Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu Wajah

Ajarkan pluralisme secara populer ke generasi sejak dini

Semarang, IDN Times - Hidup bermasyarakat di tengah keberagaman di Indonesia tidak selalu berjalan mulus. Kasus intoleransi hingga kini masih terus bersemi di berbagai daerah di Tanah Air. 

Seperti menegakkan benang basah, kedamaian di tengah keberagaman nampaknya semakin jauh untuk diraih jika melihat kondisi intoleransi antar agama saat ini. Namun, masih ada secercah cahaya atas apa yang dilakukan Ellen Nugroho sebagai Direktur Eksekutif Esa Insan Indonesia (EIN) Institute di Kota Semarang. 

1. Ajak generasi muda mengenal keberagaman sejak dini

Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu WajahMengenal keberagaman melalui kegiatan Lasem Pluralism Trail yang diselenggarakan EIN Institute Semarang. (dok. EIN Institute)

Melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didirikan seorang pendeta sahabat Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Tjahjadi Nugroho itu Ellen mengajak anak-anak dan generasi muda untuk mengenal keberagaman dari sejak dini. Menurut dia, untuk mewujudkan kedamaian antar umat beragama pendidikan toleransi saja tidak cukup. Maka, generasi muda juga harus memahami makna pluralisme.

‘’Toleransi dan pluralisme ini berbeda. Toleransi sebatas hidup bersama walaupun berbeda atau hidup berdampingan walau tidak mengenal. Sedangkan, pluralisme hidup bersama dan saling mengenal satu sama lain,’’ tuturnya kepada IDN Times, Jumat (3/12/2021).

Sehingga, lanjut dia, pluralisme ini maknanya lebih dalam. Bukan berarti semua sama saja tapi ada upaya untuk saling mengenal lebih dalam dan jika ada perbedaan perlu diakui.

Perempuan pegiat toleransi dan keberagaman itu memahamkan anak-anak muda tentang dua hal tersebut melalui berbagai kegiatan. Tidak sekadar melalui teori Ia menunjukkan bahwa menerima perbedaan adalah bagian dari realitas.

2. Mengenal pluralisme secara praktis dengan melihat langsung di lapangan

Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu WajahMengenal keberagaman melalui kegiatan Parakan Heritage and Pluralism Trail yang diselenggarakan EIN Institute Semarang. (dok. EIN Institute)

Program kegiatan yang digelar EIN Institute itu antara lain, Pluralism Trail yang mengajak jalan-jalan anak muda usia mahasiswa dari berbagai latar belakang ke suatu tempat dimana di sana ada teladan pluralisme. Mereka di sana bertemu dengan wajah-wajah yang berbeda tapi terjadi pembauran dengan hidup berdampingan secara damai.

‘’Jadi tidak hanya belajar secara teoritis, tapi secara praktis langsung belajar dengan mengunjungi tokoh keberagaman dan datang ke situs-situs atau tempat yang terjadi interaksi pembauran,’’ ujar Ellen.

Kemudian, juga ada program Semai atau Anak Semarang Damai. Kegiatan ini melibatkan anak-anak usia kelas 4--6 SD dari berbagai agama dan mereka dikumpulkan untuk belajar agama tertentu, terutama agama yang jarang diekspos. Mereka diajak berkunjung ke kelenteng, pura, hingga vihara.

‘’Dalam kegiatan tersebut mereka baru tahu kalau ada agama yang selama ini menjadi sasaran prasangka. Misalnya, di kelenteng ada yang bilang tempatnya setan karena ada patung bermuka hitam itu setan. Setelah datang kesana dikasih tahu mereka jadi tahu dan paham. Dari kegiatan ini mereka jadi punya pengalaman berjumpa dengan perbedaan sehingga setelah besar tidak kaget lagi,’’ jelas perempuan berusia 42 tahun itu.

Ada lagi program Belajar Kota Tua di Semarang, pada kegiatan ini generasi muda diajak mengenal Kota Semarang yang memiliki riwayat keberagaman yang panjang. Misal, Kota Lama yang mempunyai wajah Eropa, Pecinan yang sangat kental dengan budaya Tionghoa, dan Pekojan, Kampung Melayu serta Kauman yang kuat dengan tradisi Arab. Adapun, setiap program kegiatan tersebut selalu dibagikan media sosial Instagram EIN Institute di akun @ein_institute.

