Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250619-WA0019-2000x1126.jpg
PLTS atap yang terpasang di warehouse pabrik PT Timah Industri, Cilegon, Banten. (Dok. PT Timah Tbk)

Intinya sih...

  • PT Timah Tbk mengubah sinar matahari menjadi sumber energi bersih melalui PLTS atap di PT Timah Industri.

  • PLTS atap menggunakan 522 panel surya bermerek Jinko Solar dengan total kapasitas 303,1 kWp dan mampu menghasilkan energi bersih sekitar 400 MWh per tahun.

  • Keberadaan PLTS atap memberikan dampak ekonomi, efisiensi energi, dan meningkatkan reputasi serta daya saing global bagi PT Timah Tbk.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sinar matahari yang melimpah di langit kawasan industri Cilegon Industrial Estate (KIEC), Banten kini tidak lagi hanya menjadi panas yang menyengat. Sebaliknya, PT Timah Tbk berhasil menjadikannya sebagai sumber energi baru yang ramah lingkungan.

Melalui pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di PT Timah Industri--anak perusahaan yang bergerak di bidang hilirisasi produk timah--perusahaan pelat merah itu memulai babak baru. Dari yang menambang mineral, kini mereka menjadi pionir energi bersih di kawasan industri nasional tersebut.

Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk, Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara mengatakan, pembangunan PLTS atap merupakan ejawantah dari komitmen PT Timah Tbk untuk mendukung implementasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) perusahaan, yang kini menjadi prioritas global dan embrio tanggung jawab bersama terhadap energi hijau yang berkelanjutan.

Ia pun melihat peluang bisnis yang besar di masa depan, di mana langkah tersebut sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025-2034 yang dicanangkan oleh pemerintah, dengan target peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 17,1 Gigawatt (GW).

"Kita sudah menjalankan corevalue akhlak yaitu kolaborasi nyata untuk menciptakan energi bersih. Ini langkah strategis yang menunjukkan komitmen PT Timah untuk mendukung transisi energi nasional. Kami mendorong anak Usaha PT Timah yang lainnya untuk mulai mengembangkan produk dengan menggunakan energi bersih dari PLTS dengan skema kolaborasi seperti di sini (PT Timah Industri)," katanya saat peresmian, Selasa (17/6/2025).

Dari Tambang ke Energi Bersih

Aktivitas di pabrik PT Timah Industri di kawasan industri Cilegon, Banten. (Dok. Tangkapan Layar/ IDN Times)

Seperti diketahui, PT Timah Tbk merupakan salah satu perusahaan penghasil timah ketiga terbesar di dunia, sebagaimana laporan United States Geological Survey (USGS) tahun 2023, dengan kapasitas produksi mencapai 52 ribu metrik ton timah. Aktivitas perusahaan erat dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. 

Meski demikian, di tengah tuntutan global terhadap pengurangan emisi karbon, perusahaan tambang yang berdiri sejak 2 Agustus 19676 itu tidak bisa lagi berdiri hanya sebagai penghasil mineral. Mereka dituntut untuk bertransformasi dan menyeimbangkan bisnis inti dengan inisiatif keberlanjutan.

PLTS atap menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Proyek itu merupakan hasil kolaborasi tiga perusahaan sekaligus dalam lingkup MIND ID Group--induk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan--. Mereka adalah PT Timah Industri sebagai pengguna energi, PT Bukit Energi Investama (PT BEI)--anak usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA)--sebagai investor sekaligus operator, dan PT Krakatau Chandra Energi (KCE) sebagai pengelola kawasan dan kontraktor rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction/EPC).

Untuk diketahui, PLTS atap di PT Timah Industri menggunakan 522 unit panel surya bermerek Jinko Solar berdaya 585 Watt-peak (Wp), yang terbagi di dua lokasi. Yakni di laboratorium kantor (office lab) berkapasitas 73,08 KWp dan gudang (warehouse) pabrik sebesar 229,68 KWp.

