Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia Masih di Bawah Target 80 Persen

- Angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, menurut data Kementerian Kesehatan dan Survei Kesehatan Indonesia.
- Faktor penyebab rendahnya angka menyusui termasuk minimnya fasilitas menyusui, promosi susu formula yang menyesatkan, dan rendahnya pemahaman tenaga kesehatan.
- AIMI mengajukan rekomendasi untuk memperkuat perlindungan ibu menyusui, termasuk peningkatan pengawasan kebijakan, penyediaan fasilitas menyusui, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, dan kampanye edukasi kepada masyarakat.
Semarang, IDN Times - Memperingati 18 tahun kiprahnya mendukung hak ibu menyusui, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menggelar seminar daring (webinar) bertajuk “Sebuah Refleksi 18 Tahun AIMI Terkait Kebijakan Perlindungan Menyusui di Indonesia”, Senin (21/4/2025). Acara tersebut jadi momentum penting untuk mengevaluasi capaian dan tantangan dalam memperjuangkan hak menyusui di Indonesia, sekaligus mendorong komitmen pemerintah yang lebih kuat.
1. Tantangan masih besar

Meskipun menyusui terbukti membawa manfaat luar biasa bagi kesehatan ibu dan anak, angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari ideal. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, cakupan ASI eksklusif nasional sempat turun drastis dari 64,5 persen (2018) menjadi 52,5 persen (2021).
Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat angka ASI eksklusif 0–5 bulan hanya mencapai 68,6 persen, masih di bawah target nasional 80 persen.
Lebih mengkhawatirkan, laporan WHO 2023 menunjukkan hanya 48,6 persen bayi Indonesia yang mendapat ASI dalam satu jam pertama kelahiran—angka ini jauh menurun dibandingkan 58,2 persen pada 2018.
Menurut AIMI, beberapa faktor utama penyebab rendahnya angka menyusui meliputi:
- Minimnya fasilitas menyusui di tempat kerja dan ruang publik,
- Masifnya promosi susu formula yang menyesatkan,
- Rendahnya pemahaman tenaga kesehatan terhadap manajemen laktasi,
- Minimnya dukungan sosial, terutama dari keluarga inti dan lingkungan kerja.
2. Implementasi masih lemah

Selama 18 tahun terakhir, Indonesia telah memiliki beberapa payung hukum yang mengatur perlindungan hak menyusui, seperti:
- PP No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif,
- PP No. 28 Tahun 2024 yang memperkuat regulasi promosi susu formula,
- UU No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak, yang mewajibkan ruang laktasi di tempat umum dan mengatur hak cuti ibu melahirkan.
Ketua Umum AIMI 2007–2018, Mia Sutanto menyebutkan, kebijakan itu belum sepenuhnya membuahkan hasil.
"Perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak memang sudah ada kemajuan, tetapi implementasi dan pengawasan masih lemah," katanya saat webinar.
Senada, pendiri pelanggaarankode.org, Irma Hidayana menyoroti maraknya pelanggaran kode pemasaran susu formula.
“Produsen makin lihai mempengaruhi ibu dan masyarakat lewat influencer, momfluencer, dan bahkan kerja sama dengan tenaga kesehatan. Ini harus dihentikan,” tegasnya.
2. Perlu langkah konkret

Sebagai bagian dari refleksi atas 18 tahun perjuangannya, AIMI mengajukan sejumlah rekomendasi konkret untuk memperkuat perlindungan bagi ibu menyusui di Indonesia.
Pertama, AIMI menekankan pentingnya peningkatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang sudah ada, terutama penguatan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA). Meskipun telah disahkan, cuti melahirkan enam bulan yang diatur dalam UU tersebut masih belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh ibu karena keterbatasan syarat administratif. Selain itu, AIMI menyoroti urgensi pemberian cuti ayah yang lebih panjang agar para suami dapat memberikan dukungan emosional dan fisik yang memadai selama masa menyusui dan pengasuhan anak.
Kedua, AIMI mendorong pemerintah serta sektor swasta untuk lebih aktif dalam menyediakan fasilitas menyusui, seperti ruang laktasi yang nyaman dan layak baik di tempat kerja maupun fasilitas umum.
Ketiga, AIMI juga mengingatkan perlunya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan kader melalui pelatihan rutin terkait manajemen laktasi, agar mereka mampu memberikan edukasi dan dukungan menyusui yang tepat dan berbasis bukti.
Terakhir, AIMI menyerukan dilakukannya kampanye edukasi secara luas dan konsisten kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif serta mendorong pemahaman publik terhadap bahaya promosi susu formula yang tidak etis dan menyesatkan.
“Keberhasilan menyusui bukan hanya tugas ibu, tetapi tanggung jawab bersama—keluarga, tenaga kesehatan, swasta, dan pemerintah. Hanya dengan kerja sama kita bisa mewujudkan Indonesia yang ramah ibu menyusui,” kata Ketua Umum AIMI, Nia Umar.