Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan Kebaikan

Anindya Batik Semarang berdayakan kaum difabel saat pandemik

Semarang, IDN Times - Suara deru mesin jahit lamat-lamat terdengar dari pintu masuk sebuah rumah di Jalan Kedungmundu No 2 Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang. Lirih dari dalam rumah di sebuah ruangan ada suara sejumlah orang sedang berkomunikasi dengan artikulasi yang kurang jelas. Tampak mereka hanya mengandalkan gerakan tangan dan bibir untuk menyampaikan pesan kepada lawan bicaranya.

Seorang perempuan berhijab dengan busana gamis berwarna coklat turut mengarahkan mereka. Ada yang mendapat tugas untuk menjahit, ada yang diminta memasang pelapis kain, dan ada juga yang ditugaskan membungkus pakaian yang sudah jadi.

‘’Pak Udin, tolong trikot-nya (pelapis kain, red) dipasang ke kain batik berwarna merah dengan motif kawung,’’ kata perempuan itu dengan gerakan bibir dan tangan yang kemudian dipahami oleh seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk di depan mesin jahit.

Kemudian, perempuan itu menepuk bahu pekerja lain, Siti Chusnurijah. Lalu dengan bahasa isyarat ia meminta perempuan berusia 53 tahun itu untuk membantu dia membungkus blus batik yang sudah jadi. Masih dengan gerakan tangan dan bibir ia mengarahkan dan memberi tahu cara mengemas pakaian tersebut.

Setelah selesai, ia menghampiri Siti Solikatun yang juga bekerja di sana dan memberi pesan agar bungkusan paket tersebut dikirim melalui jasa kiriman logistik.

‘’Sol, nanti paket ini dikirim ke JNE ya. Pakai paket YES. Alamat pengirim sudah saya tulis,’’ tuturnya dengan gerakan tangan sebagai isyarat yang disambut anggukan Solikatun.

Rintis Anindya Batik untuk memberi penghidupan teman tuli

Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan KebaikanKaum difabel teman tuli sedang bekerja di Anindya Batik Semarang di Jalan Kedungmundu No 2 Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Suasana itu setiap hari terjadi di rumah Lisa Monica, pemilik Anindya Batik Semarang. Perempuan berusia 43 tahun itu merintis usaha pembuatan pakaian dari kain batik sejak tahun 2010. Produk-produk busana batik tersebut kemudian dipasarkan dari pameran ke pameran maupun secara online.

Lisa mengawali usaha tersebut dari satu langkah niat baik ingin membantu para kaum difabel tuna rungu dan wicara yang berpotensi tapi memiliki keterbatasan untuk berkarya.

‘’Semua itu berawal dari saya menjahitkan baju di rumah Pekalongan. Penjahitnya ini teman tuli. Saya ngobrol dengan dia, ternyata hidupnya memprihatinkan. Kalau belanja ke warung selalu ngutang. Saya tanya, nanti bayarnya kapan, jawabnya nanti kalau dapat uang jahitan. Rame atau nggak, jawabnya nggak juga kadang rame kadang sepi,’’ ungkapnya saat ditemui IDN Times, Sabtu (29/1/2022).

Komunikasi dengan pelanggan menjadi kendala bagi teman tuli saat bekerja. Sebab, tidak semua pelanggan bisa berkomunikasi dan mengerti dengan bahasa isyarat. Hal itu menjadi alasan kesulitan bagi penjahit difabel mendapatkan pesanan jahitan. Padahal, mereka memiliki skill dan potensi yang bagus untuk bekerja.

‘’Terus saya bilang kalau saya bantu cari order mau nggak, jawabnya mau. Kemudian, saya berinisiatif untuk memberikan pekerjaan. Saya beli dua kodi kain batik ke saudara saya yang perajin batik Pekalongan untuk dijahitkan ke penjahit teman tuli. Saya bilang tolong buatkan baju dari kain ini, desainnya terserah kamu,’’ kata perempuan asal Pekalongan itu.

Berselang waktu lembaran kain batik milik Lisa yang dijahitkan ke teman tuli itu sudah menjadi baju, dengan kemampuan di bidang pemasaran ia membawa produk tersebut ke Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jawa Tengah. Ia menawarkan produk baju batik karya kaum difabel itu ke pengelola.

‘’Saya bilang ada produk teman difabel dari Pekalongan, bisa nggak kalau titip produk di sini (Dekranasda Jateng, red). Setelah dilihat produknya akhirnya boleh. Mereka menilai produk baju itu jahitannya rapi, desainnya walaupun klasik tapi bagus. Setelah itu malah orang-orang Dekranasda menjahitkan baju ke tempat kami,’’ tuturnya.