Total kapasitas PLTS atap tersebut mencapai 303,1 kiloWatt peak (kWp). Proyeksinya, PLTS itu mampu menghasilkan energi bersih sekitar 400 megawatt-jam (MWh) per tahun. Adapun, potensi penurunan emisi karbonnya mencapai 300 ton CO2e setiap tahun, dari pabrik yang memproduksi timah tahunan mencapai 10 ribu ton untuk tin chemical dan 4.000 ton untuk tin solder

Kendati beroperasi secara off-grid, sistem PLTS atap tersebut masih tetap terhubung dengan jaringan listrik Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) kawasan industri setempat sebesar TM 20 kilovolt-ampere (KVA) melalui trafo step down. Maksudnya, PLTS tidak digunakan sebagai sistem cadangan penuh (seperti sistem hibrida), melainkan sebagai sumber primer yang mendapatkan backup dari sistem PLTGU apabila diperlukan.

Kombinasi sumber energi tersebut menjamin pasokan listrik yang stabil dan efisien. Sebab, saat produksi listrik dari PLTS atap menurun--misalnya ketika malam hari atau cuaca mendung--pasokan listrik dari jaringan PLTGU akan mengambil alih sebagai cadangan.

Keunikan dari PLTS atap itu terletak pada skema operasionalnya karena menggunakan model Power Rental selama 25 tahun. Yakni, PT BEI sebagai pemilik dan operator, menyediakan layanan listrik kepada PT Timah Industri tanpa perlu investasi modal awal dari pihak pengguna.

Selama masa operasional tersebut, PT BEI bertanggung jawab penuh terhadap seluruh aktivitas pemeliharaan dan operasional (Operation and Maintenance/O&M). Mulai dari pemantauan panel, perawatan inverter, hingga penanganan gangguan teknis untuk memastikan performa sistem tetap optimal. 

Setelah masa sewa 25 tahun berakhir, skema Build, Own, Operate, Transfer (BOOT) akan berlaku, yang mana kepemilikan PLTS dialihkan sepenuhnya kepada PT Timah Industri.

Menyambut Target NZE 2060

PLTS atap yang terpasang di office lab PT Timah Industri di Cilegon, Banten. (Dok. PT Bukit Asam Tbk)

Prakarsa PLTS atap untuk PT Timah Industri, selain menjadi ikhtiar untuk mengurangi jejak karbon, juga menggambarkan strategi bisnis PT Timah Tbk. Penggunaan energi bersih memberi kepastian pasokan dan efisiensi yang berkelanjutan pada operasional mereka. Di sisi lain, inisiatif tersebut menegaskan jika industri tambang dapat menjadi bagian dari solusi krisis iklim.

Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia sudah menetapkan target nol emisi bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Komitmen itu telah dirumuskan dalam dokumen Strategi Jangka Panjang (Long-Term Strategy/LTS) 2021 dan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC)) 2022.

Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penggunaan energi terbarukan--termasuk PLTS atap--yang disebut sebagai salah satu solusi paling cepat dan murah untuk dikembangkan.

Kementerian ESDM mencatat, kapasitas terpasang PLTS atap per Juli 2025 sudah mencapai 538 megawatt peak (MWp), yang tersebar di 10.882 pelanggan PLN. Jumlah itu naik dibandingkan bulan Juni 2025, yang mana kapasitas PLTS atap tercatat sekitar 495  MWp dari 10.700 pelanggan PLN. Kondisi tersebut menunjukkan adopsi yang signifikan, termasuk kontribusi dari sektor industri dalam transisi energi.

Inisiatif PT Timah Tbk di Cilegon searah dengan misi tersebut. Melalui PLTS atap, perusahaan mendukung percepatan bauran energi baru terbarukan (EBT) sekaligus menunjukkan kepemimpinan di sektor pertambangan dalam agenda nasional.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan, pemerintah menargetkan kapasitas PLTS atap bisa mencapai 1 GW pada akhir tahun 2025.

“Harapan kami pada tahun ini untuk PLTS atap ini bisa mencapai 1 GW (1.000 MWp) untuk PLTS atap sendiri, di luar PLTS lain. Secara total, target kapasitas PLTS atap hingga tahun 2028 adalah 2 GW,” katanya saat media briefing Indonesia Solar Summit 2025: Gotong Royong Energi Hijau, Selasa (2/9/2025).

