Sementara itu menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin) industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi hingga mencapai 10,8 persen di kuartal II/2020.
Beberapa hal yang mempengaruhinya diantaranya faktor pandemik COVID-19, terutama disebabkan oleh penurunan produksi rokok, akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat pandemi corona.
Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mogadishu Djati Ertanto mengatakan di tengah pandemik Kemenperin berusaha menjaga agar IHT tidak terpuruk semakin dalam.
"Kemenperin terus berusaha untuk menjaga daya saing industri ini. Apalagi mengingat kontribusi IHT dalam APBN cukup besar," ujar Mogadishu. Beberapa kebijakan yang menurutnya telah dilakukan yakni mendorong IHT agar tetap beroperasi yakni dengan memberikan izin operasional dan mobilitas dengan penerapan protokol kesehatan.
Upaya lainnya Kemenperin juga telah menyiapkan beberapa strategi untuk meningkatkan daya saing IHT. Di antaranya yakni penyusunan Roadmap Industri Hasil Tembakau, mendorong kemitraan industri dan petani tembakau, pengembangan R&D di sektor tembakau on-farm dan off-farm. Selain itu, diversifikasi produk olahan tembakau dan cengkeh serta pengembangan produk specialty tembakau lokal. Kebijakan cukai yang moderat serta pemberantasan rokok illegal.
Terpisah pihak Kementerian Pertanian menyebutkan penting menjaga kesinambungan dari hulu industri tembakau.
"Kementan terus menstimulasi petani tembakau, terutama dari sisi kemitraan. Penting sekali bagi petani untuk menjalin kemitraan. Banyak manfaatnya. Kemitraan bukan semata-mata sistem jual beli, tapi bisa menjadi hubungan jangka panjang antara petani dan perusahaan mitra," ujar Hendratmojo Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementan.