Angin sejuk dari lereng Gunung Merbabu menemani Muhammad Amanullah yang sedang sibuk di lahan jagungnya. Di Dusun Gunung Tugel, Desa Purwosari, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, pria berusia 33 tahun itu sedang mempersiapkan tanah untuk musim tanam berikutnya.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang penuh kecemasan soal pupuk, kali ini wajah Amanullah tampak lebih tenang. Sebagai Bendahara Kelompok Tani Majumulya, ia menjadi saksi langsung bagaimana sengkarut distribusi pupuk yang selama ini menghantui petani, perlahan terurai dalam satu tahun terakhir.
"Alhamdulillah, semenjak ada program dari Pak Prabowo dengan pengambilan pupuk tidak harus pakai Kartu Tani, (cukup) pakai KTP, petani mencari pupuk tidak kesulitan kayak tahun-tahun kemarin. Yang sebelumnya bisa seharian mengurus Kartu Tani, sekarang cuma lima menit bawa pupuk pulang pakai KTP,“ ungkap Amanullah saat ditemui IDN Times di rumahnya, Senin (22/12/2025).
Amanullah adalah potret generasi petani milenial yang memilih melawan arus urbanisasi. Di saat banyak anak muda meninggalkan desa, ia bertahan melanjutkan tongkat estafet orangttuanya. Motivasinya sederhana namun mendalam, yakni menjaga warisan keluarga.
"Kalau saya, mau jadi petani karena pengin meneruskan Bapak. Lihat kondisi orangtua di rumah, sedangkan lahan juga ada. Kalau tidak ada salah satu anaknya yang meneruskan profesi orangtua, ladangnya mau digimanain? Akhirnya kejual. Eman-eman (sayang sekali)," tuturnya.
Meski demikian, Amanullah tidak menampik jika jalan yang dipilihnya tidak mudah. Tantangan terbesar bagi anak muda untuk terjun ke dunia pertanian, menurutnya, adalah tata kelola yang rumit, terutama soal pupuk bersubsidi.
Ia menyaksikan sendiri tidak sedikit kawan sebayanya yang akhirnya menyerah dan berganti haluan lantaran tidak kuat menghadapi situasi tersebut.
Beruntung, kecemasan itu perlahan mulai terurai. Kemudahan distribusi yang dirasakan Amanullah saat ini bukanlah kebetulan semata, melainkan dampak langsung dari transformasi regulasi pemerintah yang berkolaborasi dengan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Sejak terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi pada Januari 2025, yang diikuti aturan teknis pelaksanaannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025, rantai distribusi pupuk bersubsidi yang selama ini membelit petani akhirnya terpangkas secara fundamental.
Pupuk Indonesia sebagai operator kini menerapkan konsep Penerima Pupuk Subsidi pada Titik Serah (PPTS). Jika dulu pupuk harus melewati empat pos panjang—dari produsen, distributor provinsi, kabupaten, hingga pengecer—kini jalurnya dipotong drastis.
Efisiensi itu adalah buah dari beleid tersebut, yang meringkas 145 aturan lama yang tumpang tindih. Hasilnya—seperti yang dialami Amanullah—petani bisa lebih mudah mengakses dan menebus pupuk bersubsidi. Selain itu, harga pupuk bisa ditekan hingga 20 persen dengan jaminan stok yang lebih pasti.
Di lapangan, kios PPTS memegang peran sebagai ujung tombak pendistribusian pupuk bersubsidi. Bekerja di bawah kontrak strategis dengan Pupuk Indonesia, mereka bertugas menyalurkan pupuk subsidi langsung ke tangan petani yang berhak dengan pengawasan ketat agar tepat sasaran.
Fatkhur Arif (38), pengelola Kios PPTS Jambul di Desa Pucang, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, merasakan betul dampak perubahan tersebut. Pria yang sudah berkecimpung dalam distribusi pupuk sejak 2013 itu mengakui bahwa tata kelola saat ini jauh lebih rapi dan aman.
Tanggung jawabnya tidak main-main. Setiap hari, Fatkhur melayani sekitar 20 kelompok tani yang tersebar di empat desa: Purwosari, Donorojo, Secang, dan Pucang.
"Kalau dari laporan petani, sekarang lebih enak karena sudah digitalisasi. Semuanya serba lewat HP sekarang. Yang kemarin-kemarin masih manual, sekarang lebih simpel, lebih gampang," ujarnya.
Selain kemudahan teknis, Fatkhur juga merasa beban psikologisnya berkurang. Transparansi data membuatnya tidak lagi waswas akan potensi penyelewengan.
"Semua transparan dan terverifikasi, jadi saya ini ayem (tenang) dan gak takut mendistribusikan pupuk karena data sudah jelas," tambahnya.
Bagi Fatkhur, terobosan penggunaan KTP sebagai alat verifikasi adalah kunci yang mempercepat penyerapan pupuk di tingkat akara rumput. Hal itu menghapus kendala klasik Kartu Tani yang kerap bermasalah.
"Kalau pakai Kartu Tani tapi kartunya bermasalah, petani harus mengurus di bank. Harus antre, yang menyebabkan pupuk tidak terserap. Kan mereka pasti gak bisa nebus pupuknya. Apalagi di sini petani kalau untuk ke bank mengurus Kartu Tani malas karena habis waktu, uang, tenaga, jadi menghambat penebusan pupuk,“ jelas Fatkhur.
Memahami kondisi demografis pelanggannya, Fatkhur tidak mau hanya duduk menunggu di kios. Ia menerapkan strategi "jemput bola"—mengantarkan pupuk bersubsidi langsung ke rumah petani yang tak sanggup datang.
"Di lapangan, banyak petani yang sudah tua, lansia, mpun sepuh. Untuk datang ke sini tidak memungkinkan. Jauh, gak ada kendaraan, bawa pupuknya juga susah, hidup sendirian. Jadi, saya harus menjembataninya. Mau gak mau ya harus antar ke sana," ungkapnya.
Langkah Fatkhur bukan sekadar layanan tambahan, melainkan sebuah kebutuhan nyata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat, rata-rata usia petani Indonesia mencapai 50 tahun. Kondisi serupa terjadi di Kecamatan Secang, di mana mayoritas petani sudah memasuki usia senja.
Karena itulah, Fatkhur membuka berbagai kanal kemudahan. Mulai dari layanan antar, penggunaan surat kuasa yang bisa diwakilkan keluarga, hingga bantuan pendaftaran petani baru melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) secara berkala.
"Kemudahan-kemudahan sudah diberikan, sudah ditawarkan. Tinggal kembalikan lagi ke petani,” tegasnya.
Salah satu yang mendapat manfaat dari inisiatif tersebut adalah Sutinah. Warga Desa Candiretno, Kecamatan Secang berusia 65 tahun itu tidak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Keruwetan yang dulu ia rasakan kini sirna berkat kemudahan yang diberikan Fatkhur.
"Sekeco sakniki, sampun mboten kangelan pados pupuk. Gampil, beto KTP saged, diterke nggih saged. (Enak sekarang, sudah tidak kesulitan mencari pupuk. Mudah, bawa KTP saja sudah bisa, diantar juga bisa.),” akunya semringah kepada IDN Times.
