Aktivitas di pabrik PT Timah Industri di kawasan industri Cilegon, Banten. (Dok. Tangkapan Layar/ IDN Times)
Seperti diketahui, PT Timah Tbk merupakan salah satu perusahaan penghasil timah ketiga terbesar di dunia, sebagaimana laporan United States Geological Survey (USGS) tahun 2023, dengan kapasitas produksi mencapai 52 ribu metrik ton timah. Aktivitas perusahaan erat dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.
Meski demikian, di tengah tuntutan global terhadap pengurangan emisi karbon, perusahaan tambang yang berdiri sejak 2 Agustus 19676 itu tidak bisa lagi berdiri hanya sebagai penghasil mineral. Mereka dituntut untuk bertransformasi dan menyeimbangkan bisnis inti dengan inisiatif keberlanjutan.
PLTS atap menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Proyek itu merupakan hasil kolaborasi tiga perusahaan sekaligus dalam lingkup MIND ID Group--induk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan--. Mereka adalah PT Timah Industri sebagai pengguna energi, PT Bukit Energi Investama (PT BEI)--anak usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA)--sebagai investor sekaligus operator, dan PT Krakatau Chandra Energi (KCE) sebagai pengelola kawasan dan kontraktor rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction/EPC).
Untuk diketahui, PLTS atap di PT Timah Industri menggunakan 522 unit panel surya bermerek Jinko Solar berdaya 585 Watt-peak (Wp), yang terbagi di dua lokasi. Yakni di laboratorium kantor (office lab) berkapasitas 73,08 KWp dan gudang (warehouse) pabrik sebesar 229,68 KWp.
Total kapasitas PLTS atap tersebut mencapai 303,1 kiloWatt peak (kWp). Proyeksinya, PLTS itu mampu menghasilkan energi bersih sekitar 400 megawatt-jam (MWh) per tahun. Adapun, potensi penurunan emisi karbonnya mencapai 300 ton CO2e setiap tahun, dari pabrik yang memproduksi timah tahunan mencapai 10 ribu ton untuk tin chemical dan 4.000 ton untuk tin solder.
Project Manager PLTS PT Timah Industri, Muhammad Miftah optimis keberadaan PLTS dapat membantu operasional harian PT Timah Industri.
“Proyek PLTS ini sudah dimulai dari tahun 2023, dan terus dilakukan pengembangan sampai dengan 2024 sudah finalisasi dan sekarang sudah berjalan dari bulan Januari sampai Juni 2025,” ujarnya.
Kendati beroperasi secara off-grid, sistem PLTS atap tersebut masih tetap terhubung dengan jaringan listrik Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) kawasan industri setempat sebesar TM 20 kilovolt-ampere (KVA) melalui trafo step down. Maksudnya, PLTS tidak digunakan sebagai sistem cadangan penuh (seperti sistem hibrida), melainkan sebagai sumber primer yang mendapatkan backup dari sistem PLTGU apabila diperlukan.
Kombinasi sumber energi tersebut menjamin pasokan listrik yang stabil dan efisien. Sebab, saat produksi listrik dari PLTS atap menurun--misalnya ketika malam hari atau cuaca mendung--pasokan listrik dari jaringan PLTGU akan mengambil alih sebagai cadangan.
Keunikan dari PLTS atap itu terletak pada skema operasionalnya karena menggunakan model Power Rental selama 25 tahun. Yakni, PT BEI sebagai pemilik dan operator, menyediakan layanan listrik kepada PT Timah Industri tanpa perlu investasi modal awal dari pihak pengguna.
Selama masa operasional tersebut, PT BEI bertanggung jawab penuh terhadap seluruh aktivitas pemeliharaan dan operasional (Operation and Maintenance/O&M). Mulai dari pemantauan panel, perawatan inverter, hingga penanganan gangguan teknis untuk memastikan performa sistem tetap optimal.
Setelah masa sewa 25 tahun berakhir, skema Build, Own, Operate, Transfer (BOOT) akan berlaku, yang mana kepemilikan PLTS dialihkan sepenuhnya kepada PT Timah Industri.
“Mungkin jika dilihat dari skala kapasitas masih belum terlalu besar, tetapi ini merupakan langkah nyata kita untuk mewujudkan energi bersih demi mendukung ketahanan dan transformasi energi di Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE),” ucap Direktur Utama PT BEI, Biverli Binanga.