Baca Juga: 10 Potret Keseruan Berbagi Bersama Kebahagiaan Natal di JNE Semarang

Menjadi tempat belajar teman tuli dari berbagai daerah

Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan KebaikanPemilik Anindya Batik Semarang, Lisa Monica memberikan arahan kepada teman tuli untuk mengemas pesanan pelanggan. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Pesanan jahitan pun semakin hari semakin banyak, kemudian agar fokus menyelesaikan pekerjaan itu Lisa mengajak dua orang teman tuli pindah dari Pekalongan ke Semarang. Istri dari Handry Padang ini juga memutuskan keluar dari pekerjaannya di perusahaan multinasional. Ia memilih berkarya dan memberdayakan kaum difabel. Dari dua orang menjadi tiga teman tuli yang bekerja.

Apa yang dilakukan ibu dari Anindya ini rupanya menyebar dan diketahui oleh teman tuli lainnya. Beberapa anggota komunitas Gerakan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) setiap hari datang dan melihat produksi busana batik di rumah Lisa.

‘’Saya tanya mereka, kok cuma melihat saja mau nggak bisa jahit. Mereka jawab, mau tapi nggak bisa. Saya tanya lagi, mau nggak diajari, mereka bilang mau. Kemudian, saya minta tiga pekerja saya untuk mengajari anggota Gerkatin itu membuat busana batik. Saya juga bilang ke pekerja saya, ilmu yang sudah kamu dimiliki itu biar bermanfaat harus ditularkan agar pahalamu mengalir,’’ katanya.

Anindya Batik pun tidak hanya lapangan kerja dan tempat belajar, tapi juga menjadi jembatan kebaikan sekaligus ladang pahala bagi mereka yang saling membantu di sana. Teman tuli berusia 16–67 tahun dari berbagai daerah seperti Jakarta, Pekalongan, Kajen, Muntilan, Magelang, Garut, Jepara berdatangan untuk menimba ilmu.

Mereka belajar mulai membuat desain, menggambar pola, memotong kain, menjahit hingga finishing. Setelah mereka sudah bisa dan ingin pulang ke daerah asal untuk bekerja mandiri, Lisa pun dengan ikhlas mempersilakan para teman tuli untuk kembali ke kampung halamannya.

‘’Saya tidak menghalangi kalau mereka mau pulang ke daerahnya setelah kurang lebih setahun belajar di sini. Hal itu memang saya tekankan ke mereka kalau ilmu kalian sudah cukup nggak apa-apa kalau mau bekerja mandiri. Kalau ada yang bilang wah rugi sudah ngajari terus kok pergi. Saya katakan ilmu yang bermanfaat itu tidak pernah hilang karena pahalanya tetap mengalir,’’ terangnya.

Terdampak pandemik tapi pesanan terus mengalir

Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan KebaikanKaum difabel teman tuli sedang bekerja di Anindya Batik Semarang di Jalan Kedungmundu No 2 Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Dengan dibantu teman tuli, kapasitas produksi Anindya Batik yang memiliki khas batik motif abstrak klasik pun terus meningkat. Usaha berskala UMKM itu pun juga berkembang dan pasarnya semakin luas. Sebab, Lisa kerap mengikuti pameran di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Makassar, Bali, Palembang dan sebagainya.

Hingga kemudian pandemik datang di awal tahun 2020. Pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) maupun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menutup jalan Lisa menjemput rezeki melalui pameran. Dampak pandemik itu tidak hanya memukul usaha Lisa tapi juga pekerja difabel yang mencari rezeki di Anindya Batik.

"Hampir dua tahun ini off pameran. Saat awal-awal saya bingung, yang saya pikirkan bukan tidak bisa produksi tapi kalau tidak bisa pameran nanti bagaimana membayar teman tuli yang bekerja dengan saya. Sebab, setiap hari Sabtu saya harus menggaji karyawan saya. Saya cuma bisa minta petunjuk sama Allah," ujarnya.

Sampai suatu ketika di bulan April 2020, Lisa mendapat pesanan masker dari pelanggannya di Surabaya sebanyak 100 buah. Hal itu menjadi sebuah ide dari Lisa untuk memperbanyak produksi masker dan dijual secara online di media sosial maupun pesan WhatsApp.

Pesanan masker batik mengalir deras di awal pandemik mengingat semua orang butuh memakai masker untuk mencegah penularan virus corona. Untuk menambah kapasitas produksi Lisa akhirnya juga menambah tenaga kerja dari delapan orang menjadi 13 orang. Ia merekrut teman tuli yang dirumahkan dari pabrik sepatu.

Penjualan masker meningkat dari hari ke hari. Setiap pelanggan bisa membeli masker hingga 20 buah. Lisa bisa mengirim 25--30 paket pesanan masker per hari ke pelanggan. Selain itu, juga ada pesanan seragam batik di antaranya dari Unika Soegijapranata Semarang, Bank Indonesia Malang, hingga pelanggan personal dari Jakarta, Makassar, Maluku, Papua, Hongkong, hingga Jepang.

