Ilustrasi Pemasangan solar panel atau PLTS di Pabrik Polytron Sayung. (dok. Polytron)
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha menambahkan, kontribusi PLTS industri (captive) makin besar dalam pertumbuhan kapasitas nasional.
“PLTS captive menjadi faktor yang meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global. Wilayah usaha sudah meningkat tiga kali lipat sejak 2017, ini peluang besar. Pemerintah perlu meningkatkan transparansi sistem, data, dan perizinan,” jelas Alvin.
Alvin juga menyoroti proyek ekspor listrik 3,4 GW ke Singapura sebagai peluang memperkuat rantai pasok dalam negeri, dengan target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60 persen. Namun, harga modul lokal yang lebih mahal 30–40 persen dibanding impor masih menjadi tantangan.
“Untuk mendorong investasi rantai pasok, perlu konsistensi permintaan dalam negeri. Insentif seperti pembebasan bea masuk bahan baku juga sangat penting,” aku Alvin.
Untuk memperkuat komitmen dan kolaborasi lintas sektor, IESR bersama Kemenko Perekonomian dan Kementerian ESDM akan menggelar Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 pada 11 September 2025. Forum edisi keempat ini mengusung tema “Solarizing Indonesia: Powering Equity, Economy, and Climate Action”. ISS 2025 akan mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, penyedia teknologi, serta komunitas masyarakat untuk mempercepat integrasi energi surya di Indonesia.