Baca Juga: Duh! Kasus Kekerasan Seksual Perempuan di Semarang Tertinggi di Jateng

3. Melestarikan pemikiran Gus Dur dan Tjahjadi Nugroho

Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu Wajahtstatic.net

Kegiatan dan program yang terus berjalan itu merupakan ikhtiar untuk melestarikan pemikiran dua sahabat, yakni Gus Dur dan Tjahjadi Utomo yang meyakini semua manusia itu bersaudara. Sehingga, setiap masalah di masyarakat tak bisa diselesaikan melalui solusi-solusi superfisial. Maka, dibutuhkan kajian mendalam untuk membongkar akar permasalahan, serta edukasi efektif untuk masyarakat agar tercipta situasi ideal yaitu keadilan sosial.

Ibu tiga anak itu menceritakan bahwa ia pernah mendapat feedback dari salah satu peserta Pluralism Trail. Peserta tersebut adalah seorang Tionghoa beragama Budha berasal dari Medan dan sedang kuliah di Bandung.

‘’Dia menceritakan bahwa selama ini hidup keluarganya di Medan tersekat dengan kelompok lain dan takut dengan agama mayoritas. Ada stereotip mereka berbahaya sehingga keluarganya pun jadi takut bermasyarakat. Kemudian, dia pindah ke Bandung dan menyadari di sana sangat plural. Namun, dia kembali takut ketika di Jakarta ada keributan terkait kasus Ahok. Dia pun sempat putus asa apa bisa hidup damai berdampingan di Indonesia. Kemudian, dia ikut Plural Trail di Lasem, berkumpul dengan teman dari berbagai latar belakang, melakukan diskusi dan dia pun merasa dari kegiatan itu ketakutannya terpulihkan,’’ jelas Ellen.

Praktisi pendidikan berbasis keluarga atau homeschooling ini menuturkan, membumikan pluralisme melalui edukasi ke anak muda tentang keberagaman ini harus terus dilanggengkan. Sebab, pluralisme teoritis sudah banyak, maka pembelajaran secara praktis perlu dibumikan agar lebih populer.

‘’Sehingga, kami buat kesan keberagaman dikemas lebih populer dan gaul, jadi tidak terkesan akademis sekali,’’ ujarnya.

4. Ellen lewati perjalanan panjang mengenal keberagaman

Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu WajahPegiat toleransi dan keberagaman dari EIN Institute Semarang, Ellen Nugroho. (dok. TEDxMlatiWomen)

Perjalanan Ellen membumikan keberagaman ini pun tidak seperti membalikkan telapak tangan. Ia pemeluk agama Kristen dan berasal dari keluarga yang religius ini mempunyai tradisi berdiskusi yang kuat. Ia bertemu bermacam-macam orang dengan latar belakang berbeda sejak duduk di bangku kuliah di Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

‘’Saat saya ketemu teman yang berbeda saya jadi banyak terlibat diskusi dan dengan berdiskusi saya menjadi kaya. Sehingga, keberagaman ini bagi saya memperkaya bukan berbahaya. Meskipun dogma dan ajaran berbeda tetapi pengalaman keimanan ada benang merah yang sama. Yakni, kita sama-sama ingin bertumbuh secara spiritual mengabdikan diri pada suatu agama. Namun, dari situ yang saya lihat bukan bajunya tapi esensi dari agama tersebut,’’ jelasnya.

Seiring waktu, Ellen pun semakin sadar bahwa curiga pada beda agama itu karena faktor ketidaktahuan, politis, dan ekonomi. Sebenarnya ketika bercampur aduk dengan itu tercipta banyak masalah.

5. Jadi anak muda, mainlah yang jauh

Ellen Nugroho, Ajak Anak-Anak Mengenal Keberagaman dari Seribu WajahIlustrasi toleransi. (IDN Times/Sukma Shakti)

‘’Maka, ketika kita bisa membuat jernih mana yang sebenarnya esensi keagamaan dan temporer politik atau ekonomi kita jauh lebih bisa bersikap adil,’’ imbuh lulusan Magister Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.

Sehingga, kepada generasi muda Milenial dan Gen Z ia berpesan, mainlah yang jauh. Kalau hanya berkumpul dengan orang yang terus menerus homogen dan tidak pernah keluar dari lingkungan masa kecilnya, dalam arti sama agamanya, budayanya, dan bahasanya, maka itu bisa menganggap seluruh dunia sama sepertinya.

‘’Hal itu berbeda dengan orang yang banyak dolan. Ia akan bertemu dengan keberagaman dan memiliki wawasan luas sekaligus mengenal perbedaan. Cara ini malah justru memantik kita memapankan dan mengkokohkan identitas kita sendiri. Selain itu, bertemu dengan orang berbeda akan merefleksi diri kita sendiri, apa yang saya yakini apa yang diyakininya. Kalau kita main jauh punya banyak teman maka identitas kita pun akan semakin kuat,’’ tandasnya.

Baca Juga: Bikin Kuliner Kaki Lima Semarang Jadi Viral, Kreator Banjir Cuan

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya