puskesmas Pondok Kelapa, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang terdaftar di BPJS Kesehatan.

Pengalaman pertama Murni tiba di puskesmas yang berlokasi di Duren Sawit itu langsung mengubah stigma yang melekat di pikiran dan sikap selama ini tentang layanan BPJS Kesehatan.

Dokter umum di puskesmas, dr Susi Salwati menyambut hangat Murni dengan penuh empati dan pemahaman terhadap kondisi gangguan mentalnya.

"Dokter bilang, 'Ibu tidak usah malu. Gangguan mental itu seperti penyakit fisik lainnya, bisa diobati dan disembuhkan. Yang penting Ibu mau berobat.' Kata-kata itu sangat menyentuh hati saya," aku perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah.

Proses administratif untuk mendapatkan rujukan pun jauh dari bayangannya. Ia hanya perlu menunjukkan kartu BPJS Kesehatan dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), lalu menjelaskan gejala yang dirasakan. 

Dalam waktu kurang dari 30 menit, surat rujukan sudah di tangan. Murni mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit (RS) Jiwa Islam Klender, Jakarta Timur.

Layanan yang Mengubah Stigma

Tangkapan layar informasi riwayat pelayanan di aplikasi JKN Mobile.jpeg
Tangkapan layar informasi riwayat pelayanan di aplikasi JKN Mobile milik Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental. (IDN Times/Dhana Kencana)

Kunjungan pertama Murni sepanjang hidup ke rumah sakit itu kembali mematahkan prasangka buruknya. Fasilitas rumah sakit yang bersih dan modern, termasuk keramahan para perawat sangat berbeda dari bayangan negatif yang selama ini ia miliki tentang layanan BPJS Kesehatan.

Yang paling mengejutkan Murni adalah kualitas pelayanan medis yang diterimanya. Dokter Friendy Ahdimar, psikiater yang menangani Murni, menunjukkan profesionalisme tinggi dalam melakukan assessment dan diagnosis. Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, tidak terburu-buru, dan dengan pendekatan yang humanis.

Oleh dokter, Murni didiagnosis mengalami gangguan depresi akut (major depressive disorder/MDD), yaitu kondisi mental yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan secara terus-menerus dan kehilangan motivasi untuk beraktivitas. Selain itu, muncul berbagai gejala emosional, kognitif, dan fisik yang mengganggu kehidupan sehari-harinya.

"Dokter Friendy sangat sabar mendengarkan keluhan saya. Ia tidak menghakimi, tidak menganggap saya lemah. Justru menjelaskan bahwa saya mengalami gangguan kecemasan dan depresi, dan itu bisa diobati. Malah diberikan tips dan motivasi-motivasi,” ungkapnya.

Pengalaman tersebut membuat Murni merasa lebih tenang dan bersyukur karena ia bisa mendapatkan layanan sekomprehensif itu tanpa harus khawatir soal biaya. Seluruh pengobatan, termasuk obat-obatannya selama satu bulan itu dan seterusnya, ditanggung penuh oleh BPJS Kesehatan.

“Obatnya gratis semua. Padahal kalau dihitung, totalnya (kalau beli sendiri) bisa sampai Rp2 juta per bulan. Saya juga bisa ngobrol dan konsultasi banyak dengan dokter, sehingga melegakan hati,” jelas Murni.

Salah satu hal yang paling ia syukuri adalah kemudahan layanan BPJS Kesehatan yang sudah terintegrasi. Misalnya penjadwalan janji temu dengan dokter yang bisa dilakukan secara daring melalui aplikasi Mobile JKN.

"Saya bisa booking lewat HP, lihat jadwal dokter, bahkan tebus obat di apotek rekanan BPJS. Tidak perlu antre panjang seperti yang saya bayangkan dulu," ujar Murni, yang baru pertama kali memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan.

Murni Nurani Atmawati yang menderita penyakit mental.jpeg
Murni Nurani Atmawati (kanan) berbincang-bincang dengan teman-temannya. (Dok. IDN Times)

Setelah hampir 20 bulan menjalani pengobatan, kondisi Murni membaik signifikan. Ia bisa tidur nyenyak, emosinya stabil, dan perlahan mulai menjalani hidup dengan semangat.

"Yang paling terasa, saya sudah bisa tidur enak. Dulu sering terbangun karena cemas. Sekarang, tidur sudah pulas. Itu kemajuan besar buat saya," ujarnya.

Yang tidak kalah penting adalah pulihnya kepercayaan diri Murni. Walaupun sebagai difabel mental, ia sudah berani keluar rumah, berinteraksi dengan tetangga, dan bahkan kini kembali merintis usaha jahit baju muslim dengan brand Nurania Fingers_ dari rumah. Usaha tersebut sempat mandek semenjak Murni mengalami penyakit mental yang tidak menentu tersebut.

Kini, usahanya yang mulai ia tekuni lagi setahun terakhir berkembang pesat. Dalam sebulan, rata-rata ia mampu menyelesaikan 15–20 potong pakaian dengan omzet Rp5–10 juta. Selain dapat membantu ekonomi keluarga, usaha itu menjadi bentuk terapi yang memperkuat rasa percaya diri dan tujuan hidup.

Di luar itu, Murni saat ini aktif menyuarakan pentingnya kesehatan mental, baik di media sosial maupun lingkungan sekitar. 

"Saya ingin orang tahu bahwa gangguan mental bukanlah kelemahan. Jangan takut mencari bantuan, apalagi dengan BPJS Kesehatan yang sangat membantu. Jangan tunggu parah. Saya berharap stigma negatif tentang kesehatan mental berkurang. BPJS Kesehatan adalah jembatan pemulihan yang sangat baik dan setara untuk semua kalangan," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us