Dampak Ekonomi Hijau

PT Timah Industri di kawasan industri Cilegon, Banten. (Dok. Tangkapan Layar/ IDN Times)

Keberadaan PLTS atap di PT Timah Industri lebih dari sekadar mendukung tujuan NZE karena ikut membawa dampak ekonomi untuk mereka. Pertama, dari sisi efisiensi energi. Dengan memanfaatkan energi surya, PT Timah Tbk dapat mengurangi biaya listrik yang selama ini menjadi salah satu komponen terbesar dalam operasional pabrik.

Dari kapasitas energi bersih yang dihasilkan PLTS atap sekitar 400 MWh per tahun, dapat memangkas biaya listrik industri hingga sekitar Rp 445,9 juta per tahun. Angka itu dihitung berdasarkan asumsi jika seluruh energi digunakan langsung untuk kebutuhan pabrik pada siang hari, mengacu tarif listrik industri golongan I-3 (Tegangan Menengah (TM), di atas 200 kVA) pada kuartal III 2025 sebesar Rp1.114,74 per kWh.

Selain menghemat biaya, PLTS atap tersebut juga berkontribusi menurunkan jejak karbon operasional PT Timah Industri.

Dampak yang kedua dari sisi rantai pasok. PLTS atap mendorong keterlibatan penyedia jasa dan manufaktur dalam negeri, yang sejalan dengan kewajiban soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Meski modul surya yang dipakai masih impor, pekerjaan pembangunan (EPC), racking, kabel, hingga operasi dan pemeliharaan (O&M) banyak melibatkan penyedia jasa lokal. 

Dengan kata lain, pembangunan energi bersih tidak semata-mata mengurangi emisi, tetapi juga menciptakan peluang kerja dan menggerakkan ekonomi di sektor energi hijau.

Ketiga, PLTS atap meningkatkan reputasi dan daya saing global. Sebagai komoditas strategis di pasar internasional, industri timah makin dituntut untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Contohnya, London Metal Exchange (LME), sudah mewajibkan pemasok logam mematuhi standar responsible sourcing yang sesuai dengan aspek ESG.

Penerapan praktik ramah lingkungan tersebut menjadi nilai tambah bagi PT Timah Tbk. Hal tersebut memperkuat citra positif di mata investor dan pembeli global yang kian memperhatikan aspek keberlanjutan dalam rantai pasok mineral. Kondisi itu mempermudah perusahaan dalam memenuhi standar audit internasional dan menjaga daya saing di pasar global.

"PLTS captive atau PLTS yang digunakan untuk sektor industri menjadi faktor untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global. Dilihat dari perkembangannya, wilayah usaha (wilus) telah meningkat tiga kali lipat sejak 2017 sehingga memberikan peluang besar untuk pemasangan PLTS captive," kata Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum.

Meski optimistis, implementasi PLTS atap di Indonesia masih menghadapi sejumlah pekerjaan rumah (PR). Salah satunya terkait regulasi kuota pemanfaatan PLTS atap yang diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024. Kebijakan tersebut mengatur kuota pengembangan PLTS atap per wilayah atau klaster demi menjaga stabilitas jaringan listrik. 

Bagi industri seperti PT Timah Tbk, regulasi tersebut bisa menjadi tantangan karena berpotensi membatasi pemanfaatan energi surya dalam skala besar. Di bagian lain, kebijakan itu justru mendorong perusahaan untuk bisa lebih kreatif berinovasi dalam mengelola energi, termasuk melalui kombinasi dengan sumber energi lain atau dalam strategi dekarbonisasi.

"Energi surya adalah kunci transisi energi bersih. Dengan potensi lebih dari 7 terraWatt (TW), Indonesia mempunyai peluang besar untuk melompat ke masa depan yang lebih hijau," aku Marlistya.

Sepak terjang PT Timah Tbk membuktikan jika transisi energi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah kebutuhan. Dari Cilegon, perusahaan yang dipimpin Restu Widiyantoro itu memberikan pesan jelas bahwa industri pertambangan bisa ikut menambang cahaya matahari, demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Infografis Komitmen PT Timah Tbk dalam inovasi dan keberlanjutan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Editorial Team