Program pemeriksaan kesehatan gratis bulanan itu tidak semata-mata mengenai pencegahan kecelakaan, tetapi juga membuka percakapan tentang risiko, perlindungan, dan literasi keuangan. Oleh karenanya, kegiatan tersebut bukan sekadar bakti sosial atau program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), melainkan menjadi investasi jangka panjang untuk menciptakan ekosistem transportasi yang sehat, sekaligus pintu masuk edukasi yang lebih fundamental dalam memperkenalkan konsep perlindungan finansial kepada kelompok yang selama ini paling rentan, yaitu pekerja transportasi.
Direktur Utama PT Banyumas Raya Transportasi, Ipoeng Martha Marsikun berharap, Jasa Raharja meningkatkan spesifikasi kegiatan edukasi dan pemeriksaan tersebut, tidak hanya pemeriksaan tensi, tetapi juga pengecekan kejiwaan bagi pengemudi agar kondisi mereka makin prima.
Ia menambahkan, pihaknya ikut berkolaborasi dengan Jasa Raharja untuk membumikan literasi mengenai asuransi. Sebab, ketika pengemudi merasakan manfaat layanan kesehatan, mereka lebih terbuka membahas soal proteksi finansial. Hal tersebut bisa menjadi jembatan yang efektif untuk meliterasi mereka mengenai asuransi.
"Kondisi karyawan kami, khususnya pengemudi, harus tampil prima, baik kesehatan jiwa maupun raga. Kami sangat mengapresiasi kegiatan (Jasa Raharja) ini," ujarnya, dilansir laman resminya.
Untuk diketahui, Jasa Raharja merupakan bagian dari ekosistem besar. Sebagai anggota holding Indonesia Financial Group (IFG), Jasa Raharja mengemban misi untuk meningkatkan literasi dan inklusi asuransi di Indonesia.
IFG merupakan holding BUMN di bidang asuransi, penjaminan, dan investasi yang berada di bawah naungan Danantara Indonesia. Berdiri melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2020, IFG kini menaungi 10 anggota holding. Di antaranya PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Jasa Raharja), PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
Adapun, tren kegiatan Jasa Raharja di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Semarang selaras dengan angka nasional. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks literasi keuangan nasional 66,46 persen dan inklusi 80,51 persen, meningkat dibandingkan tahun lalu.
Infografis indeks literasi dan indeks inklusi sektor perasuransian di Indonesia. (IDN Times/Dhana Kencana)
Pada 2024, indeks literasi dan inklusi keuangan masing-masing mencapai 65,43 persen dan 75,02 persen.
Secara sektoral, kabar baik juga datang dari perasuransian. Dibandingkan tahun lalu, dari hasil survei yang sama, indeks literasi perasuransian melonjak ke 45,45 persen dari 36,9 persen dan indeks inklusi perasuransian naik ke 28,50 persen dari 12,12 persen.
Kenaikan literasi (pemahaman tentang produk) dan inklusi (akses terhadap produk) di sektor perasuransian yang signifikan itu menunjukkan jurang (gap) pemahaman dan pemanfaatan produk perlindungan di kalangan masyarakat makin kecil.
Meski positif, Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Bhayangkara, melihat rendahnya serapan tersebut masih terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan kurangnya pemahaman terhadap produk asuransi.
"Di sisi lain, para pelaku industri asuransi pun menghadapi tantangan, yakni teaching dan engagement. Untuk itu, saya mengimbau pelaku industri asuransi bekerja sama dengan sektor industri lain," akunya saat Indonesia Insurance Summit (IIS) 2025, Sabtu (23/5/2025).
Masih di acara yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, pentingnya seluruh pemangku kepentingan bersiap membentuk arah masa depan industri perasuransian nasional. Ia menekankan, masa depan industri perasuransian Indonesia bukan sesuatu yang ditunggu, melainkan sesuatu yang harus dibentuk bersama secara kolektif, progresif, dan terarah.
"Di tengah tantangan global, disrupsi digital, dan perubahan kebutuhan masyarakat, transformasi menyeluruh di sektor ini adalah sebuah keniscayaan," urainya.
"Dengan tata kelola yang kuat, inovasi berbasis teknologi, dan kolaborasi erat antara regulator dan pelaku industri, saya yakin industri perasuransian dapat menjadi pilar utama ketahanan ekonomi nasional," lanjut Ogi.