7 Potret Gebyuran Bustaman, Tradisi Jelang Ramadan di Semarang

Semarang, IDN Times - Menjelang bulan Ramadan banyak sekali tradisi dan budaya yang digelar masyarakat di sejumlah daerah. Kampung Bustaman di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang, Kota Semarang mempunyai tradisi perang air yang disebut Gebyuran Bustaman.
Meskipun sempat vakum karena pandemik COVID-19, tahun 2023 ini warga Kampung Bustaman kembali menggelar tradisi perang air itu pada Minggu (19/3/2023). Seperti apa suasana Gebyuran Bustaman kali ini? Berikut 7 potret keseruan tradisi yang sudah berlangsung sejak tahun 1743 itu.
1. Tradisi perang air ini untuk menghormati leluhur Kampung Bustaman, Kiai Bustam dan Sayyid Abdullah
2. Ritual perang air ini dimulai pukul 16.00 WIB dengan ditandai pemukulan kentongan dari Masjid Bustaman
Baca Juga: Catat Lur! Ini Jadwal Imsakiyah Ramadan 1444 Hijriah untuk Area Semarang
3. Warga Kampung Bustaman dan warga Kota Semarang mulai datang dan mengolesi muka mereka dengan bedak adem penanda kotoran atau dosa yang harus dibersihkan
4. Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maemoen turut hadir di Kampung Bustaman dan ikut memandikan anak-anak di sana seperti dulu Kiai Bustam memandikan cucu-cucunya sebelum Ramadan
5. Warga pun mengikuti dengan memulai perang air
Editor’s picks
6. Mereka membawa kantong plastik yang sudah berisi air warna-warni dan saling melempar ke sesama warga yang hadir
7. Tradisi Gebyuran Bustaman diakhiri dengan makan bersama yang disediakan oleh warga Kampung Bustaman. Menu yang disajikan mulai gulai kambing, bakso, dan nasi gudangan
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin mengatakan, tradisi Gebyuran Bustaman di Kota Semarang ini layak menjadi daya tarik wisata tahunan.
"Kami sudah membicarakan dengan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang untuk memasukkan tradisi ini di kalender wisata,’’ ungkapnya.
Menurut dia, tradisi ini bisa menjadi simbol teladan karena mengandung nilai moral dan pesan bahwa sesama manusia tidak boleh menyimpan dendam saat memasuki bulan Ramadan.
Sementara, Antropolog Semarang, Akhmad Khaerudin menyampaikan, Gebyuran Bustaman merupakan acara yang diinisiasi oleh warga kampung kota yang sekarang menjadi tradisi di Kampung Bustaman.
‘’Harapannya acara ini menjadi pilot project atau prototype pengembangan kampung kota di Indonesia. Sebab, biasanya pengembangan yang dilakukan adalah desa wisata,’’ tutur pria yang akrab disapa Adin itu.
Adapun, Adin sebagai Direktur Kolektif Hysteria yang komunitas seni yang turut menginisiasi kegiatan itu menuturkan, Gebyuran Bustaman merupakan pintu masuk untuk memahami dinamika pengetahuan perkotaan terutama di kampung-kampung kota atau tempat warga bermukim.
‘’Harapannya, ke depan mereka tidak hanya menjadi objek pembangunan tetapi menjadi pelaku aktif pengembangan kampung itu sendiri,’’ tandasnya.
Baca Juga: Gamelan Keramat Peninggalan Ki Ageng Pandanaran Dimandikan Jelang Dugderan