Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
PLTA menjadi salah satu penompang utama energi terbarukan di PT Vale (vale.com)
PLTA menjadi salah satu penompang utama energi terbarukan di PT Vale (vale.com)

Intinya sih...

  • Tantangan transisi energi dalam negeri, dengan bauran energi terbarukan baru mencapai 15,37 persen hingga 2024.

  • Pentingnya akses energi terbarukan untuk industri demi investasi dan tren global menuju net zero emission (NZE).

  • Potensi besar di Indonesia tapi realisasi masih rendah, dengan potensi energi terbarukan mencapai 333 GW yang layak secara ekonomi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Semarang, IDN Times - Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong agar Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) serta Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan benar-benar mampu menjawab tantangan transisi energi Indonesia. Harapannya, kedua regulasi itu menjadi payung hukum yang efektif untuk mempercepat pengembangan energi bersih, memperkuat ketahanan energi nasional, dan meningkatkan daya saing industri di pasar global.

1. Tantangan transisi energi dalam negeri

Ilustrasi transisi energi

Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga 2024 bauran energi terbarukan Indonesia baru mencapai 15,37 persen. Di sektor kelistrikan, PLN dalam RUPTL 2025–2034 menargetkan penambahan pembangkit 69,5 GW, dengan 42,6 GW di antaranya berasal dari energi terbarukan. Target tersebut memerlukan investasi Rp1.682,4 triliun, di mana 80 persen pendanaannya diharapkan dari swasta.

Sayang, IESR menilai minat investor masih rendah.

“Kelayakan finansial proyek dan tarif listrik yang belum mencerminkan cost recovery membuat investor enggan masuk. Mekanisme pengadaan PLN juga masih ketinggalan zaman,” kata CEO IESR Fabby Tumiwa dilansir keterangan resminya, Minggu (17/8/2025).

Ia mengingatkan, target pengadaan 4,26 GW per tahun akan sulit tercapai jika mekanisme tarif dan pasar tidak direformasi.

“RUU (EBET dan Kelistrikan) ini harus memastikan transisi energi tidak hanya cepat, tapi juga adil dan inklusif bagi semua pihak,” tutup Fabby.

2. Pentingnya akses energi terbarukan untuk industri

PT Energia Prima Nusantara (EPN), anak usaha PT United Tractors Tbk bangun PLTS atap berkapasitas 861 kWp di pabrik anak usaha Astra Otoparts (dok. Energia Prima Nusantara)

Fabby menegaskan, tren global menuju net zero emission (NZE) membuat industri makin membutuhkan pasokan listrik hijau.

“Ketersediaan energi terbarukan yang cukup, mudah, dan terjangkau adalah prasyarat penting investasi. Negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam sudah membuka akses power wheeling dan direct power purchase agreement untuk memudahkan investor,” jelasnya.

IESR pun mendorong penerapan mekanisme Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) serta restrukturisasi pasar listrik tanpa mengurangi kontrol negara sesuai UUD 1945.

3. Potensi besar di Indonesia tapi realisasi masih rendah

PLTS yang berada di Pulau Nirup, Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times / Putra Gema Pamungkas)

Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo memaparkan potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 333 GW yang layak secara ekonomi. Potensi itu terdiri dari PLTS ground-mounted 165,9 GW, PLTB onshore 167 GW, dan PLTM 0,7 GW. Bahkan, tiga pulau--Bali, Sumbawa, dan Timor--dinilai berpotensi menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2050.

“PBJT bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi PLN sekaligus mempercepat target energi bersih,” kata Deon.

Ia menambahkan, perubahan struktur pasar dan peran PLN penting agar layanan penyeimbang (balancing) dan pendukung (ancillary services) bisa berjalan.

Untuk RUU EBET, secara umum IESR mengajukan rekomendasi tiga poin utama:

  1. Menambahkan pasal tentang PBJT.

  2. Menetapkan kuota PBJT dalam rencana energi terbarukan.

  3. Mengatur peran individu/komunitas dalam membangkitkan energi sendiri (desentralisasi energi).

Sementara untuk RUU Ketenagalistrikan, enam rekomendasi diusulkan, termasuk restrukturisasi pasar listrik, pembentukan BUMN atau anak usaha PLN khusus transmisi, regulasi layanan balancing, penegasan margin keuntungan PSO setara praktik global, pembentukan badan pengawas independen, serta perlindungan konsumen prosumer.

Editorial Team