Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Panen Udang Ramah Iklim Pertama di Asia hingga 50 Ton! Cetak Sejarah untuk Ekonomi Biru Indonesia

Hasil Panen Pertama Tambak Udang Ramah Iklim Lalombi - Dok.Konservasi Indonesia - Eko Siswono Toyudho_ (4).jpg
Hasil panen pertama tambak udang ramah iklim di Desa Lalombi. (Dok. Konservasi Indonesia)
Intinya sih...
  • Udang tumbuh subur dan lingkungan lestari
  • Mangrove sebagai biofilter dan penyerap karbon
  • BRIN: air limbah tambak lebih bersih

Semarang, IDN Times - Indonesia mencetak sejarah baru dalam dunia akuakultur berkelanjutan. Tambak udang vaname berbasis Climate Smart Shrimp Farming (CSSF) di Desa Lalombi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, sukses melakukan panen perdana dengan hasil melampaui 50 ton udang dalam tiga hari, 10--12 Juni 2025.

Tambak tersebut menjadi tambak udang ramah iklim pertama di Asia, sekaligus bukti bahwa produktivitas tinggi bisa sejalan dengan perlindungan lingkungan. Teknologi, konservasi, dan keterlibatan masyarakat lokal berpadu dalam satu sistem terpadu.

“Model CSS ini kami rancang sebagai jawaban atas tantangan perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan alih fungsi mangrove. Pendekatannya menggabungkan IPAL, praktik budi daya berkelanjutan, dan restorasi mangrove,” kata Fisheries & Aquaculture Program Manager di Konservasi Indonesia, Burhanuddin.

1. Udang tumbuh subur dan lingkungan lestari

Hasil Panen Pertama Tambak Udang Ramah Iklim Lalombi - Dok.Konservasi Indonesia - Eko Siswono Toyudho_ (7).jpg
Hasil panen pertama tambak udang ramah iklim di Desa Lalombi. (Dok. Konservasi Indonesia)

Tidak hanya soal jumlah panen, hasil udang pun menggembirakan. Berat udang rata-rata mencapai 24 ekor per kilogram, ukuran yang masuk kategori premium dan siap ekspor. Dengan produktivitas mencapai 52 ton per hektare, hasil ini jauh di atas rata-rata nasional.

“Ini jadi bukti bahwa manajemen berbasis data mampu menghasilkan panen optimal. Semua data air, kualitas tambak, dan pertumbuhan udang dimonitor secara real-time lewat teknologi kami,” ungkap CEO JALA, Aryo Wiryawan, startup teknologi akuakultur yang bermitra dalam proyek tersebut.

JALA dan Konservasi Indonesia resmi meluncurkan program CSSF sejak Februari 2025. Sistem pemantauan yang digunakan memungkinkan pengambilan keputusan cepat dan transparan untuk setiap tahap budi daya.

2. Mangrove sebagai biofilter dan penyerap karbon

Tambak Budi Daya Udang Vaname Lalombi - Dok.Konservasi Indonesia-Eko Siswono Toyudho_ (1).jpg
Tambak budidaya udang Vaname di Desa Lalombi. (Dok. Konservasi Indonesia)

Salah satu keunikan tambak Lalombi adalah restorasi mangrove seluas 3,5 hektare yang berperan sebagai biofilter alami. Selain menyaring limbah tambak, mangrove juga menyerap karbon dan memperkaya biodiversitas perairan.

“Restorasi ini bisa menyerap sekitar 7,4 ton karbon per hektare per tahun, dan menyimpan total stok karbon sekitar 3.700 ton dari area yang ada,” aku Burhanuddin.

Ekosistem mangrove juga menjadi rumah bagi kepiting bakau dan tempat berkembang biak berbagai jenis ikan, yang kemudian bermigrasi ke laut. Ini adalah contoh nyata keterkaitan antara konservasi dan ketahanan pangan biru.

3. BRIN: air limbah tambak lebih bersih

Hasil Panen Pertama Tambak Udang Ramah Iklim Lalombi - Dok.Konservasi Indonesia - Eko Siswono Toyudho_ (11).jpg
Hasil panen pertama tambak udang ramah iklim di Desa Lalombi. (Dok. Konservasi Indonesia)

Dari sisi riset, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) ikut turun tangan mengukur dampak proyek itu. Mereka memantau kualitas air dan kandungan karbon dalam sedimen tambak dan kawasan mangrove.

“Hasil awal menunjukkan perbedaan signifikan pada air limbah. Yang sebelumnya berbuih tinggi dan mengandung fosfor, kini jernih setelah melalui IPAL dan difiltrasi mangrove,” kata Peneliti Karbon Biru BRIN, Mariska Astrid.

Menurutnya, tambak CSS merupakan wujud nyata Nature-Based Solutions, atau solusi berbasis alam, untuk menjawab kebutuhan budi daya berkelanjutan sekaligus menjaga lingkungan. Selain itu, proyek tersebut membuka peluang besar untuk mereplikasi model CSS ke kawasan pesisir lainnya di Indonesia.

“Kami optimistis tambak model CSS akan jadi contoh baik bagi daerah lain. Ini bukan hanya tentang udang, tapi juga tentang harapan bagi lingkungan dan generasi mendatang,” tutup Astrid dari BRIN.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us