Salatiga, IDN Times - Siang itu, puluhan mahasiswa duduk antusias mengikuti Sekolah Pasar Modal (SPM) Level 1 bertemakan Don’t Just Spend, Learn To Grow Your Money, di ruang kuliah Gedung E126 Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Sabtu (5/7/2025). Diskusi dan tanya jawab berlangsung hidup dalam kegiatan yang dikemas secara serius tapi santai sejak pukul 13.00 WIB.
Materi yang diberikan secara umum mengenai edukasi dan sosialisasi pentingnya pasar modal sebagai sarana untuk berinvestasi sejak muda.
“Di SPM, kami mendapatkan pengetahuan mengenai pasar modal, bisa mengerti mengenai saham, reksa dana, obligasi, yang bisa untuk investasi mahasiswa," kata salah satu peserta, Michael.
Kegiatan yang diadakan secara berkala oleh Investor Club FEB UKSW itu tidak sekadar belajar mengenai teori berinvestasi. Sebaliknya, para peserta SPM langsung diajak untuk menjadi bagian dari revolusi finansial yang mengubah wajah perekonomian Jawa Tengah.
Bagaimana tidak, edukasi tersebut membantu mahasiswa memahami instrumen keuangan seperti saham, reksa dana, dan obligasi, yang selama ini sering distereotipkan hanya untuk orang dewasa atau investasi berisiko besar. Selain itu, para mahasiswa secara langsung juga untuk diajak berpindah dari pola konsumsi murni ke pola pengembangan keuangan yang menciptakan transformasi dari keuangan tradisional–hanya di bank atau untuk konsumtif–ke keuangan modern, seperti berinvestasi di pasar modal, yang berdampak positif pada inklusi dan literasi keuangan.
“Baru tahu ternyata bisa juga beli saham Rp100 ribu. Saya kira saham itu mahal, dan ternyata mudah untuk dibeli, serta bisa untuk investasi masa depan,” ungkap peserta lain, Nancy.
Salah satu pembicara dari Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jateng 1 (IDX), Akhmad Nuranyanto mengatakan, jika makin banyak individu muda yang mulai berpikir jangka panjang--tidak hanya konsumtif, tetapi juga investasi--maka struktur keuangan masyarakat bisa ikut berubah. Dari yang hanya menerima penghasilan dan membelanjakan, menjadi yang memanfaatkan penghasilan untuk memperbanyak aset.
Apabila, lanjutnya, makin banyak mahasiswa--yang nanti akan menjadi tenaga kerja dan pelaku ekonomi--mulai aktif di pasar modal, dapat tercipta efek berganda (multiplier effect). Yakni, lebih banyak modal yang teralokasikan ke produktivitas, bukan hanya konsumsi, dan hal itu bisa memperkuat perekonomian daerah.
“Harapannya generasi muda menjadi lebih siap bukan hanya menghabiskan uang (don’t just spend), tapi juga bisa mengelola dan mengembangkan uangnya. Jadi ada perubahan sikap dan perilaku berkaitan dengan keuangan yang terjadi di kalangan mahasiswa. Ini mendorong perekonomian di daerah jadi lebih maju, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar Nuranyanto.
Benar saja. Melansir data BEI Jateng 1, jumlah investor pasar modal di Kota Salatiga jumlahnya terus melesat. Hingga September 2025 sudah mencapai 17.528 investor atau naik 9,3 persen sejak Januari 2025 atau sembilan bulan terakhir. Saat itu, jumlahnya hanya 16.034 investor.
Situasi itu menjadi potret nyata bagaimana kolaborasi strategis antara Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengakselerasi pertumbuhan investor pasar modal di provinsi yang berpenduduk terbesar ketiga di Indonesia mencapai 38,2 juta jiwa.
“Akses keuangan memiliki peran strategis sebagai katalis pembangunan ekonomi berkelanjutan. Studi-studi global menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan berkontribusi sangat signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, dan stabilitas keuangan,” kata Deputi Komisioner Hubungan Internasional, Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT), dan Daerah OJK, Bambang Mukti Riyadi saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) dan Pleno TPAKD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025 di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Jalan Pahlawan Nomor 9 Semarang, Kamis (19/6/2025).
Kini Jawa Tengah menempati posisi keempat sebagai provinsi dengan jumlah investor pasar modal terbanyak di Indonesia. Capaian itu bukan kebetulan, melainkan hasil kerja keras terstruktur yang melibatkan sinergi multipihak.
Berdasarkan data OJK, per Agustus 2025, Jawa Tengah mencatatkan sebanyak 1.906.816 investor pasar modal. Jumlah itu meningkat 15,67 persen jika dibandingkan jumlah investor pada Januari 2025, yang hanya 1.648.443 investor.
Masih dari data yang sama, secara detail, transaksi Pasar Modal di Jawa Tengah didominasi oleh investor individu dengan jumlah Single Investor Identification (SID) reksa dana mencapai 1.654.542 investor pada Juni 2025, meningkat 12,70 persen (years-on-years/y-o-y) dengan total nilai transaksi Rp14,86 triliun.
Sementara, jumlah SID saham sebesar 850.366 investor meningkat sebesar 24,80 persen (y-o-y) dan SID Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 106.028 investor juga meningkat sebesar 17,10 persen (y-o-y).
