Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Raja Solo Pakubuwono VI, Sekutu Belanda Pendukung Pangeran Diponegoro

Pakubuwono VI/Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia

Sri Susuhunan Pakubuwono VI merupakan raja Kasunanan Surakarta yang sudah memerintah sejak tahun 1823 hingga 1830. Beliau juga mendapatkan julukan sebagai Sinuhun bangun Tapa karena kesukaannya dalam melakukan tapa brata, yakni menahan hawa nafsu, berpantang pada hal-hal tertentu dan sejenisnya.

Riwayat hidup Pakubuwono VI ini bisa dikatakan sangat menarik karena dia memainkan peran ganda sebagai sekutu Belanda dan juga sekutu Pangeran Diponegoro. Untuk mengetahui seperti apa sejarah kehidupan Sri Susuhunan pakubuwono VI hingga akhir hayatnya, simak ulasannya di bawah ini.

Kehidupan awal Sri Susuhunan Pakubuwono VI

Pangeran Diponegoro,Tokoh Perlawanan Perang Diponegoro. (ikpni.or.id)

Nama asli Sri Susuhunan Pakubuwono VI adalah Raden Mas Sapardan dan dia merupakan putra dari pakubuwono V. Dia lahir pada tanggal 26 April 1807 dan naik tahta pada saat usianya menginjak 16 tahun tanggal 15 September 1823 setelah kematian ayahnya.

Diketahui Pakubuwono VI merupakan pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro yang saat itu sedang memberontak kepada Kesultanan Yogyakarta dan juga pemerintahan Hindia Belanda sejak 1825. Akan tetapi, Pakubuwono VI adalah seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda sehingga dia selalu menutupi persekutuan itu.

Menjadi agen ganda untuk Pangeran Diponegoro

ilustrasi kapal-kapal VOC (colonialvoyage.com)

Awal perseteruan Pangeran Diponegoro terjadi saat dia menolak menjadi raja Yogyakarta dan memilih keluar dari keraton. Sampai pada akhirnya Pangeran Diponegoro juga harus berurusan dengan kaum penjajah dan memancing peperangan terbesar melawan Belanda di tanah Jawa pada tahun 1825.

Dengan kondisi tersebut, Pakubuwono VI memutuskan bantu perjuangan Pangeran Diponegoro dengan diam-diam sambil menjaga hubungan dengan Belanda. Hal itu dilakukan agar keamanan istana dan rakyat Kasunanan Surakarta Hadiningrat tetap terjaga.

Pangeran Diponegoro sering menyusup ke Keraton Surakarta

Keraton Surakarta (instagram.com/justteana)

Baik Pakubuwono VI dan Pangeran Diponegoro sering bertemu beberapa kali yang menjelaskan bahwa kesanggupan raja Surakarta itu untuk membantu Pangeran Diponegoro.

Bahkan Pangeran Diponegoro sering menyusup ke Keraton Surakarta untuk bisa bertemu Pakubuwono VI.

Saat Belanda mulai curiga, mereka sempat bersandiwara dengan pura-pura berkelahi agar tidak ketahuan. Akting Pangeran Diponegoro pun berakhir dengan melarikan diri dari istana.

Alasan bantu Belanda nyatanya kirim pasukan untuk Diponegoro

Ilustrasi ketika pasukan marsose Belanda menyerang wilayah Samalangan, Bireuen, Aceh (Foto: Istimewa)

Pakubuwono VI masih berperan saat terjadinya Perang Jawa antara Belanda dengan Pangeran Diponegoro. Beberapa kali pasukannya dikirimkan dengan alasan membantu Belanda, namun hal yang terjadi malah pasukan itu bergabung dengan kelompok Pangeran Diponegoro secara diam-diam.

Perang Jawa tersebut berakhir pada tahun 1830 dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro melalui jebakan. Perang tersebut bahkan dianggap sangat melelahkan bagi Belanda karena banyak korban yang berjatuhan.

Penangkapan juru tulis keraton yang mengalami siksaan kejam

https://collectie.nederlandsfotomuseum.nl/

Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Makasar hingga wafat, Belanda mengincar Pakubuwono VI yang memang sudah mencurigakan, namun buktinya masih belum kuat. Akhirnya Belanda menangkap orang kepercayaan Pakubuwono VI bernama Mas Pajangswara sekaligus juru tulis keraton.

Pajangswara bungkam tentang informasi hubungan Pakubuwono VI dan Pangeran Diponegoro sampai dia pun tewas karena disiksa sangat kejam. Pada Juni 1830,

Pakubuwono VI berhasil ditangkap di Mancingan oleh Residen Yogyakarta Van Nes serta Letnan Kolonel B. Sollewijn.

Akhir hidup Pakubuwono VI dikabarkan meninggal karena pesiar, nyatanya ada bekas luka tembak

(Ilustrasi ditembak) IDN Times/Sukma Shakti

Setelah ditangkap, Pakubuwono VI diasingkan ke Ambon pada tanggal 8 Juli 1830 dan meninggal di sana pada 2 Juni 1849. Berdasarkan laporan resmi Belanda, Pakubuwono VI meninggal karena kecelakaan saat sedang pesiar di laut dan informasi itu dipercaya hingga bertahun-tahun.

Pada tahun 1957, jasad Pakubuwono VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yakni kompleks pemakaman keluarga keturunan Mataram. Saat digali, ditemukan bukti lain dengan adanya lubang pada bagian dahi di tengkorak Pakubuwono VI sehingga diperkirakan beliau meninggal karena luka tembak.

Pada tanggal 17 November 1964, Sri Susuhunan Pakubuwono VI ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no. 294 tahun 1964.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bandot Arywono
EditorBandot Arywono
Follow Us