Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Hubungan baik-baik saja bisa menyebabkan selingkuh karena terlalu nyaman hingga kehilangan percikan hubungan.

  • Selingkuh bisa berasal dari masalah personal individu yang mencari validasi dari luar, bukan kesalahan pasangan.

  • Orang bisa tergoda untuk selingkuh karena ingin merasa diinginkan oleh orang lain dan tidak siap dengan cinta yang stabil dan dewasa.

Banyak orang berpikir selingkuh cuma terjadi ketika hubungan sudah di ujung tanduk, saat hubungan udah penuh pertengkaran, saling diam-diaman, atau udah nggak saling cinta. Tapi faktanya, nggak sedikit kasus selingkuh yang justru terjadi saat hubungan kelihatan adem-ayem, baik-baik aja, bahkan katanya lagi ada di fase mesra-mesranya. Tapi, kok bisa?

Kalau kamu pernah mengalami atau melihat orang lain yang mengalami hal serupa, kamu juga mungkin bingung dan mulai mempertanyakan apa salahmu. Nah, ternyata, ada beberapa alasan kenapa perselingkuhan bisa terjadi bahkan di fase paling tenang dalam sebuah hubungan, lho. Yuk, simak alasannya berikut ini!

1. Terlalu nyaman sampai-sampai 'losing the spark'

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Setiap hubungan pasti akan sampai di fase stabil. Di fase ini, nggak ada lagi drama-drama kayak waktu awal jadian dulu, udah saling tahu sifat masing-masing, dan udah settle sama rutinitas. Ini hal baik. Tapi, buat sebagian orang, fase ini justru bikin mereka merasa "kosong". Perasaan kosong ini bukan karena nggak bahagia, tapi karena udah losing the spark atau kehilangan sesuatu yang bikin jantung berdebar. Rasa 'baru' yang dulu bikin semua terasa seru, sekarang perlahan memudar dan tergantikan rutinitas yang itu-itu aja.

Sayangnya, alih-alih mencoba membangun kembali percikan dalam hubungan, misalnya dengan mencoba aktivitas baru bersama, deep talk, atau memperbaiki kualitas keintiman, beberapa orang malah memilih mencari sensasi dari luar hubungan. Mereka rindu perasaan "ditaksir", rindu kenalan baru, atau cuma ingin tahu gimana rasanya dicintai orang lain lagi. Jadilah hubungan yang sebenarnya baik-baik aja, justru diwarnai pengkhianatan.

2. Yang bermasalah bukan hubungannya, tapi diri sendiri

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)

Nggak semua orang yang selingkuh melakukannya karena pasangannya salah. Banyak banget kasus selingkuh yang ternyata akarnya berasal dari masalah personal, seperti trauma masa kecil, rasa rendah diri, atau kebutuhan akan validasi yang nggak ada habisnya. Jadi, meskipun hubungan terasa ideal dan pasangan sudah memberikan cinta, perhatian, dan dukungan sepenuh hati, orang ini tetap merasa "kurang".

Kenapa? Karena yang mereka cari bukan dari luar, tapi dari dalam. Mereka pengin diakui, ingin merasa berharga, ingin tahu kalau masih ada orang lain yang tertarik pada mereka. Jadi walaupun pacarnya udah super supportive, mereka tetap ngerasa hampa. Ketika ada orang lain yang datang dengan pujian dan perhatian, mereka gampang goyah. Padahal, bukan pasangannya yang gagal, tapi mereka sendiri yang belum tuntas berdamai dengan dirinya.

3. Ingin bukti masih laku dan diinginkan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)

Selingkuh juga bisa muncul dari rasa penasaran yang absurd tapi benar adanya, seperti rasa penasaran apa masih ada yang naksir atau enggak. Banyak orang yang sebenarnya nggak punya niat selingkuh dari awal, tapi saat ada orang baru yang ngasih perhatian lebih atau mulai flirting, mereka jadi tergoda untuk "menguji pasar". Tujuannya bukan karena beneran jatuh cinta sama orang baru, tapi sekadar pengin tahu apakah dia masih menarik di mata orang lain atau tidak.

