Pemasangan solar panel atau PLTS di Pabrik Polytron Sayung. (dok. Polytron)
Meski potensinya besar, IESR mengingatkan ada tiga tantangan krusial yang harus diantisipasi. Fabby menyebutkan, antara lain soal pemilihan lokasi yang tepat.
"Penentuan lokasi harus mempertimbangkan kondisi geografis, kebutuhan beban listrik, dan kelayakan teknis serta finansial. Perguruan tinggi, terutama fakultas teknik, perlu dilibatkan untuk merancang sistem modular yang bisa dipasang cepat (plug and play)," ungkapnya.
Selain itu, juga soal ketersediaan tenaga kerja terampil. Menurutnya, membangun 1 MW PLTS dan 4 MWh BESS membutuhkan 30--50 tenaga kerja selama 9–12 bulan, mulai dari persiapan hingga pengujian akhir.
Fabby mengatakan, saat ini tenaga kerja terampil masih terbatas dan belum merata di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memetakan kebutuhan tenaga kerja dan menyiapkan pemasang bersertifikat melalui Balai Latihan Kerja, sekolah vokasi, dan perguruan tinggi, sambil melibatkan warga lokal.
Terakhir mengenai koordinasi lintas sektor. Implementasi proyek itu memerlukan koordinasi antara kementerian, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. IESR menyarankan proyek ini ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional (PSN) dengan pembentukan Satuan Tugas dan Project Management Unit (PMU) untuk mengelolanya secara profesional.