Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) atau Geotermal di Banjarnegara. (IDN Times/Dhana Kencana)
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) atau Geotermal di Banjarnegara. (IDN Times/Dhana Kencana)

Intinya sih...

  • Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meluncurkan Forum Energi Daerah (FED) untuk mempercepat transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan.

  • Forum Energi Daerah melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan.

  • Komitmen investasi energi terbarukan sudah dalam tahap realisasi dengan sejumlah investor asing yang mensyaratkan pasokan listrik bersumber dari pembangkit ramah lingkungan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kudus, IDN Times — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah meluncurkan Forum Energi Daerah (FED) sebagai wadah koordinasi lintas sektor untuk mempercepat transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Peluncuran dilakukan di kawasan PT Djarum Oasis di Kudus, Kamis (4/12/2025).

Bagaimana Forum Energi Daerah tersebut bekerja dan seperti apa?

1. Fungsi dan peran Forum Energi Daerah

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Agus Sugiharto saat peluncuran Forum Energi Daerah (FED) di Kudus, Kamis (4/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, Agus Sugiharto menjelaskan, forum tersebut bertujuan menyatukan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mendorong transisi energi berjalan lebih cepat di wilayahnya.

Ia menambahkan, Forum Energi Daerah melibatkan berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga mitra pembangunan. Kehadiran forum itu dinilai strategis karena akan memberikan masukan dalam penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang ditargetkan rampung pada 2027.

"Forum ini bertujuan untuk mengolaborasikan seluruh stakeholder guna mengembangkan dan memberikan inovasi terhadap bagaimana transisi energi di Jawa Tengah bisa berjalan lebih cepat, mendorong pengembangan energi baru terbarukan, dan menjadikan energi hijau agar mengurangi ketergantungan kita terhadap energi fosil yang makin hari makin langka," katanya kepada IDN Times.

2. Struktur organisasi dan pembagian tugas

Ilustrasi warga membersihkan panel PLTS atap SuperSUN PLN. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Untuk diketahui, Forum Energi Daerah berisi Dewan Pengarah yang beranggotakan Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah. Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah sendiri berperan sebagai Badan Pelaksana Harian yang menjadi motor penggerak operasional.

Terdapat empat kelompok kerja (pokja) yang dibentuk dengan fokus berbeda. Kelompok kerja pertama menangani kebijakan, regulasi, dan data yang dikoordinasi Bappeda. Kemudian, kelompok kerja kedua mengurusi pendanaan, investasi, dan kemitraan usaha di bawah koordinasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng.

Lalu, kelompok kerja ketiga fokus pada teknologi, infrastruktur, dan industri hijau yang dikoordinasi Badan Riset Daerah. Dan terakhir kelompok kerja keempat bertugas melakukan sosialisasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat di bawah koordinasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.

3. Investasi energi terbarukan tumbuh di Jateng

Foto udara suasana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Tambaklorok di Semarang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Agus mengungkapkan, sejumlah komitmen investasi energi terbarukan di Jateng sudah dalam tahap realisasi hingga akhir 2025. Di antaranya PT PLN Indonesia Power yang akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung berkapasitas 200 megawatt, di Waduk Gajah Mungkur dan Waduk Kedung Ombo masing-masing 100 megawatt (MW).

"Ada komitmen dari Malaysia yang sudah melakukan MOU dengan dua perusahaan energi yang akan membangun PLTS sebesar 200 MW, baik di darat maupun apung. Mereka minta survei minggu depan untuk melihat potensi waduk dan wilayah yang bisa digunakan," imbuhnya.

Ihwal investor asing, Agus menambahkan jika mereka mensyaratkan pasokan listrik bersumber dari pembangkit ramah lingkungan. Kondisi tersebut memaksa dan mendorong Pemprov Jawa Tengah untuk secara bertahap mengurangi pembangkitan berbasis batubara di Tanjung Jati, Rembang, Cilacap, dan Batang menuju energi yang lebih bersih.

"Bukan black energy, kita bertransisi mulai ke blue energy sampai nanti menjadi green energy," tegasnya.

4. Tantangan pembiayaan dan penerimaan masyarakat

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) atau Geotermal di Banjarnegara. (IDN Times/Dhana Kencana)

Meski demikian, hal tersebut tidak berjalan mudah dan mulus. Agus mengungkapkan, pengembangan EBT di Jateng menghadapi dua kendala utama, yakni besarnya investasi dan penerimaan masyarakat. Ia mencontohkan pengembangan panas bumi di Dieng yang dikelola PT Geo Dipa Energi berkapasitas 70 megawatt (MW) sempat mengalami pertentangan dari masyarakat.

"Untuk panas bumi di Gunung Lawu tidak hanya masyarakat yang menentang, tapi juga pemerintah daerah. Di Ungaran-Telomoyo juga belum berkembang karena masalah sosial dan finansial. Yang di Banyumas sudah ganti investor dua kali juga belum jalan, meskipun kapasitasnya di atas 100 MW," papar Agus.

Melalui Forum Energi Daerah tersebut, Agus berharap bisa menjadi ruang berbagi pengetahuan dan praktik terbaik untuk menemukan solusi atas tantangan tersebut.

"Dengan harapan forum ini banyak pemikiran positif, contoh-contoh yang baik, dan penelitian yang bisa saling di-sharing. Tujuannya supaya setiap unsur yang tertarik dengan EBT bisa saling memberikan ilmunya untuk mencari solusi tanpa harus dengan biaya tinggi dan teknologi tinggi, termasuk persoalan-persoalan yang menjadi bottleneck dalam upaya bertransisi energi" ujarnya.

5. Komitmen industri terhadap keberlanjutan

Senior Manager Public Affairs PT Djarum, Purwono Nugroho saat peluncuran Forum Energi Daerah (FED) di Kudus, Kamis (4/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Senior Manager Public Affairs PT Djarum, Purwono Nugroho menyatakan, komitmen keberlanjutan sudah mengakar dalam manajemen perusahaannya. Menurutnya, kawasan Jarum Oasis seluas 82 hektare (ha) dirancang sebagai pabrik ramah lingkungan dengan lebih dari 50 persen area yang dimanfaatkan untuk ruang konservasi dan ruang terbuka hijau.

Ia mencontohkan upaya penghijauan kembali di Gunung Muria dan kawasan Kudus-Pati yang sebelumnya menjadi kawasan kritis penyumbang bencana banjir. Perusahaannya, imbuh Purwono juga mengolah sampah organik dari masyarakat Kudus menjadi pupuk kompos yang dikembalikan kepada warga.

"Sustainability satu perusahaan akan sangat tergantung dengan lingkungannya. Tidak mungkin satu perusahaan bisa survive ketika lingkungannya hancur," ungkapnya.

Soal Forum Energi Daerah, Purwono menyambut baik dan berharap forum tersebut menjadi wadah berbagi pengalaman antarindustri sekaligus memperkuat posisi bersama dalam mengajukan proposal kepada pemerintah dalam gerakan transisi energi.

6. Jawa Tengah pionir energi surya

Program Manager Sustainable Energy Access (SEA) Institut Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum saat peluncuran Forum Energi Daerah (FED) di Kudus, Kamis (4/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Program Manager Sustainable Energy Access (SEA) Institut Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum mengapresiasi perkembangan pesat penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Jawa Tengah. Pada 2019 saat IESR pertama kali bekerja sama dengan Pemprov Jateng, kapasitas PLTS masih kurang dari 2 megawatt. Kini kapasitasnya sudah melampaui 50 megawatt.

"Jawa Tengah menjadi provinsi pionir untuk penggunaan energi terbarukan. Panel surya merupakan energi yang paling cepat dan mudah digunakan karena potensinya besar dan setiap rumah, bangunan, serta perusahaan bisa menggunakannya," ucapnya.

Ia menekankan pentingnya diversifikasi sumber pembiayaan untuk mendorong adopsi EBT. Sebagai contoh, bank di daerah dapat mengeksplorasi kredit usaha rakyat untuk UMKM pengguna energi surya. Koperasi desa merah putih yang menjadi program pemerintah pusat juga bisa menjadi sumber pembiayaan alternatif.

"Untuk sektor industri sudah ada skema zero capex atau leasing, di mana industri tidak perlu mengeluarkan biaya modal. Perlu lebih diperbanyak penyedia layanan ini di Jawa Tengah," tambahnya.

6. Kolaborasi menjadi kunci

Peneliti Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Annisa Sila Puspita saat peluncuran Forum Energi Daerah (FED) di Kudus, Kamis (4/12/2025). (IDN Times/Dhana Kencana)

Lebih lanjut, Citra ikut menyoroti potensi kawasan industri dalam mempercepat transisi energi. Kawasan industri di Jateng yang memiliki wilayah usaha kelistrikan sendiri memiliki kewenangan menggunakan sumber energi selain fosil.

Ia mengingatkan, kebutuhan energi hijau bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan bagi industri berorientasi ekspor. Banyak pembeli internasional menolak produk yang tidak menggunakan energi terbarukan dalam proses produksinya.

Sementara itu, Peneliti Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Annisa Sila Puspita menilai pembentukan Forum Energi Daerah menjadi penting untuk mendorong ekonomi sirkular dan pelestarian lingkungan, sebagai bagian dari gerakan transisi energi di daerah.

Ia menambahkan, negara-negara maju sudah banyak yang memanfaatkan energi terbarukan. Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, perlu mengejar ketertinggalan tersebut untuk mendukung visi Indonesia Emas.

"Kolaborasi dan integrasi itu sangat penting. (Pemerintah, dalam hal ini Dinas) ESDM dari segi kelembagaan, praktisi yang tahu kondisi lapangan, dan akademisi dengan riset-riset sebelumnya. Dalam membuat inovasi, kita melihat temuan-temuan sebelumnya, tidak serta-merta langsung membuat tanpa basis materi," urai Annisa.

Editorial Team