Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Intinya sih...

  • Obrolan terbatas pada topik ringan, menghindari percakapan emosional atau pribadi.

  • Humor atau sarkasme digunakan sebagai pelindung dari pembicaraan sensitif atau rentan.

  • Mengutamakan kemandirian berlebihan, sulit membicarakan masa depan, dan lambat membangun kedekatan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam sebuah hubungan, cara seseorang membangun kedekatan emosional bisa sangat berbeda satu sama lain. Perbedaan ini sering dipengaruhi oleh gaya keterikatan, yaitu pola hubungan emosional yang terbentuk sejak masa kecil dan terbawa hingga dewasa. Salah satu gaya keterikatan yang sering bikin bingung pasangan adalah dismissive avoidant — atau gaya menghindar yang cenderung dingin dan tertutup secara emosional.

Orang dengan gaya ini sebenarnya bukan tidak butuh hubungan, tapi mereka merasa lebih aman dengan menjaga jarak. Mereka kerap menghindari kerentanan, tidak nyaman dengan keintiman, dan sulit terbuka tentang perasaan. Kalau kamu sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang seperti ini, mengenali tanda-tandanya sejak awal bisa membantumu memahami dinamika hubungan dengan lebih jernih.

Berikut enam tanda umum pasangan dengan gaya dismissive avoidant yang perlu kamu perhatikan.

1. Hanya mau ngobrol topik ringan

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Keira Burton)

Kalau setiap obrolan selalu sebatas basa-basi atau topik ringan, bisa jadi ini bukan kebetulan. Pasangan dengan gaya dismissive avoidant cenderung menghindari percakapan emosional atau terlalu pribadi. Mereka akan mengarahkan pembicaraan ke hal-hal sepele, seperti pekerjaan, cuaca, atau tren, dan jarang membahas perasaan atau pengalaman mendalam.

Ini bukan karena mereka tidak peduli, tapi karena membuka diri secara emosional terasa terlalu berisiko. Dengan menjaga pembicaraan tetap dangkal, mereka merasa lebih aman dan tetap “mengontrol” jarak emosional.

2. Humor atau sarkasme jadi tameng

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/RDNE Stock project)

Begitu pembicaraan mulai menyentuh hal yang sensitif atau rentan, mereka akan mengalihkan topik dengan lelucon atau sarkasme. Misalnya saat kamu membicarakan masa depan atau perasaanmu, mereka malah membalas dengan candaan ringan atau komentar sinis.

Cara ini berfungsi sebagai pelindung: mereka bisa menghindar dari perasaan yang terlalu dalam tanpa terlihat sepenuhnya menolak. Humor menjadi “perisai” untuk tidak terlalu terbuka.

3. Bangga dengan kemandirian berlebihan

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Timur Weber)

Orang dengan gaya seperti ini sangat menjunjung tinggi kemandirian. Mereka merasa lebih nyaman mengandalkan diri sendiri, bahkan dalam situasi yang biasanya membutuhkan dukungan pasangan. Sisi positifnya, mereka mandiri dan tidak suka membebani. Tapi di sisi lain, sikap ini bisa terlihat seperti menjauh secara emosional.

Mereka sering menekankan betapa mereka “baik-baik saja sendiri” atau “nggak butuh bantuan siapa pun”, yang bisa membuat pasangan merasa tidak dibutuhkan atau terpinggirkan.

4. Enggan membicarakan masa depan

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/RDNE Stock project)

Topik seperti rencana menikah, tinggal bareng, atau sekadar liburan berdua beberapa bulan ke depan sering bikin mereka gelisah. Mereka lebih nyaman hidup di saat ini tanpa harus membuat komitmen jangka panjang.

Kalau kamu mencoba mengajak mereka membicarakan masa depan, kemungkinan besar mereka akan mengalihkan, mengulur waktu, atau memberi jawaban samar. Ini bukan selalu karena mereka tidak tertarik padamu, tapi karena komitmen terasa mengancam kebebasan mereka.

5. Lambat membangun kedekatan

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Gustavo Fring)

Mereka tidak terburu-buru dalam membangun hubungan. Kalau orang lain mungkin cepat merasa dekat, tipe dismissive avoidant akan melangkah pelan, penuh perhitungan, dan sering tampak “dingin” di awal. Mereka butuh waktu lama untuk membuka diri dan memberikan komitmen yang lebih dalam.

Pendekatan yang lambat ini memberi mereka rasa kontrol dan membantu mereka menghindari risiko tersakiti atau kehilangan kebebasan. Namun, bagi pasangannya, ini bisa terasa seperti ditahan di “zona netral” tanpa kejelasan arah hubungan.

6. Selalu mengutamakan ruang pribadi

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/RDNE Stock project)

Bagi mereka, ruang pribadi itu harga mati. Mereka sering kali mendahulukan kebutuhan dan kenyamanan diri sendiri daripada pasangan. Misalnya, mereka butuh waktu sendiri yang panjang tanpa banyak komunikasi, atau lebih memilih fokus pada hobi dan rutinitas pribadi ketimbang menghabiskan waktu berdua.

Kalau tidak disikapi dengan komunikasi terbuka, sikap ini bisa menciptakan jarak emosional dan bikin pasangan merasa tidak dianggap prioritas.

Dampak positif dan negatif menjalin hubungan dengan pasangan yang dismissive avoidant

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/Timur Weber)

Setiap gaya keterikatan punya dua sisi — begitu juga dengan dismissive avoidant. Kalau kamu sedang atau pernah berhubungan dengan tipe ini, penting untuk memahami dampak positif dan negatifnya, supaya kamu bisa menilai hubunganmu dengan lebih objektif.

Dampak Positif

  1. Memberi ruang untuk tumbuh secara individu

    Karena mereka menghargai kemandirian, hubungan dengan pasangan tipe ini bisa membuatmu punya ruang untuk fokus pada diri sendiri, karier, atau hal-hal personal tanpa tekanan berlebihan.

  2. Jarang drama berlebihan

    Mereka cenderung tenang, rasional, dan tidak mudah terbawa arus emosi. Kalau kamu tipe yang juga butuh stabilitas emosional, ini bisa terasa menyenangkan.

  3. Mendorong kemandirian dalam hubungan

    Pasangan dismissive avoidant tidak suka bergantung secara emosional, sehingga kamu pun “terlatih” untuk tidak terlalu bergantung padanya. Dalam jangka panjang, ini bisa menumbuhkan rasa percaya diri dan self-sufficiency.

Dampak Negatif

  1. Sulit merasa benar-benar dekat

    Karena mereka menjaga jarak emosional, kamu bisa merasa kesepian meskipun sedang berada dalam hubungan. Komunikasi yang terlalu “dingin” bisa membuatmu bertanya-tanya tentang perasaan mereka sebenarnya.

  2. Risiko miskomunikasi tinggi

    Gaya komunikasi yang tertutup atau menghindar bisa menimbulkan salah paham, apalagi kalau kamu tipe yang terbuka atau cenderung anxious (cemas).

  3. Butuh energi ekstra untuk menjaga hubungan

    Kamu mungkin merasa harus terus berusaha menarik keluar dari “tembok emosional” mereka. Kalau tidak seimbang, hal ini bisa melelahkan secara mental dan emosional.

Mengenali tanda-tanda ini bukan berarti kamu harus langsung menghakimi pasanganmu. Banyak orang dengan gaya dismissive avoidant tidak sadar sepenuhnya akan pola perilaku mereka.

Kalau kamu sedang menjalin hubungan dengan tipe ini, kunci utamanya adalah pemahaman dan komunikasi terbuka. Dengan saling mengenali kebutuhan emosional, hubungan bisa berkembang ke arah yang lebih sehat—meskipun butuh waktu dan kesabaran ekstra.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team