Semarang, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kinerja APBN di Jawa Tengah hingga akhir Agustus 2025 menunjukkan capaian positif. Dengan realisasi pendapatan dan belanja yang terjaga seimbang, APBN berhasil menopang pertumbuhan ekonomi daerah, menjaga stabilitas harga, serta memperkuat fondasi pembangunan di Jawa Tengah.
APBN di Jateng Surplus Rp4,43 T, Inflasi di Rembang Tinggi: Ini Rinciannya

Intinya sih...
Inflasi tertinggi di Rembang, Jawa Tengah tumbuh 5,28 persen, kontribusi terhadap perekonomian Jawa mencapai 14,43 persen.
APBN dan APBD di Jateng surplus Rp4,43 triliun, realisasi pendapatan negara mencapai Rp71,73 triliun atau 55,31 persen dari target.
Fokus pada perumahan rakyat dan UMKM dengan realisasi 14.244 unit rumah dari target 20.000 unit serta penyaluran KUR di Jawa Tengah mencapai Rp30,48 triliun untuk 590.316 debitur.
1. Inflasi terendah ada di Kota Solo
Berdasarkan data resmi, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,28 persen (year-to-year/y-o-y) pada Triwulan II 2025, melampaui rata-rata nasional sebesar 5,12 persen. Secara kuartalan, pertumbuhan tercatat 1,87 persen (quarter-to-quarter/q-t-q) dan menjadi yang tertinggi di Pulau Jawa.
Kontribusi Jawa Tengah terhadap perekonomian di Pulau Jawa mencapai 14,43 persen sehingga menempatkan provinsi itu di posisi keempat terbesar di Indonesia.
Sementara inflasi tetap terkendali di angka 2,48 persen (year-to-year/y-o-y), dengan inflasi tertinggi di Kabupaten Rembang (2,82 persen) dan terendah di Kota Surakarta (2,09% persen).
Indikator kesejahteraan masyarakat juga menunjukkan perbaikan. Tingkat kemiskinan turun menjadi 9,48 persen atau setara 3,37 juta jiwa. Rasio gini membaik ke angka 0,359, sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2025 berada di 4,33%, lebih rendah dibanding nasional (4,76 persen).
“Capaian positif tersebut menegaskan bahwa APBN tetap menjadi instrumen utama dalam melindungi masyarakat sekaligus mendorong pembangunan daerah,” tulis Kemenkeu Jateng dilansir keterangan resminya yang diterima IDN Times, Jumat (3/10/2025).
2. APBN dan APBD di Jateng surplus
Kemenkeu Jateng juga mencatat, hingga Agustus 2025, realisasi pendapatan negara di Jawa Tengah mencapai Rp71,73 triliun atau 55,31 persen dari target Rp129,69 triliun. Adapun rinciannya sebagai berikut:
Penerimaan pajak: Rp29,37 triliun (50,20 persen)
Bea dan cukai: Rp36,97 triliun (56,63 persen)
PNBP: Rp5,38 triliun (91,46 persen).
Di sisi belanja, APBN telah mengucurkan Rp67,30 triliun (62,17 persen), terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga Rp19,57 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) Rp47,73 triliun. Kondisi itu membuat APBN di Jawa Tengah surplus Rp4,43 triliun.
APBD Jawa Tengah juga mencatat tren serupa. Hingga Agustus 2025, pendapatan daerah mencapai Rp73,43 triliun, dengan TKD menyumbang 64,99 persen.
Belanja daerah Rp59,10 triliun menghasilkan surplus Rp14,33 triliun. Surplus tersebut memperkuat kapasitas fiskal untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program prioritas daerah.
3. Fokus pada perumahan rakyat dan UMKM
Sementara itu, dukungan APBN terlihat nyata dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Jawa Tengah menempati peringkat kedua nasional dengan realisasi 14.244 unit rumah dari target 20.000 unit yang tersebar di 934 lokasi dan melibatkan 622 pengembang serta 14 bank penyalur.
Selain itu, pemerintah memperkuat pembiayaan bagi pelaku usaha kecil dan mikro. Hingga Agustus 2025, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Tengah mencapai Rp30,48 triliun untuk 590.316 debitur. Kabupaten Pati mencatat penyaluran terbesar Rp1,87 triliun. Sementara Kredit Ultra Mikro (UMi) mencapai Rp785,15 miliar untuk 154.604 debitur, dengan realisasi terbesar di Kabupaten Brebes Rp59,96 miliar.
Penyaluran KUR dan UMi diklaim tidak hanya memberi tambahan pembiayaan, tetapi juga mendorong daya saing produk lokal, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat UMKM.
4. Stabilitas terjaga meningkatkan optimisme
Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2025 tercatat di angka 108,5, menandakan optimisme masyarakat tetap tinggi.
Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) naik ke 116,35 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) meningkat menjadi 99,79, menegaskan penguatan sektor riil di pedesaan dan pesisir.
Sejumlah isu strategis turut memengaruhi fiskal Jawa Tengah. Mulai dari optimalisasi penerimaan pajak melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pengawasan bea cukai dengan teknologi X-Ray, hingga perluasan konektivitas internasional melalui Bandara Ahmad Yani Semarang dan Adi Soemarmo Solo.