Sayangnya, rasa penasaran semacam ini bisa berujung panjang. Dimulai dari chat kecil-kecilan, terus ketemuan, dan tahu-tahu udah masuk wilayah abu-abu yang susah ditarik mundur. Keinginan buat merasa diinginkan oleh orang lain kadang lebih besar daripada kesetiaan pada pasangan yang sebenarnya nggak salah apa-apa. Dan yang menyedihkan, semuanya terjadi tanpa alasan yang masuk akal selain ego yang nggak puas.

4. Nggak siap dengan cinta yang stabil dan dewasa

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Ada orang-orang yang memang adiktif terhadap fase awal hubungan, yaitu fase yang penuh kejutan, lika-liku, dan emosi naik turun. Fase yang bikin deg-degan setiap kali ada notifikasi chat, yang bikin nunggu balasan pesan jadi bikin jantung balapan. Tapi setelah hubungan masuk ke fase lebih tenang, mereka jadi ngerasa flat. Padahal ini fase yang seharusnya dirayakan, karena artinya hubungan udah sampai tahap nyaman dan stabil.

Sayangnya, sebagian orang justru mundur di fase ini. Mereka nggak siap menjalani cinta yang dewasa, cinta yang nggak melulu berbunga-bunga, tapi lebih ke arah kompromi, komitmen, dan pertumbuhan bersama. Dan karena mereka belum sampai di tahap kedewasaan emosional yang cukup, mereka kembali mencari cinta yang serba awal: yang seru, yang belum pasti, yang penuh kejutan. Meski harus mengkhianati cinta yang sudah mereka bangun.

5. Tergoda saat nggak lagi waspada

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Godaan itu sering datang diam-diam, dan seringnya muncul justru saat semuanya terasa aman. Misalnya, kamu udah percaya penuh sama pasangan, ngerasa dia nggak bakal macem-macem, udah kenal keluarganya, udah punya rencana masa depan bareng. Nah, justru di saat itulah orang bisa lengah. Mereka jadi nggak waspada, nggak menjaga batasan, dan ngerasa semua aman-aman aja.

Saat ada orang baru yang muncul, entah itu teman kantor, mantan yang tiba-tiba muncul di DM, atau kenalan yang terus ngajak ngobrol, beberapa orang jadi menikmati perhatian itu. Mereka ngerasa itu nggak berbahaya, toh cuma ngobrol. Tapi obrolan yang awalnya receh bisa jadi candu. Dikit-dikit cari alasan buat balas chat, mulai senyum sendiri, lalu makin terlibat. Dan tanpa sadar, perselingkuhan itu dimulai dari hal sekecil itu.

6. Selingkuh secara emosional

ilustrasi pasangan (freepik.com/freepik)

Nggak semua selingkuh harus dimulai dari hubungan fisik. Ada yang jauh lebih rumit: selingkuh emosional. Ini terjadi saat seseorang mulai memberikan ruang dalam hatinya untuk orang lain, biasanya lewat curhat, obrolan panjang, atau rasa nyaman yang makin tumbuh. Mereka mulai membandingkan orang ini dengan pasangannya sendiri, mulai lebih excited ngobrol dengan orang luar daripada pasangan sahnya.

Yang bikin ini berbahaya adalah karena awalnya kelihatan nggak salah. Mereka nggak pegang tangan, nggak jalan berdua, nggak ngapa-ngapain secara fisik. Tapi isi kepalanya udah bukan tentang pasangannya lagi. Dan kadang, selingkuh yang emosional ini justru lebih menyakitkan daripada yang fisik, karena hati udah terlanjur nggak di tempatnya lagi dan perasaannya juga mungkin udah terlanjur hilang.

Jadi, meskipun hubungan terasa baik-baik aja di permukaan, bukan berarti semuanya aman tanpa celah. Justru di titik nyaman itu, komitmen dan komunikasi harus dijaga lebih kuat. Karena cinta bukan soal indahnya awal, tapi soal bagaimana kita memilih untuk tetap tinggal, meski godaan datang bertubi-tubi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team