Pagi baru saja merekah di sebuah desa kecil di pinggiran Kabupaten Demak, Jawa Tengah, saat Emy Irianti (62) membuka warung kelontongnya. Dengan cekatan, ia mulai menata beras, sabun cuci, dan kebutuhan rumah tangga lainnya di rak-rak kayu sederhana yang sudah usang dimakan waktu.
Warung itu tidak hanya menjadi tempat berjual beli, tetapi juga simbol perjuangan Emy sebagai ibu rumah tangga dalam mengubah nasib keluarganya.
"Dulu, warung ini hanyalah lapak kecil di depan rumah," ungkap Emy dengan bangga kepada IDN Times, Sabtu (21/9/2024). "Namun, berkat Pegadaian, saya bisa mengembangkan dan mempertahankannya hingga saat ini."
Selama lebih dari 30 tahun, Emy berdagang di warung kelontongnya di Desa Batursari. Namun, perjalanan menuju kesuksesan tersebut penuh dengan liku. Sebelum warungnya berkembang seperti sekarang, Emy hanya bergantung pada penghasilan suaminya yang bekerja sebagai buruh lepas. Seperti banyak keluarga di pelosok Indonesia, mimpi memiliki usaha sendiri tampak jauh dari jangkauan. Hingga akhirnya, Emy menemukan layanan gadai Pegadaian yang menjadi titik balik kehidupannya.
Awalnya, Emy ragu untuk menggunakan layanan itu. Kekhawatiran terbesarnya adalah jika ia tidak mampu menebus barang yang digadaikan. Namun, pegawai Pegadaian setempat dengan sabar menjelaskan prosesnya secara lengkap dan mendetail.
Dengan menggadaikan perhiasan warisan keluarga, Emy mendapatkan modal awal sebesar Rp2 juta pada awal tahun 2000-an. Jumlah tersebut mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, tetapi bagi Emy, itulah benih harapan yang kemudian ditanam dan dirawat hingga mengubah hidup keluarganya.