Bersama JNE kirim pesanan hingga Papua

Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan KebaikanTeman tuli yang bekerja di Anindya Batik Semarang saling membantu menyelesaikan pekerjaan. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

‘’Dalam kondisi pandemik otomatis tidak bisa bertemu langsung dengan pelanggan. Sehingga saya manfaatkan jasa pengiriman. Saya biasa pakai JNE, karena bisa menjangkau alamat pelanggan dimanapun mereka berada bahkan yang di luar Jawa hingga pelosok,’’ jelasnya.

Kepercayaan memakai JNE itu juga tidak hanya dari Lisa, tapi juga dari pelanggan Anindya Batik. ‘’Pelanggan saya dari Malang, Maluku, Papua selalu pesan ke saya, pakai JNE saja ya Bu Lisa. Pakai yang YES biar cepat sampai. Ya, saya ikut saja mau mereka. Untuk kirim ke Maluku dan Papua tidak butuh waktu lama hanya 3–4 hari,’’ imbuhnya.

Ternyata meski pandemik usaha Anindya Batik tetap bisa berjalan dan bertahan. Semua itu diluar dugaan Lisa. Ia hanya meyakini bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur. Semua boleh berencana tetapi rencana Allah selalu yang terbaik.

‘’Kita minta petunjuk saja sama Allah dan ikuti rencanaNya. Pasti selalu ada jalan. Kuncinya, dalam kondisi kepepet pertama kalau kita sudah berdoa, kedua ikhtiar, ketiga tawakal sama Allah rezeki pasti ada. Saya bersyukur selama pandemik ini selalu dicukupkan terutama bisa menggaji teman tuli yang ikut sama saya,’’ tandasnya.

Pandemik memang menjadi tantangan dan menuntut pelaku usaha untuk beradaptasi. Tidak hanya UMKM tetapi juga PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) yang berupaya selalu hadir bagi pelanggan yang membutuhkan jasa pengiriman.

JNE beri kebaikan dengan kemudahan pada pelanggan UMKM di masa pandemik

Dari Tangan Teman Tuli Bersama JNE Lembaran Kain Batik Jadi Jembatan KebaikanKaum difabel teman tuli sedang bekerja di Anindya Batik Semarang di Jalan Kedungmundu No 2 Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Head of Regional Jateng-DIY JNE, Marsudi mengatakan, tantangan pandemik bagi JNE hampir sama dengan usaha atau bisnis lainnya.

‘’Kami pun juga deg-degan dalam menjalankan tugas kami. Misalnya, ada yang kirim APD atau masker tapi bagaimana agar tidak bersentuhan tangan. Kan tidak mungkin pahlawan satriaji, kurir-kurir kami setelah mengantar ke lokasi pengiriman langsung lari. Mereka kan harus memenuhi standar operasional prosedur (SOP) seperti harus santun, paketnya difoto, minta tanda tangan penerima paket,’’ katanya pada webinar ‘JNE Bersama UMKM Untuk Indonesia’, Kamis (19/1/2022).

Pandemik ini merupakan tantangan terberat saat orang harus di rumah menahan diri tidak keluar, kurir JNE mau tidak mau dan suka tidak suka harus tetap barang tersebut sebagai amanah.

‘’Perusahaan kami memang amanahnya begitu. Kami harus memiliki rasa empati dan sosial yang tinggi, meski risikonya kena COVID-19 kami harus ikhlas mengantarkan paket pelanggan sampai ke lokasi,’’ jelasnya.

Adapun, hikmah dari pandemik ini JNE terus berupaya meningkatkan pelayanan. Mulai dari kemudahan pick up 24 jam hingga berinovasi meng-upgrade teknologi. Upaya itu dilakukan karena tren kiriman ke JNE saat ini tidak mengenal waktu. Selain itu, untuk mengurangi kontak fisik dengan sales counter atau kurir, pelanggan juga bisa meng-input data dari rumah.

‘’Jadi memang luar biasa bisnis online di masa pandemik atau tidak pandemik. Maka kalau perlu di pick up Subuh pun kami berangkat. Selain itu, service center atau customer care dan sales counter kami sudah siaga 24 jam. Kemudian, kami juga meningkatkan teknologi dengan sistem meng-input data dari rumah, sehingga saat kurir datang atau di sales counter tingga scan barangnya langsung beres,’’ tandasnya.

Maka itu, kebaikan memang memiliki jalan panjang yang tak pernah putus jika disambung secara terus menerus. Kebaikan itu akan terus mengalir dari hulu yang hilirnya menjadi kebahagiaan. Baik bagi Anindya Batik, teman tuli, maupun JNE.

Baca Juga: Tak Goyah akan Cemoohan, Kuat Bersama JNE untuk Tumbuh Kembang Anak

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya