TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

UU Omnibus Law Disahkan, LP3ES: Pemerintah Otoriter, Meniru Gaya Orba

Direktur LP3ES tidak setuju UU Omnibus law disahkan

Aksi unjuk rasa kelompok mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan, menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Selasa (6/10/2020). Dok. IDN Times/bt

Semarang, IDN Times - Undang-Undang (UU) Omnibus Law yang disahkan oleh DPR RI dikhawatirkan bakal mengubah kebijakan pemerintah pusat yang cenderung otoriter. Bahkan, berdasarkan analisa lembaga Center for Media and Democracy (LP3ES), pemerintah pusat nantinya berpeluang membuat kebijakan yang mirip dengan gaya Orde Baru (Orba) karena sebenarnya dalam UU Cipta Kerja tersebut banyak pasal-pasal yang masih bermasalah.

"Maka dari itulah, saya gak setuju dengan disahkannya UU Omnibus Law. Sebab, dalam proses politiknya memang perundang-undangan tersebut sangat bermasalah. Undang-undang ini kan sebenarnya belum tuntas, juga masih banyak pertanyaan publik. Dan terbukti banyak demo di mana-mana," kata Direktur LP3ES, Wijayanto ketika dihubungi IDN Times, Kamis (8/10/2020).

Baca Juga: Demo Omnibus Law Memanas, Tagar Mahasiswa Bergerak Puncaki Twitter!

1. Pemerintah telah mengabaikan penolakan UU Omnibus Law

Aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menolal Omnibus Law UU Cipta Kerja. IDN Times/Saifullah

Wijayanto menyebut saat ini sebagian besar rakyat Indonesia memang tidak setuju dengan UU Omnibus Law. Penolakan malahan sudah muncul sejak Maret 2020 silam dimana publik waktu itu kerap menentang pembahasan draft RUU Omnibus Law. 

"Tapi itu semua diabaikan. Kok sekarang undang-undangnya disahkan. Padahal di sisi substansinya sudah mendapat kajian dari para pakar ekonomi, lingkungan hidup dan media. Hasilnya muncul sejumlah kekhawatiran," ungkapnya. 

2. Direktur LP3ES sebut pemerintah pusat kerdilkan peranan pemerintah daerah

Ilustrasi pengesahan undang-undang. IDN Times/Arief Rahmat

Pihaknya mengaku, dari segi lingkungan hidup, pemerintah pusat berupaya menggunakan UU Omnibus Law untuk memperkecil peranan pemerintah daerah. Salah satu yang mencolok ialah pemerintah telah menghapus izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Sedangkan dari segi ketenagakerjaan, katanya UU Omnibus Law juga mengatur ketentuan untuk mengurangi jumlah pesangon bagi para tenaga kerja yang pensiun.

"Kalau dari aspek lingkungan pemerintah pusat bisa ambil kewenangan daerah dalam memberikan perizinan. Termasuk menghapus AMDAL. Maka di sektor ketenagakerjaan, jumlah pesangonnya akan dikurangi. Ironisnya lagi, UU Omnibus Law juga mengatur kebebasan media. Khususnya mengenai tindakan represif kepada media dan memberikan ancaman kurungan bagi media yang tidak mendukung UU. Itu semua yang jadi masalah dari UU Omnibus Law," beber Wijayanto.

Baca Juga: Omnibus Law UU Cipta Kerja: Ambisi Jokowi Sejak Dilantik Presiden

Berita Terkini Lainnya