Makanan cumi item UMKM Rasa yg Berkah siap santap di Demak. (IDN Times/Dhana Kencana)
Tantangan terbesar Fiya justru bukan pada distribusi, melainkan stigma dan stereotipe mengenai makanan tersebut. Bagi sebagian orang, cumi hitam identik dengan teksturnya yang alot dan amis.
Dini (33), salah satu pelanggan tetap produk Fiya. Ibu rumah tangga yang tinggal di Tangerang Selatan itu mengaku dulu kedua anaknya, Yuning (6) dan Kayis (4) menghindari untuk mengonsumsi cumi-cumi.
“Dulu anak saya tidak suka sama sekali, apalagi cumi hitam, karena seringnya makan alot dan amis. Coba (cumi item) punya mbak Fiya ini beda. Cuminya segar dan bersih. Biasanya kan tulang sama gigi cumi tidak dibersihkan, jadinya gak nyaman,” katanya saat dihubungi IDN Times, Minggu (5/11/2025).
Dini rutin memesan dua kilogram setiap bulan. Kedua anaknya yang dulu menolak dan tidak menyukai makanan cumi-cumi, sekarang justru menagih.
“Saya tanya (ke mbak Fiya), pakai bahan apa saja? Masaknya bagaimana? Ternyata pakainya juga bahan organik, bumbu rempah, tidak aneh-aneh, dan yang penting bisa mengolahnya. Akhirnya saya jadi langganan tetap. Soalnya ada juga kan yang gak enak karena ternyata pakai formalin atau tidak segar cumi-cuminya,” akunya.
Strategi Fiya yang mengutamakan bahan organik, bumbu sederhana, dan proses masak yang tepat sukses membuat cumi hitam tampil sebagai makanan rumahan yang bersih dan bisa diterima lidah anak-anak.
“Enak, cuminya, suka. Empuk,” ujar Yuning.
Untuk diketahui, cumi-cumi termasuk sumber protein laut yang bergizi tinggi. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Diah Anggraini Wulandari, mencatat, cumi-cumi mengandung protein sekitar 15–20 persen, kaya asam amino esensial dan nonesensial, serta mineral seperti natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan selenium.
Dalam kajiannya di jurnal Oseana Volume XLIII, Diah menekankan, tinta cumi juga mengandung senyawa alkaloid dan melanin yang berpotensi sebagai antiinflamasi, antihipertensi, antidiabetes, hingga antikanker. Meski demikian, banyak masyarakat yang belum mengetahui manfaat tersebut sehingga konsumsi cumi dan produk laut lain kalah populer dibanding daging ayam dan telur.
“Kurangnya informasi soal gizi dan manfaat cumi-cumi membuat sebagian orang enggan mengonsumsi. Padahal justru bisa menjadi sumber protein hewani yang baik,” tulis Diah.
Fiya memanfaatkan ruang dialog dengan pelanggan untuk mengisi celah informasi itu.
“Saya ikut mengedukasi (pembeli) soal stereotipe dan stigma cumi hitam. Yang karena alot, amis, jijik, kolesterol, dan masih banyak lagi. Alhamdulillah, pelan-pelan mereka melek literasi gizi dan ikut cerita (getok tular) ke orang lain juga,” kata Fiya.
Dokter ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen menjelaskan, makanan seafood seperti cumi-cumi sejatinya mengandung kolesterol. Meski demikian, lemak jenuh yang terkandung pada makanan tersebut sedikit.
“Itu sebabnya orang-orang di Jepang juga makan seafood, makan segala macam, ada cumi-cumi, udang, tapi cara masaknya beda sama kita. Kalau kita (di Indonesia) cumi goreng tepung, udang saus mentega," katanya dikutip dari instagram pribadinya, @drtanshotyen, Sabtu (8/11/2025).