Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

75 Tahun Diplomasi, Indonesia dan China Siap Gaspol Transisi Energi dan Ekonomi Hijau

Ilustrasi transisi energi dengan solar panel (pexels.com/Los Muertos Crew)
Ilustrasi transisi energi dengan solar panel (pexels.com/Los Muertos Crew)
Intinya sih...
  • Indonesia dan China fokus pada transisi energi bersih dan pengembangan ekonomi hijau dalam kerja sama diplomatik yang memasuki usia ke-75 tahun.
  • Kerjasama antara kedua negara meliputi produksi sel dan modul surya, pemasangan PLTS, penelitian teknologi PLTS tropis, dukungan pembiayaan hijau, serta kerjasama perdagangan karbon.
  • Tantangan utama pengembangan energi surya adalah sifatnya yang intermiten, namun teknologi penyimpanan energi semakin canggih dan dapat menopang sistem listrik nasional.

Semarang, IDN Times - Memasuki usia ke-75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan China, arah kerja sama kedua negara kini mengarah ke isu global yang tak bisa ditunda lagi: transisi energi bersih dan pengembangan ekonomi hijau. Hal ini ditegaskan dalam forum High-Level Dialogue: Advancing Indonesia–China Cooperation on Clean Energy and Green Development yang digelar di Beijing, Selasa (10/6/2025).

Acara yang diinisiasi Institute for Essential Services Reform (IESR) dan didukung Kedutaan Besar RI di China, BRI Green Development Coalition (BRIGC), World Resources Institute (WRI) China, serta Chinese Renewable Energy Industries Association (CREIA), mendorong agar dua negara besar Asia ini memimpin transformasi energi global.

1. Memanfaatkan potensi teknis energi terbarukan

Ilustrasi transisi energi. (Dok. PLN)
Ilustrasi transisi energi. (Dok. PLN)

Sebagai dua negara dengan perekonomian besar dan jejak karbon yang signifikan, Indonesia dan China diharapkan menjadi teladan negara berkembang dalam menghadapi krisis iklim.

“Kita punya tanggung jawab moral dan strategis untuk menunjukkan bahwa transisi energi tak hanya mungkin, tapi juga menguntungkan,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam keterangan resminya.

Ia menjelaskan, Indonesia memiliki potensi teknis energi terbarukan lebih dari 7.700 gigawatt (GW)--dua kali lipat dari data resmi pemerintah. Adapun, energi surya adalah penyumbang terbesar potensi tersebut.

Bila dimanfaatkan dengan optimal melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan teknologi penyimpanan energi (energy storage), Fabby optimistis Indonesia bisa mendekarbonisasi sektor kelistrikan secara hemat biaya dan cepat.

2. Ada partnership Indonesia dan China untuk transisi energi

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)

Fabby mengusulkan inisiatif China–Indonesia Solar Partnership untuk mendorong transfer teknologi, elektrifikasi kawasan terpencil, dan manufaktur lokal.

Isi utama inisiatif itu meliputi:

  • Produksi sel dan modul surya generasi terbaru di Indonesia

  • Pemasangan PLTS dan BESS (Battery Energy Storage System) untuk menggantikan pembangkit diesel (PLTD), terutama di wilayah kepulauan

  • Penelitian bersama untuk teknologi PLTS tropis yang cocok dengan kondisi iklim Indonesia

  • Dukungan pembiayaan hijau dan pengembangan rantai pasok surya terintegrasi

  • Kerja sama perdagangan karbon dan sertifikasi pengurangan emisi dari proyek PLTS skala besar.

“Kemitraan (China dan Indonesia) ini akan jadi peluang emas bagi Indonesia untuk membangun industri hijau sebagai motor pertumbuhan ekonomi masa depan,” ucap Fabby.

Salah satu tantangan utama pengembangan energi surya adalah sifatnya yang intermiten atau tidak selalu tersedia sepanjang waktu. Namun menurut Fabby, negara-negara seperti China, India, dan Australia sudah membuktikan bahwa hal itu bisa diatasi.

Saat ini, teknologi baterai lithium-ion, sodium-ion, hingga solid-state makin terjangkau dan efisien. Di sisi lain, teknologi pumped hydro storage dan hidrogen mulai dilirik sebagai solusi jangka panjang.

“Dengan penyimpanan energi yang semakin canggih, PLTS dan turbin angin kini bisa diandalkan untuk menopang sistem listrik nasional,” lanjutnya.

3. China jadi mitra strategis Indonesia

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)

Wakil Kepala Perwakilan RI di Beijing, Parulian Silalahi menekankan, transisi energi bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal ekonomi dan ketenagakerjaan.

“Trina Solar dari China dan SEG Solar dari Amerika Serikat sudah mulai bangun pabrik panel surya di Jawa Tengah. Artinya, peluang ini nyata,” ujar Parulian.

China, menurutnya, punya peran penting bukan hanya sebagai pemasok, tapi sebagai mitra strategis dalam membangun rantai pasok energi bersih di dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Eksekutif BRI Green Development Institute, Zhang Jianyu, menekankan pentingnya kolaborasi negara berkembang dalam menghadapi krisis iklim global.

“Kita harus terbuka terhadap kerja sama global tanpa batas. Perusahaan seperti JA Solar, Trina Solar, dan Jinko Solar sudah terbukti menjadi pemain penting di dunia surya,” ucap Zhang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us