Sejumlah panel surya tampak terpasang di atas atap pabrik PT Pokphand di Salatiga. (IDN Times/Dok Humas Pokphand Indonesia)
CEO IESR, Fabby Tumiwa menyatakan, industri fotovoltaik Global sedang berkembang pesat seiring dengan meningkatnya komitmen negara-negara di dunia terhadap net zero emissions (NZE). Sayang, rantai pasok industri PLTS di dalam negeri saat ini masih didominasi oleh China.
Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia harus bergerak cepat mencari celah untuk masuk sebagai pemain regional yang kompetitif.
“Negara-negara Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin kini mencari alternatif rantai pasok fotovoltaik dengan efisiensi logistik sebagai kunci. Indonesia yang berada di jantung Asia Tenggara memiliki posisi geografis strategis dan sumber daya yang mendukung untuk menjadi pusat produksi PLTS kawasan,” katanya dilansir keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).
Fabby ikut menyoroti pengembangan industri PLTS domestik bukan hanya soal ketahanan energi, tapi juga peluang ekonomi jangka panjang. Ekspor modul surya dan teknologi energi bersih berpotensi menjadi pengganti pemasukan dari batu bara yang makin ditinggalkan dunia.
Jika semua langkah tersebut diintegrasikan dalam satu konsorsium nasional, Ia meyakini Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri surya global, bukan hanya sebagai pasar, tapi juga produsen dan pengekspor teknologi.
“Dengan visi yang jelas, potensi sumber daya yang besar, dan strategi pembangunan industri yang komprehensif, Indonesia punya semua modal untuk jadi kekuatan energi terbarukan di Asia dan dunia,” ucap Fabby.