ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Di bulan Maret kita setuju nyawa nomor satu sementara ekonomi tidak menjadi prioritas. Namun hingga saat ini tanda-tanda pandemik mengalami kurva menurun kok tidak ada, tidak melandai malah cenderung naik. Saya berpendapat bahwa gak mungkin lagi sekarang saling menegasikan, nyawa first ekonomi nomor dua atau sebaliknya gak bisa juga. Dua-dua rupanya harus jalan, nyawa penting tapi kegiatan ekonomi di situasi sekarang ini sangat penting.
Yang tercover oleh pemerintah seperti BLT dan sebagainya itu sangat kecil, sebagian kecil dari masyarakat kita. Di atas level itu saya rasa banyak sekali yang tidak mendapatkan perhatian, karena ketidakcukupan dana dan lain-lain. Oleh karena itu harusnya dari awal policy itu satu dari presiden ke seluruh wilayah ke gubernur maupun pihak terkait.
Kadangkala kalau kita membaca mass media atau di social media waktu Maret-April banyak pejabat yang memiliki pandangan yang berbeda-beda, memiliki opini yang berbeda. Minggu ini kita juga menghadapi hal yang sama. Satu sisi ada gubernur yang mengatakan kita cabut kembali masa transisi ini dan kita kembali ke normal ketat atau PSBB, tapi salah satu menteri mengatakan tidak bisa.
Ini berat secara ekonomi, jadi desain-desain pemulihan ekonomi yang tidak satu komando itu bagi kita di kampus bermasalah, yang mau diikuti siapa? semuanya kalau dalam kondisi darurat seperti sekarang ini harusnya satu komando, tidak perlulah semua orang mencari panggung untuk diri sendiri.
Kita tidak menuduh orang perorang tapi komando itu satu, di daerah juga demikian di pusat komando itu satu, kalau tidak nanti satu daerah hijau kemudian jadi kuning dan tiba-tiba jadi merah lagi dan seterusnya, terus ya gimana? tidak ada kesatuan kita akan lockdown, let say lah PSBB misalnya, tapi misalnya harus ada timeline yang jelas sampai kapan kita seperti ini dan nextnya akan seperti apa.
Kalau tidak ada policy satu komando jadinya penanganan COVID-19 ini mendasarkan pada kreativitas dan inovasi dari masing-masing entitas RT, RW sebagian melockdown jalannya sendiri ada RW yang lain marah dan melakukan hal yang sama, semua orang ada unsur-unsur curiga. Ini tidak hanya soal nyawa tapi juga sosial dan ekonomi yang merembet ke ada gesekan-gesekan di masyarakat nantinya bakal merembet ke keamanan.
Orang atau komunitas yang insecure dan tidak nyaman dia akan melakukan tindakan-tindakan yang melindungi diri sendiri, bukan karena tidak suka dengan orang lain tapi bagian dari self protection diri sendiri.
Secara umum kebijakan pemerintah kita berharap itu tetap one command untuk one country bahwa di satu daerah ada variasinya tetapi harus jelas bahwa satu komando. Cukup satu orang menjadi humas untuk negara ini dan dia diberi kewenangan menyampaikan informasi, kalau tidak bakal menjadi liar.
Semua orang punya pendapat, setiap orang merasa pakar seperti disampaikan oleh Tom Nichols dalam bukunya the death of of expertise matinya kepakaran semua orang yang tidak pakar tidak usah sekolah sampai S3 sampai doktor berpendapat, ada artis berpendapat, yang tidak ada kompetensi teknisnya berpendapat dan celakanya banyak followernya sehingga policy-policy ini tidak berjalan baik. Karena semua orang berpendapat semua orang punya kanal untuk menunjukkan eksistensinya dan bagi masyarakat yang tidak dapat mencerna mana informasi yang benar mana yang agak meragukan menjadi semua ditelan karena kita hidup di rimba informasi luar biasa.
Kritik utamanya satu komandonya tidak kelihatan, harusnya masing-masing pihak menahan diri karena kita hidup di era darurat kalau di era darurat itu orang butuh keyakinan akan kepastian, nah disaat itu orang akan mencari-cari sendiri dan informasi dari manapun yang datang akan ditelan oleh karena itu kualitas dan kuantitas informasi dan one command itu yang kita harapkan.
Jateng secara umum tidak ada PSBB tapi ini kan coveragenya seluruh Indonesia Jateng termasuk di dalamnya, kalau kita melihat kuartal 2 kita sudah minus 5,94 persen dari kuartal 1 dimana kita masih tumbuh 2,6 persen saya rasa kita ada masalah. COVID-19 masih tinggi tingkat pengangguran mulai tinggi kemudian tingkat pertumbuhan ekonomi di Jateng juga minus 5,94 di kuartal kedua.
Betul tidak ada PSBB atau lockdown tetapi pembatasan fisik ini ternyata berdampak sangat serius pada ekonomi Jawa Tengah, jadi secara umum ya perlu langkah-langkah banyak untuk secara bersama-sama mengatasi ini. Berdasarkan survey BPS Jateng termasuk terbanyak di peringkat ketiga jumlah PHK, setelah Jawa Timur, Jawa Barat kemudian Jawa Tengah. Berarti dalam waktu yang tidak lama akan banyak pengangguran-pengangguran baru di Jawa Tengah karena COVID-19 ini.