ilustrasi blibli (IDN Times/Besse Fadhilah)
Gagasan ekonomi sirkular yang diterapkan Blibli Tiket menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sampah yang masih menjadi isu serius di dunia, termasuk Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah per tahun, dengan tingkat daur ulang yang masih rendah, sekitar 10 persen.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM sekaligus pakar ekonomi sirkular, Luluk Lusiantoro, S.E., M.Sc., Ph.D., dalam laman resminya menekankan pentingnya mengubah mindset semua pihak dalam mengelola sampah.
"Ketika berbicara soal sampah, perlu dilihat dari perspektif sistem. Tidak hanya tentang sampah di jalanan atau TPA, tetapi bagaimana pengelolaan dan output-nya sehingga tidak menyisakan sampah lagi," jelasnya di Kampus FEB UGM, Kamis (21/3/2024).
Luluk menjelaskan bahwa makna dari ekonomi sirkular adalah sampah yang dihasilkan dari konsumsi kembali ke produksi, sehingga tidak ada sampah yang terbuang. Hal itu bisa dimulai dengan memilah sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dari sumbernya, baik di level rumah tangga maupun industri, termasuk oleh perusahaan seperti Blibli Tiket.
"Jika ingin dikelola dengan baik, harus memilah sampah dari sumbernya; itu dasar utamanya," tuturnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan perlunya edukasi dan insentif untuk mendorong perubahan perilaku dalam memilah sampah, baik di rumah tangga maupun industri. Menurutnya, dari perspektif ekonomi sirkular atau rantai pasok, sistemnya tidak hanya tentang pengelolaan sampah, tetapi juga tanggung jawab produsen atas sampah yang dihasilkan produknya.
"Produsen bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan bahkan setelah produk dikonsumsi oleh konsumen, mengembalikannya ke sistem produksi," aku Luluk.
Bambang Brodjonegoro dalam Diskusi "RAPBN 2024/2025, Modal Pemerintahan Prabowo" by IDN Times di Gedung IDN HQ pada Jumat (16/8/2024). (IDN Times/Jihan A'liifah)
Pakar Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Regional, yang juga mantan Menteri Keuangan, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D., menyatakan bahwa dunia saat ini gencar menyoroti keberlanjutan dalam segala aspek. Salah satunya mengenai ekonomi sirkular.
Dalam ekonomi sirkular, nilai dan umur suatu produk dimaksimalkan untuk mencegahnya berakhir sia-sia di TPA melalui tahapan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery).
"Ekonomi sirkular tidak hanya memberikan kesempatan untuk aktivitas ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan, tetapi juga membawa dampak langsung dalam penciptaan pendapatan dan lapangan kerja," ujarnya dalam acara Mechanical Talks M-Fest 2021 yang diadakan Himpunan Mahasiswa Mesin (HMM) ITB di Aula Barat ITB Kampus Ganesha, Sabtu (4/5/2024).
Strategi tersebut selaras dengan potensi manfaat yang besar bagi Indonesia pada tahun 2030 dilihat dari aspek People dan Planet. Bappenas mencatat beberapa manfaat, di antaranya adalah penciptaan 4,4 juta lapangan pekerjaan baru, termasuk 75 persen di antaranya untuk kaum perempuan (People). Dari sisi aspek Planet (lingkungan), ekonomi sirkular diproyeksikan ikut mengurangi timbulan sampah sebesar 18--52 persen, serta pengurangan emisi CO2 sebesar 126 juta ton atau setara dengan 9 persen tingkat keluaran emisi saat ini.
Sementara itu, Head of Environment Unit di UNDP Indonesia, Dr. Aretha Aprilia, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menerapkan konsep ekonomi sirkular. Menurutnya, penerapan kebijakan ekonomi sirkular membutuhkan kerja sama antaraktor dan inisiatif personal untuk mendorong tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
"Diperlukan ruang dialog untuk mendorong kolaborasi implementasi ekonomi sirkular di Indonesia," ujarnya dalam lokakarya Mainstreaming Circular Economy for Transformative and Sustainable Change di auditorium FISIPOL UGM, Senin (6/5/2024).