Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor Kampus

Belum memihak korban, peraturan rektor tak kunjung disahkan

Semarang, IDN Times - Lingkungan kampus perguruan tinggi belum bisa menjadi ruang yang aman bagi kekerasan seksual. Berdasarkan hasil survei Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM KM Unnes) tentang kekerasan seksual (KS), banyak kasus yang belum tertangani di kampus negeri tersebut. 

1. Sebanyak 37,58 persen warga Unnes alami kekerasan seksual

Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor KampusSejumlah peserta mengantre untuk masuk ke ruangan UTBK di Kampus Unnes Sekaran Gunungpati. Dok Humas Unnes

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anti-Kekerasan Seksual BEM KM Unnes, Siti Nur Dzakiyyatul Khasanah mengatakan, pihaknya melakukan survei tentang kekerasan seksual pada Maret 2021.

‘’Survei tersebut berangkat dari isu yang berkembang di media sosial bahwa banyak mahasiswa perempuan yang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di wilayah kampus Unnes,’’ ungkapnya pada siaran pers Jateng Darurat Kekerasan Seksual: Segera Sahkan RUU TPKS melalui YouTube, Senin (20/12/2021).

Dari survei yang berhasil menghimpun sebanyak 133 responden yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan karyawan Unnes itu tercatat sebanyak 37,58 persen pernah mengalami kekerasan seksual. Sebanyak 52,23 persen responden pun mengaku pernah mendengar dan melihat kejadian kekerasan seksual. Sisanya, 9,55 persen belum pernah mengalami kekerasan seksual, dan 0,64 persen mengaku pernah melakukan kekerasan seksual.

Selanjutnya, korban kekerasan seksual 93,38 persen adalah perempuan dan 6,02 persen korban adalah laki-laki. Kekerasan seksual ini mayoritas menimpa mahasiswa dengan presentase sebesar 92,48 persen, disusul karyawan sebanyak 4,51 persen, dosen 0,75 persen dan alumni 2,26 persen.

2. Mayoritas korban tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpanya

Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor KampusIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam survei tersebut juga diketahui bahwa sebanyak 72,9 persen korban tidak melakukan pelaporan terhadap kasus yang dialaminya dan sisanya sudah melapor ke pihak atau lembaga yang berwenang.

‘’Lokasi kejadian kekerasan seksual di wilayah kampus Unnes ini banyak terjadi di kos sebesar 38 persen. Namun, beberapa juga terjadi di ruang publik sebesar 23 persen, sosial Media 22 persen dan kampus sebesar 15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja,’’ jelas Siti.

Adapun, lanjut dia, bentuk kekerasan seksual yang dialami korban meliputi pelecehan seksual 58,5 persen, pemerkosaan 9,3 persen, perbudakan seksual 6,2 persen, eksploitasi seksual 5,7 persen, pemaksaan aborsi 5,7 persen. Berikutnya, pemaksaan perkawinan 4,7 persen, pemaksaan kontrasepsi 4,2 persen, penyiksaan seksual 3,6 persen, dan pemaksaan pelacuran 2,1 persen.

Baca Juga: 2 Rektor Kampus Negeri di Semarang Dukung Permendikbud, Tapi...

3. Korban kekerasan seksual enggan melapor ke birokrasi kampus

Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor KampusRektorat Kampus Unnes di Sekaran Gunungpati. Dok Humas Unnes

Kondisi ini merupakan tolak ukur bahwa kampus belum menjadi ruang aman bagi kasus kekerasan seksual

‘’Setelah data ini dihimpun, telah masuk 17 kasus ke BEM KM Unnes yang kemudian kami dampingi. Mayoritas kasus adalah pelecehan seksual dan belum pernah maju ke ranah akademik atau pimpinan kampus. Hal ini karena mereka belum merasa aman dan percaya dengan pihak birokrasi tersebut,’’ ungkapnya.

Siti menjelaskan, bahwa dulu pernah ada laporan yang masuk ke birokrasi hanya diselesaikan dengan jalan damai atau kekeluargaan. Hal itu dilakukan alih-alih demi atas nama baik kampus atau kepentingan akademik baik pelaku maupun korban.

4. Kampus Unnes menutupi kasus kekerasan seksual

Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor KampusIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

‘’Beberapa waktu lalupun juga sempat ada keresahan dari pihak kampus ketika ada kasus naik ke kami. Kasus itu cukup besar dan pihak kampus menekan kami agar tidak melebar demi menjaga nama baik Unnes. Pernah juga ada sikap represifitas dari kampus menekan korban untuk tidak melanjutkannya ke pihak yang berwajib,’’ jelasnya.

BEM KM Unnes juga pernah membawa hasil survei kekerasan seksual tersebut ke pimpinan perguruan tinggi atau rektor. Mereka berkomitmen untuk membuat peraturan rektor bersamaan dengan lahirnya Permendikbud No 30 tahun 2021. Kendati demikian, hingga saat ini peraturan rektor tersebut juga belum disahkan dengan berbagai alasan. Selain itu, masih ada beberapa pasal yang belum berpihak pada korban sehingga perlu pengkritisan.

‘’Beberapa poin yang menjadi sorotan kami adalah pihak kampus juga belum bisa memberikan pendampingan yang komprehensif kepada korban kekerasan seksual. Pendampingan belum menyentuh sampai sisi medis atau masih sebatas alur hukum atau psikologis. Kami minta pimpinan Unnes segera merevisi sebelum mewujudkan aturan itu menjadi undang-undang atau peraturan rektor yang resmi,’’ tegasnya.

Sebab, lanjut dia, dengan melihat kondisi ini menjadi cerminan bahwa kampus belum menjadi ruang aman bagi korban kekerasan seksual. Sehingga, masih banyak korban atau kasus yang belum tertangani itu lebih memilih diceritakan ke BEM KM Unnes atau teman sebaya daripada lapor ke birokrasi kampus.

5. Rektor Unnes klaim sudah bentuk tim kode etik kemahasiswaan

Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor KampusRektor Unnes Prof Fathur Rokhman di Gedung Auditorium Unnes Sekaran Gunungpati. Dok Humas Unnes

Sementara, seperti diberitakan sebelumnya Rektor Unnes, Prof Fathur Rokhman mengatakan, pihaknya menyambut positif upaya Kemenristekdikti yang berusaha mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus.

"Kami komitmen menyambut positif aturan dari Mas Menteri. Karena nantinya bisa menciptakan lingkungan kampus yang sejuk dan damai. Aturannya bisa membuat mahasiswa lebih tenang selama kuliah tanpa gangguan pelecehan seksual," tutur Fathur ketika dikontak IDN Times, Selasa (30/11/2021).

Pihaknya saat ini sedang berusaha menyosialisasikan kepada semua mahasiswa, kepala prodi, pimpinan fakultas dan ketua senat Unnes terkait pelaksanaan teknis Permendikbud Nomor 30 tahun 2021. Menurut Fathur, aturan yang dibuat oleh Mendikbud juga bukan sesuatu yang baru. Ia mengaku sudah lama membentuk tim kode etik kemahasiswaan yang beranggotakan sejumlah dosen dan perwakilan mahasiswa.

Baca Juga: Didatangi Ketua KPK, Rektor Unnes Sebut Kampusnya Bersih dari Korupsi

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya