SiPetani, Pesan Antar Tanaman Online Tanpa Bayaran Demi Mandiri Pangan

Tanaman menjadi barang mewah di DKI Jakarta

Laju pertumbuhan penduduk di kota-kota besar di Indonesia makin pesat. Salah satunya terjadi di DKI Jakarta. Faktor ekonomi kerap menjadi alasan mereka urbanisasi ke Ibu Kota Negara tersebut.

Secara tidak sadar, pertambahan penduduk berdampak terhadap lingkungan. Sebagai contoh, maraknya konversi lahan terbuka menjadi tempat tinggal serta penurunan kualitas lingkungan akibat polusi dan sampah.

Peningkatan populasi ikut memengaruhi produksi dan tingkat kebutuhan pangan karena keterbatasan lahan sehingga rentan terjadi krisis pangan. Langkah umum untuk mengatasi hal itu adalah dengan mengandalkan suplai pangan dari daerah lain.

Imbasnya, kualitas bahan pangan--seperti sayur dan buah--menurun selama perjalanan karena jaraknya yang jauh dari sumber produksi pangan. Belum lagi permasalahan emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan berbahan bakar fosil yang mengangkut bahan pangan tersebut.

Pertanian berbasis ruang

SiPetani, Pesan Antar Tanaman Online Tanpa Bayaran Demi Mandiri PanganIlustrasi kepadatan lahan di DKI Jakarta. (Unsplash/Voicu Horatiu)

Kondisi tersebut mendorong masyarakat di perkotaan, seperti di DKI Jakarta menerapkan urban farming (pertanian perkotaan) agar bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan (DKPKP) DKI Jakarta, Suharini Eliawati, pembangunan pertanian di wilayahnya sudah tidak bisa lagi dilakukan berdasarkan lahan, melainkan berbasiskan ruang. Ia menilai, urban farming menjadi metode yang efektif dan masyarakat dapat memilih sesuai dengan kemampuan dan keinginan masing-masing, termasuk cara penanaman maupun jenis tanamannya.

"Lahan-lahan di DKI Jakarta sudah beralih fungsi. Makanya berbasis ruang, tidak lahan, karena bisa dilakukan di mana saja, di lantai dua atau tiga (rumah), di rooftop (atap), atau ruang perkantoran. Mampunya (bertani) di wadah atau pot (silakan) atau tempat kaleng cat bekas, silakan saja," katanya saat webinar "Pemanfaatan Ruang Terbuka Perkotaan untuk Urban Farming" melalui saluran Youtube Go JakFarm DKI Jakarta, Jumat (15/10/2021).

Eli menjelaskan, urban farming sanggup menyediakan akses pangan yang lebih segar, sehat, bergizi, dan ramah lingkungan bagi keluarga dan komunitas.

Lebih dari itu, dapat mewujudkan komposisi ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 30 persen, baik untuk publik (20 persen) dan privat (10 persen) sebagaimana amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

Salah satu warga DKI Jakarta yang menjalankan urban farming adalah Utari. Ibu rumah tangga yang tinggal di Pondok Labu, Jakarta Selatan itu memanfaatkan pekarangan rumahnya yang berukuran 1x6 meter untuk menanam berbagai tumbuhan. Mulai dari jahe, kencur, cabai, pandan, bidara, jeruk lemon, sirsak, belimbing, dan belimbing wuluh.

"Lahan di rumah ya sempit. Karena saya suka menanam, ya bisa-bisa saja caranya untuk menanam. Misal di pot untuk kencur dan jahe, cabai juga. Jadi kalau butuh buat masak tinggal ambil," katanya kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Rabu (2/3/2022).

Aktivitas urban farming sudah dilakukan Utari sejak melajang dan berlanjut ketika ia menikah dengan Sulistio (40) delapan tahun lalu. Ia mengakui, kegiatan urban farming secara tidak langsung membantu perekonomian rumah tangganya karena kebutuhan sayur-mayur, buah, atau apotek hidup dapat terpenuhi secara mandiri sehingga menghemat pengeluaran untuk komoditas-komoditas tersebut.

"Pastinya iya (menghemat pengeluaran). Aku mikirnya, daripada aku beli cabai, katakanlah 6 biji seharga Rp5 ribu, lebih baik menanam, tinggal petik cabai di pot. Lebih segar dan tinggal pakai sesuai kebutuhan. Kencur juga, tinggal congkel di pot. Kalau bisa menanam sendiri, kenapa harus beli," ujarnya yang lahir di Depok, Jawa Barat.

Tidak ada alokasi khusus membeli tanaman

SiPetani, Pesan Antar Tanaman Online Tanpa Bayaran Demi Mandiri PanganIlustrasi urban farming. (Unsplash/Joshua Lanzarini)

Sayang, tingginya biaya hidup di Jakarta tidak sedikit membuat Utari--dan masyarakat pada umumnya--berpikir ulang untuk membeli bibit atau tanaman baru semata untuk kegiatan urban farming.

Pasalnya, konsumsi bulanan sebagian besar warga DKI Jakarta teralokasikan untuk biaya tempat tinggal dan kebutuhan makan minum harian. Secara spesifik, tidak ada alokasi secara khusus untuk membeli bibit tanaman.

"Kalau duit khusus untuk beli tanaman gak ada alokasinya. Apalagi dari uang bulanan (belanja) keluarga. Walaupun itu tanaman harganya Rp100 ribu, pastinya saya (masyarakat biasa) mikir-mikir buat beli. Ujung-ujungnya gak kebeli dan gak jadi menanam. Makanya, tanaman menjadi hal mewah di Jakarta," aku Utari.

Ia berkilas balik dua tahun lalu--tepatnya pada tahun 2020--, ketika bermimpi bisa memiliki beragam tanaman, tidak hanya sebatas cabai, kunyit, dan jahe saja, namun juga buah-buahan di pekarangan rumah. Kemunculan SiPetani DKI bak menjadi jawaban atas doa perempuan berusia 30 tahun itu.

Layanan digital berbasiskan web tersebut memberikan bibit berbagai tanaman secara gratis kepada warga DKI Jakarta. Persyaratannya pun tak berbelit, cukup bermodalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Utari mengetahui SiPetani DKI melalui akun Instagram resmi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman (Pusbangnih dan Protan) DKPKP Jakarta, @p2bpt_dkpkp. Pada kolom akun tersebut, tertuliskan informasi layanan permohonan bibit tanaman dan pengendalian hama penyakit tanaman secara gratis.

Mengetahui hal itu, ia langsung mencoba mengaksesnya untuk memesan bibit tanaman melalui SiPetani DKI. Ibu dua anak itu tak menyangka jika seluruh layanan tersebut tertangani secara online, mulai dari pemesanan bibit tanaman sampai pengantaran.

"Ternyata gratis dan dimudahkan semuanya. Sama sekali saya tidak ke (lokasi) sana, di rumah saja, semua online. Bahasa di form pengajuannya juga (berbahasa) Indonesia, mudah dipahami saya sebagai ibu rumah tangga. Tanaman tinggal pilih yang mana yang diinginkan. Gampang pokoknya," jawabnya sembari tersenyum.

Utari sudah memanfaatkan layanan tersebut selama dua tahun terakhir. Pada 2020--saat awal pandemik COVID-19 melanda Indonesia--, memesan bibit tanaman buah belimbing madu dan jeruk lemon. Lalu tahun 2021, ia memilih tanaman jeruk nipis dan belimbing wuluh.

Baginya, inovasi teknologi digital SiPetani DKI menjawab keresahan dirinya dan warga DKI Jakarta pada umumnya, akan kebutuhan tanaman baru untuk urban farming.

Transformasi digital layanan SiPetani

SiPetani, Pesan Antar Tanaman Online Tanpa Bayaran Demi Mandiri PanganIlustrasi bibit tanaman. (Unsplash/Kasturi Laxmi Mohit)

SiPetani DKI sudah berjalan sejak tahun 2017. Semula, segala bentuk administrasinya dilakukan secara konvensional. Termasuk pengambilan bibit tanaman, yang mengharuskan warga datang dan tatap muka di kantor UPT Pusbangnih dan Protan DKPKP Jakarta, Jalan Harsono RM, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Adanya pandemik COVID-19 yang berimbas pada pembatasan mobilitas dan aturan mengenai protokol kesehatan, membuat DKPKP mendigitalisasi seluruh layanan SiPetani DKI secara online. Sejak 30 September 2020 hingga saat ini, seluruh permohonan bibit–baik dari warga maupun komunitas–hanya bisa dilakukan melalui laman https://openstreetmap.id/dkpkp.

Bibit tersebut dikirim menggunakan jasa pengiriman (delivery) online, yang mana untuk biaya pengiriman ditanggung oleh pemohon.

Adapun, kebutuhan bibit tanaman, mulai dari tanaman biofarmaka (tanaman obat), tanaman sayuran, dan tanaman buah-buahan tidak hanya dilayani di satu tempat, melainkan 14 kebun bibit yang tersebar mulai dari Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, sampai Jakarta Timur.

Fitur peta (map) berbasiskan lokasi yang tersedia pada laman SiPetani DKI cukup banyak membantu Utari ketika pengiriman bibit. Ia bisa leluasa memilih dan memperkirakan mana saja lokasi bibit yang jauh dan yang dekat dengan tempat tinggalnya, sehingga bisa memperkirakan berapa biaya ongkos kirimnya.

Selain itu, titik lokasi yang diberikan pada laman SiPetani DKI mudah dibaca dan dituju oleh driver ojek online (ojol).

"Ada peta di web (SiPetani DKI) itu sangat membantu saya sekali. Kita bisa tahu, lokasi bibit mana yang terdekat dengan rumah (Pondok Labu). Waktu itu saya direkomendasikan di Ciganjur dan Ragunan. Akhirnya saya pilih Ragunan. Petugas ojol juga dimudahkan karena dikasih tahu titiknya, jadi gak kesasar. Abangnya (driver) ojol juga tidak bingung, tinggal tunjukin nomor registrasi, langsung dikasih bibitnya. Bagus, sehat, dan sangat layak tanam," ucapnya.

Pertanian era revolusi industri 4.0

Penyuluh Pertanian Pertama DKPKP Jakarta, Teguh Kurniawan mengatakan, yang membedakan laman SiPetani DKI dengan layanan serupa adalah fitur peta sebaran lokasi pelayanan bibit yang bisa dijangkau atau yang terdekat dengan warga dan konsultasi klinik hama tanaman secara gratis.

Dari catatannya, setiap tahun total ada lebih dari 10 ribu bibit tanaman yang diberikan dengan cuma-cuma, baik kepada warga maupun komunitas di DKI Jakarta.

"Masyarakat yang ingin meminta bibit, bisa. Dan yang menanyakan bibit atau tanamannya terkena penyakit atau hama juga bisa lewat SiPetani DKI, gratis. Nanti petugas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) akan memberi rekomendasi dan solusi untuk pengendaliannya," ujarnya yang juga petugas lapangan untuk pendampingan layanan SiPetani DKI, Jumat (11/2/2022).

SiPetani, Pesan Antar Tanaman Online Tanpa Bayaran Demi Mandiri PanganIlustrasi urban farming. (Unsplash/Heather Mount)

Guru Besar bidang Penyuluhan Pembangunan IPB, Prof Sumardjo menjelaskan bahwa kecepatan dan kreativitas, digitalisasi, dan efektivitas proses merupakan tuntutan pada era revolusi industri 4.0 saat ini.

Ia meyakini, pertanian di Indonesia bisa lebih berkembang dengan memanfaatkan teknologi digital terkini sehingga bisa lebih efisien.

“Tidak hanya dapat membantu mengatasi krisis pangan, pertanian cerdas (smart farming) juga membawa pengaruh bagi masyarakat. Tujuan utama penerapan teknologi adalah untuk melakukan optimasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada,” katanya saat webinar “Identifikasi Tren Teknologi Digital di Pembangunan Sektor Pertanian” yang diadakan Badan Litbang Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagaimana dilansir laman resmi Center for Alternative Dispute Resolution and Empowerment (CARE) IPB, Senin (17/10/2022).

Baca Juga: Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di Indonesia

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya